Pemprov DKI Jakarta Sinkronkan Data Kemiskinan Ekstrem dan Tengkes
Pemprov DKI Jakarta menyinkronkan data kemiskinan ekstrem dan tengkes agar program-program bergulir tepat sasaran.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Suasana permukiman padat di tepian Sungai Ciliwung di Manggarai, Jakarta Selatan, Senin (7/6/2021). Hunian bantaran tepi Ciliwung di wilayah Jakarta mayoritas menjadi kantong-kantong warga kurang mampu di Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memetakan dan memverifikasi data kemiskinan ekstrem agar ketahuan akar masalahnya. Dengan data tersebut, intervensi dapat berjalan tepat sasaran melalui program bantuan sosial.
Badan Pusat Statistik Jakarta mencatat posisi kemiskinan ekstrem di Jakarta per Maret 2022 mencapai 0,89 persen atau sejumlah 95.668 jiwa. Dalam survei sosial ekonomi atau susenas yang berlangsung dua kali setahun, masih ada sampel rumah tangga berpengeluaran di bawah Rp 11.633 per kapita setiap harinya atau rumah tangga yang pengeluarannya di bawah Rp 350.000 per kapita setiap bulan.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono seusai rapat terbatas bersama BPS Jakarta dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Senin (30/1/2023), di Balai Kota Jakarta, meminta BKKBN menetapkan sampel dan memastikan data yang ada di Carik Jakarta. Pendataan selalu diperbarui agar akar masalah dapat ditemukan secepatnya dan segera dilakukan intervensi yang tepat sasaran.
”Dari jumlah bantuan yang ada, seharusnya sudah tidak ada penduduk miskin ekstrem jika tidak ada pertambahan penduduk baru. Namun, ini justru sedang dicari akar persoalannya,” kata Heru.
BPS Jakarta menghitung kemiskinan ekstrem sampai level kabupaten/kota. Untuk kecamatan, kelurahan, RT, dan RW, BPS menggunakan data mikro yang sudah ada di Jakarta, yakni data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem dari Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan dan Carik Jakarta.
Kepala Bagian Umum BPS Provinsi DKI Jakarta Suryana mengatakan, karakteristik penduduk miskin ekstrem antara lain rata-rata usia kepala rumah tangga 45,5 tahun dan lulusan SMA atau sederajat. Kondisi rumahnya belum layak dengan luas lahan per kapita di bawah 8 meter persegi.
”Data mikro kami butuhkan untuk pendataan sesuai nama dan alamat. Datanya dari Carik Jakarta,” ujar Suryana.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Atika Nur Rahmania menambahkan, fenomena kemiskinan ekstrem berkelindan dengan stunting atau tengkes. Pemerintah fokus agar dapat mengintervensi masalah tersebut dalam waktu dekar agar tepat sasaran.
”Penanganan membutuhkan data yang tepat. Dari data dipetakan untuk intervensi secara preventif dan kuratif,” ujar Atika.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)
Anak-anak bermain di kawasan perkampungan nelayan padat penduduk Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (17/9/2022). Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta berkurang dari 502.000 pada Maret 2022 menjadi 494.000 pada September 2022.
Tengkes
Sinkronisasi data ini juga untuk mengatasi tengkes. Sumber datanya dari Carik Jakarta yang terkoneksi dengan Sistem Informasi Keluarga BKKBN.
Dari jumlah bantuan yang ada, seharusnya sudah tidak ada penduduk miskin ekstrem jika tidak ada pertambahan penduduk baru. Namun, ini justru sedang dicari akar persoalannya. (Heru Budi Hartono)
Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Tavip Agus Rayanti mengatakan, pihaknya mendata 68 juta penduduk pada tahun 2021 dan 37 juta keluarga tahun 2022. Tujuannya untuk menemukan warga yang punya risiko stunting.
”Dalam waktu dekat, kami akan tetapkan sampel untuk memastikan data yang ada di Carik yang sudah terkoneksi di BKKBN itu sasarannya tepat,” kata Tavip.
Data sesuai nama dan alamat akan ditautkan dengan program bantuan sosial Pemprov DKI Jakarta. Dari data itu juga akan jadi bentuk koordinasi antara daerah dan pusat.