Atasi Tengkes, DKI Jakarta Menyinkronkan Data Gizi dengan Kemenkes
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya mengatasi tengkes dengan menyinkronkan data berdasarkan nama dan alamat. Selain itu beberapa program menyasar ibu hamil dan anak balita.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berupaya mengatasi tengkes dengan menyinkronkan data berdasarkan nama dan alamat. Hal ini dikarenakan data yang dimiliki oleh Pemprov DKI, Kementerian Kesehatan, dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana belum sinkron.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono setelah rapat membahas upaya penanganan tengkes di Balai Kota, Jakarta Pusat, Rabu (1/2/2023), mengatakan, data milik Pemprov DKI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan dikombinasikan selama dua hari ke depan.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, beberapa tahun ke belakang data tengkes memakai data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dilakukan tiga tahun sekali. Kini, data tersebut diperbarui satu tahun sekali.
Data SSGI merupakan data survei dengan data statistik sehingga datanya tidak berdasarkan nama dan alamat. Budi mengakui masih memakai data survei tersebut agar data yang dipakai konsisten.
”Kami tetap pakai data survei agar konsistensinya ada. Kalau berubah mendadak, tidak bagus. Nantinya akan dibandingkan data berdasarkan nama dan alamat dengan data DKI, karena DKI termasuk provinsi yang maju soal registrasi datanya,” kata Budi. Budi dan Heru sepakat akan merapikan data dengan BKKBN selama satu minggu ke depan.
Pada Januari 2023, Kemenkes baru saja mengumumkan hasil SSGI bahwa prevalensi tengkes di Indonesia turun dari 24,4 persen di 2021 menjadi 21,6 persen di 2022. Sementara itu, presiden menargetkan angka tengkes turun menjadi 14 persen pada 2024.
Budi mengungkapkan, kasus tengkes di DKI 14,8 persen. Angka tersebut sudah mendekati target nasional. DKI merupakan provinsi nomor dua terbaik kasus tengkes terendah di Indonesia. Budi menginginkan angka tengkes DKI bisa mencapai 5 persen.
”Kami berbincang bagaimana bisa kasih contoh satu provinsi di Indonesia itu sama dengan negara maju level stunting-nya dan PJ Gubernur komit. Saya tidak mungkin bisa kerja sendiri tanpa dukungan kepala daerah,” ujarnya.
Program tengkes DKI
Selain sinkronisasi data, Pemprov DKI juga akan fokus terhadap ibu hamil dan bayi berusia 6-24 bulan. Ibu hamil dan bayi dinilai membutuhkan makanan bergizi agar tidak kekurangan gizi dan bayi mendapatkan makanan tambahan di luar air susu ibu, seperti protein hewani.
”Kami mengupayakan agar dapat di-monitoring sehingga bisa diidentifikasi sejak dini dan jangan sampai tengkes. Kami sudah setuju minggu ini persiapannya, minggu depan langsung jalan. Karena ini masalah eksekusi, mudah-mudahan kami bisa lapor lagi ke presiden bahwa progresnya cepat,” kata Budi.
Heru mengatakan, di Jakarta ada sekitar 140.000 ibu hamil. Ia mengimbau ibu hamil harus konsisten memeriksakan kehamilannya di puskesmas atau posyandu agar bisa langsung diintervensi jika ibu hamil tersebut kekurangan gizi. Hal itu dilakukan karena pencegahan tengkes yang paling mudah dan murah saat ibu sedang hamil.
Tidak hanya kepada ibu hamil, Pemprov DKI juga menyasar pelajar kelas VII di sekolah menengah pertama (SMP). Setiap Rabu akan ada makan bersama dan pemberian vitamin.
Heru cukup optimistis kasus tengkes di Jakarta dapat turun dengan mencermati data di sejumlah daerah rawan tengkes yang terjadi perbaikan. Contohnya seperti di Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, dari 777 kasus rawan tengkes, sebanyak 134 kasus sudah dikeluarkan dari status tengkes.