Di Jakarta, Tiga Anak Balita Tewas di Tangan Keluarga Dekat
Sepanjang 2022, sedikitnya 768 tindak kekerasan terhadap anak di Jakarta dengan mayoritas mengalami kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga. Pada awal 2023, tiga balita tewas ditangan keluarganya sendiri.

JAKARTA, KOMPAS - Kasus kekerasan terhadap anak di Jakarta marak terjadi pada awal tahun 2023. Sepanjang Januari, tiga nyawa balita melayang akibat penganiayaan oleh keluarga terdekat, tak terkecuali ibu kandungnya sendiri. Ketidaksiapan orangtua dalam mengasuh anak ditengarai menjadi salah satu faktor munculnya kekerasan.
Dinas Pemberdayaan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk (PPAPP) DKI Jakarta pada tahun 2022 mencatat, sedikitnya 768 anak mengalami tindak kekerasan. Dari jumlah tersebut, mayoritas korban mengalami kekerasan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga.
Kepala Unit Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Inspektur Satu Sri Yatmini menyampaikan, selang seminggu dalam kurun waktu satu bulan, pihaknya telah menangani dua kasus kekerasan terhadap anak. Dua korban anak itu dianiaya hingga tewas oleh orang terdekatnya, yakni kakek-nenek tiri dan ibu kandungnya sendiri.
"Kondisi di Jakarta Timur akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Tindak kekerasan anak sudah memakan dua korban jiwa dalam waktu satu minggu. Ibu kandung yang bertanggung jawab atas kematian anaknya itu sebenarnya perempuan yang hamil di luar nikah," kata Yatmini saat ditemuai di Kantor Unit PPA Polres Jakarta Timur, Selasa (31/1/2023).

Unit Perempuan dan Anak Polres Metro Jakarta Timur
Menurut Yatmini, kekerasan anak yang marak terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh beberapa hal, seperti kondisi ekonomi, pola asuh, dan faktor pernikahan usia dini. Untuk meminimalkan kasus serupa terjadi, Unit PPA Polres Jakarta Timur memberikan penyuluhan kepada masyarakat, mulai dari Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat, Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga, Dasawisma, tokoh-tokoh masyarakat, dan lain sebagainya.
"Kami mengedukasi masyarakat, seperti tadi kami datang ke Kecamatan Jatinegara, Rusun Jatinegara dan Pondok Kelapa. Forum-forum masyarakat adalah garda terdepan yang tentu sangat membantu tugas kami. Kami juga meminta kepada segenap masyarakat jika ada yang mencurigakan atau ada informasi terkait kekerasan terhadap anak dan perempuan, silakan melaporkan kepada kami," kata Yatmini.
Rentetan kasus
Balita malang berinisial AF (2) tewas setelah dianiaya oleh kakek dan nenek tirinya, Antonius Sirait dan Titin Hariyani, di Kelurahan Pekayon, Kecamatan Pasar Rebo, Selasa (17/1/2023) malam. Awalnya, Sirait membawa jasad AF ke Puskesmas Kecamatan Pasar Rebo dan meninggalkannya begitu saja.
Namun, dokter yang menganggap kematian AF tidak wajar lantaran terdapat luka lebam di sekujur tubuh AF kemudian melaporkannya ke kepolisian setempat. Kepada polisi, Sirait berdalih jika cucu tirinya meninggal karena kecelakaan. Hingga akhirnya, Sirait dan Titin pun mengaku, AF tewas akibat perbuatan mereka.

Pasangan tersebut tega menganiaya cucu tirinya dengan menyentil, menjewer, menampar, memukul, bahkan membanting lantaran merasa terbebani dengan keberadaan AF dan merasa kesal ketika AF menangis. Diketahui, sejak April 2022, Sri Wahyuni, ibu kandung AF, menitipkan putrinya kepada Sirait dan Titin sebagai bentuk jaminan utangnya sebesar Rp 290.000. Selama itu pula, Wahyuni tidak memberikan nafkah sepeserpun kepada putrinya.
Atas perbuatannya, Sirait dan Titin dijerat Pasal 76C Juncto Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan hingga mengakibatkan kematian dengan ancaman 15 tahun penjara. Sementara Wahyuni dijerat Pasal 76B Juncto Pasal 77 dan atau Pasal 76C Juncto Pasal 80 Ayat 4 UU Nomor 35/2014 tentang Perlindungan Anak dan terancam hukuman 15 tahun penjara.
Sepekan setelah peristiwa itu, nyawa balita berinisial APN (2) melayang setelah dianiaya Nurwita Kurniastuti (20), ibu kandungnya sendiri, di Kelurahan Klender, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (23/1/2023) petang. Kepada polisi, Nurwita mengaku, selama sepekan sebelum APN meninggal, ia kerap mencubit, menampar, dan menendang APN.
Puncaknya, Nurwita membanting APN ke lantai hingga mengakibatkan putrinya mengalami luka serius. Kesal karena putrinya tetap menangis, Nurwita kemudian mencekik APN hingga membuat buah hatinya tewas. Setelah melakukan tindakan keji itu, keesokan harinya Nurwita lantas membawa jasad APN ke rumah nenek APN, di Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, dan mengatakan, APN meninggal akibat kecelakaan.

Warga yang tengah memandikan jasad APN merasa curiga dengan adanya luka lebam di sekujur tubuh balita naas itu. Kemudian, warga pun melaporkannya kepada polisi sehingga akhirnya diketahui bahwa APN tewas akibat dianianya Nurwita.
Atas perbuatannya, Nurwita turut dijerat Pasal 76C Juncto 80 Ayat 3 ayat 4 UU Nomor 35/2014 tentang perubahan UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 338 KUHP. Saat ini, Nurwita mendekam di Polres Metro Jakarta Timur dan terancam hukuman pidana 20 tahun penjara.
Selain itu, seorang balita bernama MA (2) turut menjadi korban kekejian SMD (27), di Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (25/1/2023). Diketahui, SMD merupakan kekasih VA (24), ibu MAGS. Mereka berdua saling kenal dan tinggal satu atap selama dua bulan.
Kejadian bermula ketika VA mendengar suara tangisan anaknya dari dalam kamar. Namun, pintu kamar itu dikunci dari dalam oleh SMD sehingga VA menanyakan apa sedang yang terjadi.
Setalah pintu dibuka, VA terkejut lantaran mendapati putrinya berada di atas lemari sambil muntah-muntah dan mengeluarkan cairan berwarna kuning. Kemudian, SMD pun berdalih dengan mengatakan jika MA masuk angin.
Lalu, terjadilah pertengkaran antara VA dengan SMD karena adanya luka lebam dan bekas gigitan di paha MA. Selain itu, MA masih muntah-muntah hingga dini hari dan akhirnya SMD mengantar VA bersama putrinya ke rumah orangtua VA.

Karena permasalahan hidup saat ini semakin rumit sehingga anak-anak sering menjadi pelampiasan dari rasa kecewa, rasa tertekan, bahkan amarah yang diproyeksikan ke anak (Endang Widyorini)
Kamis (26/1/2023) sekitar pukul 06.30 WIB, orangtua VA melarikan MA ke rumah sakit lantaran kejang-kejang dan melaporkannya ke Polres Metro Jakarta Barat. Pada sore harinya, VA menerima kabar jika MA meninggal dunia akibat luka serius yang dialaminya.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Haris Kurniawan mengatakan, SMD telah menganiaya anak VA hingga membuat MAGS memuntahkan cairan kuning dan berujung pada kematian. Saat melakukannya, SMD mengunci MA di dalam kamar.
"Pelaku baru saja keluar dari penjara karena kasus narkoba," kata Haris dalam keterangan resminya, Jumat (27/1/2023).
Atas perbuatannya, SMD dijerat Pasal 80 Ayat 3 UU Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 44 Ayat 3 UU Nomor 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan atau Pasal 351 Ayat 3 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Pasangan muda
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada tahun 2021, proporsi perempuan berumur 20-24 tahun yang berstatus kawin atau hidup bersama sebelum berusia 18 tahun di DKI Jakarta mencapai 4,68 persen atau sedikitnya 20.258 orang. Persentase tersebut naik dari tahun sebelumnya, yakni 1,45 persen.
Psikolog Anak Endang Widyorini menyampaikan, dalam kondisi tertekan, pasangan yang secara psikis belum siap mengasuh anak cenderung justru akan menjadikan anak sebagai pelampiasan. Dalam kondisi tertentu, anak dijadikan pelampiasan ketika menangis, merengek, ataupun anak melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh orangtuanya.

"Orang yang hamil di luar nikah ini menunjukan bahwa dia 'belum siap’ menjadi ibu. Ketidaksiapan mental membuat seseorang menjadi tidak sabar menghadapi kerepotan-kerepotan mengurus anak dan kerewelan anak," kata Endang saat dihubungi dari Jakarta.
Menurut Endang, sudah semestinya UU yang mengatur tentang perlindungan anak dapat terus disosialisasikan dan diterapkan. Apalagi, Endang melihat, ada kecenderungan di masyarakat yang berpikir bahwa anak adalah milik orangtuanya semata sehingga orangtua bebas memperlakukan anak.
"Peristiwa kekerasan pada anak dengan pelaku dari ibu atau kerabat dekat sudah ada sejak dulu. Hanya sekarang makin sering dan meningkat jumlahnya, itu karena permasalahan hidup saat ini semakin rumit sehingga anak-anak sering menjadi pelampiasan dari rasa kecewa, rasa tertekan, bahkan amarah yang diproyeksikan ke anak," kata Endang.