Sebelum Membegal Sopir Taksi Daring, Anggota Densus Pakai Uang Keluarga untuk Judi
Diamanatkan pegang uang untuk membeli mobil, uang Rp 90 juta malah habis dipakai main judi daring.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus pembunuhan yang dilakukan anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, Brigadir Dua Haris Sitanggang, berawal saat tersangka kalah bermain judi daring menggunakan uang keluarganya. Haris lalu memutuskan mencuri mobil agar bisa dijual dan mengembalikan uang yang lenyap karena kelakuannya.
Kamis (16/2/2023) siang, penyidik Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya melaksanakan rekonstruksi perkara kasus pembunuhan terhadap Sony Rizal Tahitu (59), sopir taksi daring. Peristiwa itu terjadi di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat, pada Senin (23/1/2023).
Selain tersangka Haris, kegiatan yang dilakukan di Markas Polda Metro Jaya itu dihadiri perwakilan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Pusat Laboratorium Forensik, Rumah Sakit Polri, Indonesia Automatic Fingerprint Identification System (Inafis), saksi-saksi, dan keluarga korban.
Rekonstruksi awal menerangkan bahwa pada Rabu (18/1/2023), Haris mendapat transferan uang dari kakaknya untuk pembelian mobil senilai Rp 90 juta. Uang itu ditransfer bertahap pada hari yang sama. Namun, Haris justru menggunakan uang itu untuk bermain judi daring saat berdinas di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan.
Bukannya untung, Haris justru buntung. Seluruh uangnya lenyap. Namun, ia mengatakan ke keluarganya, akan tetap ke Jambi untuk membawa mobil yang seharusnya ia beli.
”Tersangka berinisiatif melakukan pencurian mobil dengan target pengemudi taksi online dan mobilnya akan dijual di Jambi, dengan maksud uang penjualan akan dikembalikan ke abangnya,” tutur penyidik.
Pada Jumat (20/1/2023), sepulang kerja, Haris pergi ke Kelapa Dua, Depok. Di sana ia membeli pisau guna memuluskan proses pencurian. Setelah itu ia ke Terminal Kampung Rambutan di Jakarta Timur. Di sana ia meninggalkan speda motor dan naik bus Transjakarta untuk mencari target pembegalan.
Berhari-hari ia berkeliling Jakarta dengan bus, tetapi tidak berani beraksi. Hingga tiba pada Senin (23/1/2023) dini hari, ia menargetkan mobil Avanza yang dijumpai di daerah Semanggi, Jakarta Selatan. Mobil itu dikendarai Sony yang bekerja sebagai sopir taksi daring.
Haris lalu meminta diantar ke perumahan Bukit Cengkeh, Depok, dengan bayaran uang Rp 90.000. Setiba di tujuan, Haris yang duduk di belakang kursi sopir sempat berbohong hendak meminjam uang ke teman yang tinggal di perumahan. Namun, ia meminta Sony mengantarnya ke ATM.
Setelah kembali ke perumahan, tepatnya di Jalan Banjarmasin, Haris mengaku ia tidak memiliki uang.
”Korban pun bertanya ’Maksudnya gimana, Pak?’. Korban balik badan ke arah tersangka,” ujar penyidik. Di adegan itu, tersangka segera menodongkan pisau kepada Sony dan mengaku sebagai anggota polisi.
Korban yang tidak senang dengan penodongan itu hendak melawan. Namun, Haris segera menghunjam pisau beberapa kali. Pisau itu mengenai bagian dada, telinga, sampai kepala Sony. Setelah itu, Haris berencana mengambil alih kemudi dengan turun keluar mobil.
Korban pun sigap mengunci pintu mobil, membunyikan klakson secara berulang, dan menyetir mobil untuk mencari pertolongan. Namun, korban sekarat dan meninggal begitu jatuh di samping kanan mobilnya, saat berhenti di Jalan Nusantara. Warga yang menjadi saksi kejadian pada dini hari itu segera menelepon polisi.
Adapun tersangka yang kabur selanjutnya berangkat ke rumah pamannya di Cibarusah, Bekasi, dengan menumpang truk beberapa kali. Tidak lama di sana, ia dijemput anggota Densus 88 lainnya untuk diperiksa.
Setelah rekonstruksi itu selesai dengan 40 adegan, istri korban, Rusni Masna, histeris. Rusni saat itu mengikuti kegiatan ini bersama seorang cucu, dua anaknya, dan kuasa hukum keluarga. Rusni menangis dan berteriak ke arah Haris yang segera digiring pergi anggota polisi.
”Semua orang di sini bisa kau bohongi, tetapi Tuhan tidak bisa kamu bohongi. Tuhan akan menyatakan kebenaran, Haris. Tiga minggu kau di situ, mulusnya badanmu, keliatan ujung kaki sampai kepala. Hebat kau, ya, Haris. Hebat, ya, kau Haris!” katanya sambil menjerit.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Trunoyudo Wisnu Andiko, ditemui terpisah, mengatakan, rekonstruksi yang menjadi alat penyidik itu dibuka sebagai wujud transparansi penyidikan.
”Rekonstruksi ada 40 adegan dimulai sebelum kejadian, saat terjadinya peristiwa, sampai pasca-kejadian. Kegiatan rekonstruksi ini sebagai suatu sosialisasi dan edukasi kita bersama,” kata Trunoyudo.
Rekonstriksi ini, katanya, bukan akhir dari penyidikan. Polisi akan menganalisis kasus secara saintifik.