Terapis Autisme Jadi Tersangka Penganiayaan Pasien Anak di Depok
Terapis untuk anak dengan autisme diduga melakukan kelalaian saat menjalani terapi di rumah sakit.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Seorang terapis di rumah sakit swasta di Depok, Jawa Barat, menjadi tersangka dugaan penganiayaan terhadap pasien anak. Pihak terkait kini berkoordinasi untuk membina terapis tersebut untuk memastikan tidak ada kesalahan prosedur yang bisa mengancam pasien.
Kepolisian Resor Metro Depok menetapkan pria berinisial H sebagai tersangka penganiayaan anak, Jumat (17/2/2023). Perbuatan itu dilakukan H terhadap pasien berinisial RF (2). Keluarga RF kemudian melaporkan H beberapa hari sebelumnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Depok Mary Liziawati saat dihubungi di Jakarta, Sabtu (18/2/2023), mengatakan, mereka sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit dan organisasi profesi. ”Kami berkoordinasi agar mereka melakukan pembinaan (terhadap yang bersangkutan),” katanya.
Pembinaan perlu diberikan karena H tidak ditahan perihal ancaman hukumannya yang di bawah 5 tahun. H dipersangkakan dengan Pasal 80 juncto Pasal 76 Huruf C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ia terancam hukuman penjara paling lama 3 tahun 6 bulan atau denda Rp 72 juta.
Sejauh ini, Mary mendapat informasi bahwa H memiliki izin praktik sebagai terapis autisme. Berdasarkan laporan rumah sakit, saat ini H sudah dipindahtugaskan ke bagian administrasi.
Bersamaan dengan laporan kasus ini, ibu korban juga menyebarkan video saat anaknya yang mengalami autism spectrum disorder (ASD) diduga menerima kekerasan dalam sesi terapi. Dalam video berdurasi 1 menit lebih 10 detik tersebut, RF meronta dan menangis saat H menjepitkan kedua pahanya ke kepala RF.
Video itu direkam di ruang terapi yang berada di Rumah Sakit (RS) Hermina Depok. Pihak rumah sakit, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan bahwa mereka juga masih perlu mengklarifikasi video tersebut ke pihak terkait.
”Untuk video yang tengah beredar, kami masih berkordinasi dengan semua pihak, terutama keluarga pasien, agar semua bisa lebih jelas dan valid. Segera akan kami update perkembangannya," kata Patresia, Wakil Direktur Medis RS Hermina Depok.
Kronologi kejadian, menurut Kapolres Metro Depok Komisaris Besar Ahmad Fuady, terjadi pada Selasa (14/2/2023) siang. Ibu korban membawa RF ke RS Hermina Depok untuk menjalani terapi wicara. Sekitar pukul 13.10, korban masuk ke ruangan bersama terapisnya dan sang ibu diminta menunggu di luar ruangan.
Sekitar 15 menit kemudian, ibu RF mendengar anaknya menangis histeris dan pelapor mengintip melalui jendela kaca transparan. Ibu itu lalu melihat terapis sedang duduk sambil mengempit kepala anaknya menggunakan kedua paha. Terapis H terlihat santai dan bermain ponsel meskipun RF meronta dan menangis histeris.
”Kemudian pelapor mengentuk pintu, tetapi tidak dibuka,” kata Ahmad dalam keterangan persnya. Beruntung RF tidak mengalami hal buruk setelah itu. Namun, ibu RF tetap melaporkan kejadian itu ke polisi.
Pelaku mengaku ke polisi hal itu dilakukan sudah sesuai prosedur. Hal itu juga sudah dikonfirmasi ke dua saksi ahli dan atasan H. Namun, tersangka terbukti melakukan kelalaian.
”Metode terapi dengan cara blocking, tetapi itu di luar SOP yang sudah ditetapkan. Sebab, menurut pelapor, si terapis ini tertidur dan menggunakan HP,” katanya.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Depok, Nessy Anisa Handari menyampaikan, mereka juga ikut berkoordinasi dengan pihak terkait setelah kejadian itu.
Mereka juga akan mendampingi korban jika membutuhkan bantuan. ”Saat ini, anak tersebut masih dalam pengasuhan orangtuanya. Sudah dilakukan pendekatan dan kami siap jika dibutuhkan untuk melakukan pendampingan,” kata Nessy saat dihubungi secara terpisah.
Adapun menurut catatan mereka, di Depok, penganiayaan oleh praktisi medis seperti kasus itu baru satu-satunya. ”Belum pernah ada yang melaporkan selain kasus yang itu,” kata Nessy.