Pengelolaan Sampah di Pasar Tradisional Jakarta Belum Efektif
Pengelolaan sampah pada pasar-pasar tradisional di Jakarta belum dapat mengatasi masalah penumpukan sampah. Sistem pemilahan seperti bank sampah dan pengomposan di pasar-pasar tersebut belum berjalan maksimal.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank sampah dan pengomposan pada pasar-pasar tradisional di Jakarta belum efektif mengurangi penumpukan sampah. Hal ini karena pengelola pasar belum menerapkan sistem pemilahan yang layak. Padahal, lebih dari 400 ton sampah di Ibu Kota datang dari pasar-pasar itu setiap hari.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatat, dari 7.200 ton sampah yang setiap hari diantar ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, 480 ton sampah disumbang oleh pasar-pasar tradisional. Sampah jenis organik mendominasi komposisi buangan dari pasar, yakni 53,75 persen, disusul sampah kertas 14,92 persen dan plastik 14,02 persen.
Beberapa pasar tradisional berupaya untuk mengurangi sampah dengan cara memilahnya. Misalnya, di Pos Cidodol yang terletak di Jakarta Selatan, upaya pemisahan sampah berdasarkan jenis sudah dilakukan dengan menyediakan masing-masing tempat sampah. Namun, hal itu tidak berjalan dengan baik karena pedagang pasar tetap membuang sampah tanpa memperhatikan jenisnya.
Selain itu, kondisi tempat sampah pasar ini kurang memadai. Tempat sampah yang berada di belakang pasar tidak tertata dengan baik sehingga banyak sampah berserakan. Hal ini diperparah dengan banyaknya sampah kantong plastik, meski telah ada aturan pelarangan penggunaan kantong plastik sekali pakai.
Yanti (54), pedagang di Pasar Cidodol, menyediakan kantong plastik karena selalu dimintai pembeli. Pada tahun 2020 ada sosialisasi tentang pelarangan penyediaan kantong plastik di pasar tersebut. Namun, setelah berjalan beberapa minggu, aturan tersebut tidak lagi disosialisasikan. Maka dari itu, pedagang beranggapan aturan sudah tidak berlaku.
Sementara Ulfa (30), pembeli yang sering berbelanja di Pasar Cidodol, menyebutkan, tidak pernah tahu ada larangan soal penggunaan kantong plastik. Soalnya, di pasar tersebut masih banyak pedagang yang menyediakan kantong plastik untuk membungkus belanjaan. Bahkan, ada lapak yang menjual kantong plastik berukuran sedang hingga besar.
”Kalau untuk mengurangi sampah plastik, harusnya ditekankan dengan baik aturannya. Tapi, sejauh ini saya enggak pernah liat ada aturan pastinya. Kayaknya cuma bentuk sosialisasi, deh,” ujar Ulfa, yang sedang menjinjing kantong plastik besar berisi belanjaannya.
Pengelolaan sampah termasuk pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Jika melanggar, sanksinya adalah pembekuan sampai pencabutan izin.
Yogi Ikhwan dari bagian Humas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menjelaskan, untuk mengurangi sampah plastik yang banyak berasal dari pasar tradisional, Pemprov DKI menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Kebijakan ini sudah diterapkan di pasar tradisional semenjak 1 Juli 2020.
Peraturan ini melarang penggunaan kantong plastik sekali pakai di pusat perbelanjaan, toko swalayan, serta pasar tradisional. Kantong yang diwajibkan adalah kantong kain ramah lingkungan, sedangkan bungkus plastik dapat digunakan hanya untuk membungkus belanjaan. Jika ada pelanggaran, pengelola pasar akan diberi sanksi, mulai dari uang paksa hingga pencabutan izin.
”Yang kena sanksi adalah pengelola pasarnya, bukan konsumen. Untuk itu, pengelola pasar dapat mengatur konsumen atau pedagangnya agar tidak membuang sampah dengan juga menetapkan sanksi,” tutur Yogi ketika dihubungi pada Kamis (26/1/2023).
Selain aturan itu, ada Peraturan Gubernur Nomor 102 Tahun 2021 tentang Kewajiban Pengelolaan Sampah di Kawasan dan Perusahaan. Aturan ini mewajibkan seluruh kawasan, termasuk pasar, untuk mengelola sampahnya secara mandiri. Pengelolaan sampah termasuk pemilahan sampah, pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan sampah, dan pemrosesan akhir sampah. Jika melanggar sanksinya adalah pembekuan sampai pencabutan izin.
Di Pasar Pos Pengumben, Jakarta Barat, pengelolaan sampah dilakukan melalui program bank sampah dan pengomposan. Menurut Kepala Pasar Pos Pengumben Marsono, pihaknya mendedikasikan satu ruangan di pasar tersebut untuk kegiatan itu. Akan tetapi, bank sampah tersebut tidak beroperasi sedari pertengahan 2022 yang lalu.
Sementara program pengomposan sampah juga pernah dicoba dengan melibatkan para pedagang. Namun, program berhenti di tengah jalan karena sepi peminat.
Menurut Marsono, pengelolaan sampah melalui program-program tersebut belum dapat menyelesaikan masalah penumpukan sampah di pasar. Selain karena sampah yang dihasilkan per hari mencapai lebih dari 3 ton, masyarakat sekitar juga sering membuang sampahnya di pasar tersebut.
”Masalahnya, tempat sampah kami dijadikan juga pembuangan sampah dari masyarakat sekitar. Padahal, sudah ada larangannya, tapi mereka membuang pada malam hari, saat kami enggak di tempat. Akhirnya, sampah jadi penuh banget sampai tidak bisa diangkut,” kata Marsono.