Tangis MA Berujung Kematian di Tangan Pacar Ibunya
SMD tega menganiaya anak dari pacarnya yang masih berusia 1 tahun 9 bulan karena kesal korban sering menangis.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
AGUIDO ADRI
Polres Metro Jakarta Barat menahan SMD (27), pelaku kekerasan pada anak hingga meninggal, Jumat (27/1/2023).
JAKARTA, KOMPAS — VA (25) hanya bisa meratapi nasib atas kepergian anaknya yang masih berusia 1 tahun 9 bulan karena siksaan dari sang pacar, SMD (27). Ia tidak menyangka SMD tega menyiksa hanya karena perkara kecil.
Rabu (25/1/2023) sekitar pukul 20.00, VA yang tinggal di rumah kos di Kemanggisan, Palmerah Barat, baru saja mencuci pakaian dan langsung kembali ke kamarnya karena mendengar tangisan keras anaknya, MA. Namun, VA tidak bisa masuk karena pintu kamar dalam keadaan terkunci.
VA memohon agar SMD membuka pintu sembari terus menggedor pintu. Setelah lima menit akhirnya SMD membuka pintu. VA kaget melihat anaknya berada di atas lemari dan muntah-muntah berwarna kuning.
”Lu apain anak gue,” kata VA dengan nada tinggi sembari menyelamatkan anaknya. SMD mengelak telah menyiksa dan mengaku MA muntah karena masuk angin.
AGUIDO ADRI
Polres Metro Jakarta Barat menahan SMD (27), pelaku kekerasan pada anak hingga meninggal, Jumat (27/1/2023). Tersangka tega menganiaya karena merasa kesal korban sering menangis.
Di tengah perkelahian dengan SMD, VA menangis dan merawat anaknya yang mengalami luka lebam serta bekas gigitan di paha kanan dan kiri. Melihat kondisi anaknya yang semakin lemas dan mengalami kejang-kejang, VA membawa anaknya ke rumah sakit pada Kamis (26/1/2023) pagi. Selama dalam perawatan medis selama sekitar sembilan jam, nyawa MA tidak bisa diselamatkan karena mengalami luka dalam.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Haris Kurniawan mengatakan, hanya beberapa jam setelah menerima laporan kekerasan anak pada Kamis sore, petugas langsung menangkap pelaku di rumah kos di Kemanggisan.
”Tersangka ini tinggal serumah di kos-kosan dengan ibu korban tanpa ikatan pernikahan selama dua bulan. Di lokasi itu, kami menangkap pelaku kekerasan anak,” ujar Haris, Jumat (27/1/2023).
Dari hasil pemeriksaan, lanjut Haris, pelaku tega memukul dada dan perut korban hingga anak itu muntah-muntah. Tidak hanya itu, tersangka yang berprofesi sebagai kusir delman itu juga menggigit dan mencelupkan kepala korban ke dalam ember berisi air.
”Tersangka sering melakukan kekerasan terhadap korban. Tersangka juga punya jejak kriminal lain. Dia pernah dipenjara 5 tahun karena kasus narkoba,” kata Haris.
AGUIDO ADRI
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Haris Kurniawan (tengah) berserta jajarannya menunjukkan alat bukti dari kasus kekerasan pada anak oleh SMD (27), Jumat (271/2023). Tersangka melakukan tindakan kekerasan pada anak di rumah kos yang ditempati bersama pacarnya atau ibu dari korban.
SMD saat ditahan petugas Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat mengatakan, dirinya merasa kesal karena anak dari pacarnya terus menangis dan khilaf telah menyiksa anak itu.
”Menyesal,” kata tersangka tertunduk lesu.
Atas perbuatannya, pelaku dikenai Pasal 80 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan atau Pasal 44 Ayat 3 UU No 23/2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT) dan Pasal 351 Ayat 3 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tersangka terancam hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Ai Maryati Solihah mengatakan prihatin kasus kekerasan pada anak terus terulang. Indonesia darurat kekerasan pada anak.
”Tak seharusnya anak-anak kita menjadi korban. Kita mengutuk setiap tindak kekerasan pada anak. Ini harus menjadi perhatian bersama,” kata Ai.
Tingginya angka kekerasan anak terlihat dari data KPAI. Tercatat ada 4.683 aduan sepanjang tahun 2022. Dari jumlah itu, 2.113 aduan terkait perlindungan khusus anak, 1.960 aduan terkait lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, 429 aduan terkait sektor pendidikan dan budaya, 120 aduan terkait sektor kesehatan dan kesejahteraan, serta 41 aduan terkait pelanggaran hak kebebasan anak.
Sebanyak 65,2 persen aduan berasal dari 10 provinsi. Jawa Barat menempati jumlah pelanggaran terbanyak sebanyak 929 kasus. Lalu, DKI Jakarta 769 kasus, Jawa Timur 345 kasus, Banten 312 kasus, Jawa Tengah 286 kasus, Sumatera Utara 197 kasus, Sumatera Selatan 62 kasus, Sulawesi Selatan 54 kasus, Lampung 53 kasus, dan Bali 49 kasus.
Ai mengatakan, kluster perlindungan khusus anak sangat dominan dan jenis kasus tertingginya adalah anak menjadi korban kejahatan seksual dengan 834 kasus. Hal itu mengindikasikan anak masih rentan menjadi korban tanpa melihat latar belakang, situasi, dan lokasi.
Pada kekerasan fisik dan psikis, KPAI mencatat ada 502 kasus anak menjadi korban. Latar belakangnya seperti pengaruh negatif dari perkembangan teknologi informasi yang masif, lingkungan sosial yang permisif, lemahnya kualitas pengasuhan, kemiskinan keluarga, tingginya pengangguran, dan kondisi lingkungan yang tidak ramah anak.