Tidak Direlokasi Sementara, Pedagang Kaki Lima di Menteng Menganggur
Pemerintah Kota Jakarta Pusat merevitalisasi lokasi sementara pedagang kaki lima JP 44 di Jalan Penataran, Menteng, Jakarta Pusat. Namun, tempat untuk relokasi para pedagang tidak disediakan.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat baru saja merevitalisasi lokasi sementara pedagang kaki lima JP 44 di Jalan Penataran, Menteng, Jakarta Pusat. Sebelum revitalisasi, para pedagang mengaku tidak disediakan tempat untuk relokasi. Beberapa pedagang yang tidak memiliki biaya untuk menyewa tempat lain terpaksa tidak berjualan untuk sementara waktu.
Di lokasi sementara pedagang kaki lima (PKL) JP 44, Kamis (26/1/2023) siang, deretan kios berukuran 2 meter x 2 meter itu sudah selesai dibangun. Lokasi sementara yang direvitalisasi sejak Desember 2022 itu berjumlah 92 kios.
Deretan kios itu didominasi cat putih dengan bangunan berbahan tripleks cukup tebal. Di kios tersebut terdapat meja yang bisa dilipat, kipas, keran air, dan colokan listrik.
Lokasi tersebut merupakan tempat berjualan makanan dan minuman para PKL binaan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah (PPKUKM) Jakarta Pusat. Salah seorang penjual nasi rames di lokasi tersebut, Karta (61), mengungkapkan, semenjak lokasi itu direvitalisasi, ia tidak bisa berjualan karena dilarang dinas terkait dan tempat relokasi berjualan tidak disediakan oleh pemerintah.
Sudah lebih dari satu bulan Karta hanya bisa duduk di depan kios yang biasa menjadi tempatnya berjualan. Ia sempat berjualan minuman seperti kopi dan lainnya untuk para pekerja, tetapi tetap tidak diizinkan.
”Setiap hari saya nongkrong saja menunggu kapan kios bisa ditempati. Mau coba jualan minuman tidak boleh, saya tidak punya uang lagi karena sudah sebulan tidak jualan. Diminta untuk sabar, padahal urusan perut harus terus diisi setiap hari,” ucapnya di depan kios lokasi sementara JP 44.
Karta tidak memiliki cukup uang untuk menyewa tempat di lokasi lain. Ia dan beberapa PKL lainnya yang tidak memiliki cukup modal terpaksa meliburkan diri atau berjualan di rumah. Sementara yang memiliki modal dapat menyewa di lokasi lain.
Beberapa pedagang yang memiliki modal dapat menyewa lokasi jualan yang tidak jauh dari lokasi sementara JP 44. Salah satu pedagang ayam goreng yang berjualan 40 meter dari lokasi awal, R (50), mengatakan, sebelum lokasi tersebut direvitalisasi, para PKL baru saja membangun tenda jualan di tempat masing-masing. Hanya berumur dua bulan, tenda-tenda itu harus dibongkar untuk direvitalisasi oleh dinas PPKUKM.
”Setelah Lebaran tahun lalu, baru saja revitalisasi trotoar, tapi kami masih diizinkan jualan di ujung jalan. Setelah trotoar jadi, jualan baru beberapa bulan, tempat jualan kami direvitalisasi, tetapi tidak ada info mengenai relokasi. Beberapa bulan terakhir, mau jualan saja malah terhambat pembangunan,” ucapnya.
Kurang nyaman
Salah satu pedagang Soto, M (51), menilai, kios yang baru saja direvitalisasi terlalu kecil karena hanya berukuran 2 meter x 2 meter. Padahal, sebelumnya satu tempat jualan memiliki luas 3 meter x 3 meter. Meja yang disediakan pun terlalu kecil sehingga nantinya jarak pembeli kios satu dan sampingnya akan berdempetan.
M menyebutkan, peraturan terbaru jualan di lokasi sementara tersebut meminimalisasi pemakaian air sehingga tempat makan yang digunakan untuk satu kali makan. Padahal, dinas lingkungan hidup meminta untuk mengurangi sampah. Kondisi yang kurang nyaman itu terjadi karena tidak ada komunikasi antara para PKL dan dinas PPKUKM.
”Kami diajak rapat mendadak, diinfokan akan ada revitalisasi. Ketika rapat desain gambar sudah jadi,” ucapnya.
Sejak revitalisasi lokasi JP 44, selain tidak memiliki penghasilan, omzet beberapa PKL juga menurun drastis. R yang biasanya bisa menjual sedikitnya 10 ekor ayam per hari, kini hanya 4 ekor ayam sehari.
M yang biasa mendapat omzet Rp 1 juta per hari, kini hanya kurang dari Rp 500.000 per hari. Hal itu dikarenakan beberapa pelanggan tidak mengetahui lokasi jualan mereka yang baru. Hingga kini, para PKL tersebut menanti kapan bisa berjualan kembali ke lokasi tersebut.
Selain lokasi JP 44 yang direvitalisasi, JP 60 lebih dulu direvitalisasi sejak Oktober 2022. Beberapa pedagang di lokasi itu pun tidak direlokasi. Sebagian mencari tempat lain ataupun pulang kampung.
Salah satu penjual jus buah, Saepul (38), mengaku beberapa bulan tidak berjualan, tapi akhirnya mendapat lahan yang disediakan oleh RW setempat. Sejak lokasi JP 60 direvitalisasi pendapatannya pun turun. Sejak Senin (23/1/2023), para PKL di kios tersebut mulai jualan kembali.
Kepala Suku Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Jakarta Pusat Derliana Melinda Sagala mengungkapkan, lokasi sementara JP 44 direvitalisasi karena kios sebelumnya dinilai sudah tidak layak. Revitalisasi bertujuan agar lokasi menjadi indah dan tertata rapi. Ketika revitalisasi, PKL dilarang berjualan di lokasi tersebut.
Kini 92 kios tersebut belum bisa ditempati karena bagian dalam kios masih kosong walaupun tampilan fisik kios sudah selesai dibangun. Kios dapat ditempati para PKL akhir Februari 2023. Dinas PPKUKM saat ini masih mempersiapkan sarana dan prasarana lokasi tersebut, seperti etalase.
Dinas PPKUKM juga masih berkoordinasi untuk mendapatkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) bagi yang berkenan membantu mengisi bagian dalam kios. Revitalisasi lokasi sementara itu memakai sistem e-Katalog dengan total anggaran Rp 2,4 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta sehingga semuanya transparan.
Terkait biaya sewa, masih menggunakan retribusi lama, PKL membayar Rp 90.000 per bulan atau Rp 3.000 untuk satu hari. Usulan perubahan retribusi masih didiskusikan.
Nantinya, di lokasi sementara tersebut akan ada pusat oleh-oleh Jakarta. Semua pembayaran menggunakan QRIS, sementara untuk kuliner menggunakan alat makan sekali pakai. Di lokasi nantinya tidak akan ada aktivitas mencuci.
Lokasi sementara JP 44 disiapkan sebagai percontohan pertama di DKI Jakarta karena belum ada yang dibuat seperti itu dengan kios minimalis dan modern. Kios dibuat untuk memudahkan konsumen maupun penjual.
”Selesai makan bisa langsung membuang alat makannya. Kami coba aplikasikan di lokasi JP 44. Pedagangnya kami imbau, ada sosialisasi, dan komitmen bersama mudah-mudahan lokasi tersebut bisa menjadi contoh. Kalau lokasi JP 44 bisa berubah yang lain pasti bisa kami harapkan seperti Singapura nanti sore-sore ada live music,” ucapnya.
Pengamat ekonomi, Piter Abdullah, mengungkapkan, relokasi PKL atau penataan PKL tidak akan menjadi persoalan jika direncanakan secara matang. Selain itu, relokasi juga didukung oleh seluruh PKL dan pengelola konsisten menyediakan area relokasi yang disepakati. Jika relokasi dilakukan secara sepihak, tanpa kesepakatan menyeluruh dengan para PKL, hal itu akan menjadi persoalan.
Penataan atau relokasi PKL tidak hanya memindahkan pedagang, tetapi juga pembeli. Perencanaan yang dilakukan harus komprehensif. Umumnya pedagang melihat jangka pendek, tidak melihat jangka panjang. Hal itu yang perlu dikomunikasikan oleh pengelola dan para pedagang.
”Manfaat jangka panjangnya disampaikan kepada para pedagang. Revitalisasi untuk memperbaiki lokasi yang lama atau pengembangan lokasi baru. Niatnya baik, yang menjadi masalah tidak dilakukan secara baik. Kelemahan pemerintah sering kali di komunikasi,” ujarnya.