Gugatan Diabaikan, Wali Murid SDN Pondok Cina 1 Layangkan Banding Administratif
Sebelumnya, gugatan terhadap Pemerintah Kota Depok terkait dengan keberatan administrasi telah disampaikan, tetapi belum ditanggapi. Kini, orangtua melayangkan banding administratif kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Wali murid Sekolah Dasar Negeri Pondok Cina 1 melanjutkan gugatan mereka terhadap Pemerintah Kota Depok kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Hal ini karena Pemerintah Kota Depok tidak menanggapi surat keberatan orangtua atas keputusan mengalihfungsikan lahan SD Negeri Pondok Cina 1 menjadi tempat ibadah. Jika tetap tak menerima tanggapan, orangtua akan melanjutkan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara atau PTUN.
Hendri Isnanto (40), wali murid SDN Pondok Cina 1, mengatakan, pihaknya sudah mengajukan gugatan keberatan administratif atas kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Depok dalam mengalihfungsi sekolah anaknya. Namun, sampai saat ini belum ada tanggapan dari Pemkot Depok soal gugatan tersebut. Hal itu membuat pihaknya melayangkan gugatan banding administratif atas Pemkot Depok langsung kepada Gubernur Jawa Barat.
”Baru saja kita ajukan keberatan ke Gubernur Jawa Barat. Apabila sampai 10 hari tidak ada tanggapan, kita lanjutkan gugatan ke PTUN,” kata Hendri, Jumat (3/2/2023).
Surat gugatan banding administratif tersebut sudah diberikan wali murid SDN Pondok Cina 1 bersama kuasa hukum mereka ke Gedung Sate, Bandung, kantor Gubernur Jabar, Rabu (1/2). Kuasa hukum wali murid SDN Pondok Cina 1, Francine Widjojo, mengatakan, upaya banding administratif ini merupakan lanjutan gugatan mereka terhadap Pemkot Depok yang tidak memberikan tanggapan atas tuntutan mereka.
Francine menjelaskan, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, gugatan keberatan administrasi mereka harusnya ditanggapi dalam tempo 10 hari. Namun, sampai saat mereka mengajukan banding administratif tidak ada tanggapan. Dalam UU itu juga disebutkan, jika tidak ada tanggapan, tuntutan mereka dianggap dikabulkan dan harus ditindaklanjuti oleh Pemkot Depok.
”Jadi, sesuai UU tersebut, seharusnya dalam waktu lima hari kerja, Pemkot Depok mengeluarkan keputusan atas tuntutan kami, tetapi tidak dilakukan sampai hari ini. Maka dari itu, kami melakukan upaya banding ke Gubernur Jawa Barat,” tuturnya.
Adapun tuntutan dalam gugatan administrasi mereka menyebutkan, persetujuan alih fungsi melanggar keputusan Bimas Islam Kementerian Agama Nomor DJ.II/802/Tahun 2014 tentang Standar Pembinaan Manajemen Masjid. Dijelaskan, masjid raya seharusnya berada di ibu kota provinsi, memiliki kapasitas 10.000 anggota jamaah, dan memiliki fasilitas penunjang sekolah.
Tidak hanya itu, alih fungsi disebut melanggar hak anak atas pendidikan, terutama jika mengingat Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 31 dalam konstitusi. Dijelaskan juga, Wali Kota Depok beserta jajarannya telah melanggar Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pendidik dan Tenaga Pendidik karena sempat melarang para guru mengajar di SDN Pondok Cina 1.
Wali Kota Depok juga dianggap melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) yang dituangkan dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Selain itu, pemusnahan SDN Pondok Cina 1 terkesan buru-buru, dipaksakan, dan tidak direncanakan dengan baik oleh Wali Kota Depok. Belum lagi, salah satu pertimbangan pemilihan lahan SDN Pondok Cina 1 karena masalah anggaran.
Dalam nota banding administratif mereka kepada Gubernur Jawa Barat, wali murid meminta beberapa hal. Mereka menuntut agar Gubernur Jawa Barat memerintahkan Wali Kota Depok untuk menghentikan pemusnahan SDN Pondok Cina 1 serta membatalkan alih fungsinya menjadi rumah ibadah.
Lalu, wali murid juga menuntut agar peninjauan ulang terkait rencana relokasi dan merger SDN Pondok Cina 1 dilakukan kembali bersama partisipasi penuh pengajar, peserta didik serta orangtua murid. Kemudian, mereka meminta agar tidak ada lagi upaya intimidasi atau ancaman pemusnahan sekolah mereka supaya proses pembelajaran kembali seperti sedia kala.
Anggota tim advokasi SDN Pondok Cina 1, Jian Fauziah Hamdi, menyebutkan, pihaknya sudah melakukan upaya non-litigasi berupa korespondensi dengan Komisi Nasional (Komnas) HAM dan Ombudsman. Kata Jian, upaya ini dilakukan untuk menumpuk dorongan agar tuntutan banding administratif mereka dapat didengarkan Gubernur Jawa Barat.
”Yang ditawarkan oleh Wali Kota Depok untuk menemui orangtua murid malah janji palsu. Tidak ada itikad yang ditunjukan. Yang jelas, ini melanggar hak anak atas pendidikan, perlindungan profesi guru, AAUPB, dan tentu saja tidak memberikan kepastian hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, melalui keterangannya pada Rabu (14/12/2022), Wali Kota Depok Mohammad Idris menyampaikan, alih fungsi SDN Pondok Cina 1 ditunda. Para siswa yang masih belajar di lokasi SDN Pondok Cina 1 dapat terus belajar sampai relokasi di SDN Pondok Cina 5 selesai. Selain itu, siswa yang belajar di SDN Pondok Cina 3 dan 5 dapat meneruskan pembelajaran di sana atau kembali ke SDN Pondok Cina 1.
Kompas telah mendatangi Balai Kota Depok untuk menemui Wali Kota Depok agar meminta tanggapan terkini soal gugatan orangtua. Namun, dari pukul 13.00 WIB sampai 18.00 WIB, Wali Kota Depok maupun Dinas Pendidikan Kota Depok tidak dapat ditemui. Kompas juga sudah menghubungi melalui telepon, tetapi tidak ada jawaban.