Kurangnya agen pendendali sosial, membuat pemuda menjadikan medsos sebagai tuntunan. Pekerjaan rumah untuk pemerintah dalam membangun kota juga harus memperhatikan pembangunan sosial melalui ruang publik yang banyak.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beberapa pekan terakhir kepolisian menangkap sejumlah pemuda yang terlibat dalam kasus kekerasan jalanan atau tawuran di Jakarta dan sekitarnya. Fenomena ini kembali memperlihatkan pentingnya memperhatikan pembangunan manusia, serta ruang publik yang banyak dan gratis sebagai ruang ekspresi.
Setelah buron 10 hari, tujuh pemuda dari geng motor "Kepa Duri 30 JKT" yang terlibat tawuran di Jalan Mangga, Duri Kepa, Kebon Jeruk ditangkap Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Kebon Jeruk pada Sabtu (4/2/2023) subuh silam.
Tujuh pemuda geng motor bersenjata berinisial RO (19), RI (19), AF (20), DS (21), MD (18), dan dua lainnya masih anak-anak, ditangkap pada Minggu (12/2/2023). Mereka membawa senjata dan menyerang pemuda lain hingga menimbulkan dua korban luka. Saat ini polisi masih mengejar pelaku lain.
”Geng motor ini berkonvoi dan ada yang membawa senjata tajam. Mereka mengajak para pemuda yang nongkrong di pinggir Jalan Mangga untuk tawuran. Dan secara tiba-tiba mereka (geng motor) menyerang kelompok pemuda itu. Diperkirakan geng motor ini ada 20 orang,” kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Kebon Jeruk Ajun Komisaris Anggi Fauzi, Selasa (14/2/2022)
Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Kebon Jeruk menangkap polsek tujuh pemuda dari geng motor Kepa Duri 30 JKT yang terlibat tawuran di Jalan Mangga, Duri Kepa, Kebon Jeruk, pada Sabtu (4/2/2023) subuh silam.
Penyerangan itu menyebabkan IA (21) mengalami luka di bagian punggung dan kaki. Melihat IA jatuh dan terluka, AV (20) membantu temannya itu. Naas, AV juga menjadi korban selanjutnya yang diserang menggunakan senjata tajam di bagian pada kepala, tangan kanan, dan tangan kiri.
Setelah jatuh korban, geng motor itu meninggalkan lokasi. Sementara itu, IA dan AV langsung dibawa teman-temannya ke Rumah Sakit Pelni, Petamburan. Mereka juga melaporkan peristiwa penyerangan itu kepada polisi.
Masih di kawasan Jakarta Barat, tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Jakarta Barat bisa meredam atau mencegah tawuran antar pemuda di Pamerah, sekitar pukul 04.30, Sabtu lalu. Tim menindaklanjuti aduan masyarakat yang disampaikan melalui call center tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Jakarta Barat.
Kepala Satuan Samapta Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Arief Budiharso mengatakan, tiga remaja ditangkap dan dua senjata tajam disita di sekitar Jalan Kiai H Syahdan, Palmerah, Jakarta barat. Sementara sebagian dari pelaku lainnya melarikan diri dari kejaran petugas.
Bergeser ke lokasi lainnya, tim Reserse Kriminal Polsek Ciracas menangkap tujuh pemuda karena tawuran maut pada Minggu dini hari kemarin di Jalan Suci, Ciracas. Tawuran itu dilakukan oleh kelompok Trops dengan Chober. Mereka terlebih dahulu janjian tawuran di media sosial.
”Tawuran antarkelompok itu menewaskan satu orang, R (21) karena luka sabetan senjata tajam. RH dari kelompok Trops. Kami langsung menyelidiki kasus itu dan menangkap para pelakunya. Sebelum beraksi mereka ini minum alkohol dengan alasan meningkatkan nyali. Aksi mereka juga direkam dan tersebar di medsos,” kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur, Ajun Komisaris Besar Ahmad Fanani.
Di Kota Tangerang, belum lama ini tim Operasional Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Ciledug menangkap tujuh remaja pelaku tawuran di wilayah Cipadu, Kecamatan Larangan, Kota Tangerang, Banten, sekitar pukul 04.30, Minggu (8/1/2023).
Aksi bersenjata para pemuda itu juga sempat meneror warga setempat sehingga meresahkan dan menimbulkan rasa takut di lingkungan warga Kreo Kavling. Pelaku yang rata-rata masih 17-14 tahun itu ditangkap pada Kamis (9/2).
Disfungsi sosial
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Syaifudin, mengatakan, langkah cepat yang dilakukan kepolisian dengan menangkap para pelaku tawuran sangat diapresiasi. Hal itu bagian dari upaya polisi menciptakan ketertiban dan keamanan masyarakat. Beberapa langkah seperti terjun langsung bertemu tokoh masyarakat dan warga juga dinilai tepat dan perlu ditingkatkan.
Namun, upaya itu saja tidak akan cukup mengurangi kekerasan jalanan yang belakangan marak terjadi. Pemerintah harus melihat masalah tawuran sebagai permasalahan serius.
Perlu banyak pendekatan dan kebijakan ekstra dalam memutus tindakan tawuran yang selalu menimbulkan korban luka dan jiwa. Maraknya tawuran pemuda karena disfungsi sosial dari hilangnya peran keluarga, tokoh masyarakat sekitar, dan dunia pendidikan yang seharusnya menjadi agen pengendali sosial dan jembatan relasi untuk saling merangkul.
”Agen sosial makin berkurang dan tidak maksimal sehingga para pemuda ini kehilangan pegangan atau tuntunan baik dalam berprilaku sosial. Perkembangan teknologi, keberadaan medsos menjadi panggung mereka untuk eksistensi. Medsos menjadi tuntunan mereka. Medsos ruang ekspresi mereka, aksi kekerasan itu mereka rekam dan sebar. Ini mengkhawatirkan karena menjadi imitasi sosial oleh pemuda lainnya,” katanya.
Kurangnya ruang publik dan ruang ekspresi yang bisa mengeksplorasi minat dan bakat pemuda, juga menjadi faktor pendukung. Menurit Syaifudin, ini menjadi pekerjaan rumah untuk pemerintah dalam membangun kota, yang juga harus memperhatikan pembangunan sosial dan pembangunan sumber daya manusia.
Ruang publik dan ruang ekspresi yang banyak dan gratis diperlukan para pemuda itu untuk menyalurkan minat dan bakatnya. Aspek pembangunan untuk pertumbuhan ekonomi dinilai baik, tetapi perlu dibarengi dengan pembangunan ruang interaksi hingga ruang sosiopetal.
”Ruang ini terbatas. Kalau pun ada ruang publik itu dikapitalisasi atau berbayar. Tidak semua bisa mengaksesnya bagi mereka yang terbatas ekonomi,” tutur Syaifudin.
Berbagai pendekatan lainnya juga harus dilakukan seperti memberikan beasiswa atau paket pendidikan bagi pelaku tawuran yang putus sekolah, pelatihan dan dana kewirausahaan. Lalu bagi pelajar yang terlibat tawuran tidak harus melulu melalui pendekatan hukum tetapi justru digandeng untuk dilibatkan dengan sejumlah kegiatan atau proyek strategis di lapangan sehingga potensi minat dan bakat mereka terlihat dan tersalurkan.
“Jangan lupakan pula pendekatan kesehatan mental pemuda. Pembangunan kota harus pula membangun manusianya dan sosialnya, jika ingin cita-cita generasi emas di masa depan bisa terwujud,” katanya.