Terbatas Anggaran, Pengiriman Surat Tilang ETLE Terkendala
Terbatasnya anggaran pengiriman bukti pelanggaran lalu lintas membuat Dirlantas Polda Metro Jaya hanya mengirim sekitar 800 surat tilang per hari. Padahal, pelanggaran lalu lintas mencapai 12.000 orang per hari.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengakui anggaran untuk mengirim surat bukti pelanggaran lalu lintas secara elektronik atau electronic traffic law enforcement atau ETLE terbatas. Pelanggaran lalu lintas dapat mencapai 12.000 orang per hari, tetapi pihaknya hanya mampu mengirim sekitar 800 surat tilang per hari ke rumah pelanggar.
Berdasarkan pantauan Kompas di wilayah Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat, Rabu (25/1/2023), masih terlihat beberapa pengendara sepeda motor yang tidak memakai helm. Beberapa dari pelanggar merupakan seorang penumpang. Mereka lantas menutupi wajah dan bersembunyi di punggung pengemudi saat melewati wilayah pantauan kamera ETLE.
Seorang warga Jakarta Pusat, Nugroho (25), mengatakan pernah melanggar aturan lalu lintas di wilayah Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat, sekitar tiga minggu yang lalu. Namun, hingga sekarang, ia belum mendapatkan surat tilang. Meskipun begitu, ia tetap khawatir jika suatu saat surat tanda nomor kendaraan (STNK) miliknya tiba-tiba terblokir lantaran dianggap belum membayar uang pelanggaran.
Hal serupa juga dialami Mutia Anggraini (29). Bulan lalu ia pernah tidak menggunakan helm saat menjadi penumpang ojek daring di malam hari. Meskipun begitu, ia tidak mendapatkan pesan dari pengemudi ojek. Ia pun menganggap pengemudi ojek tersebut tidak mendapatkan tilang.
Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Latif Usman mengatakan, biaya pengiriman setiap surat tilang mencapai Rp 6.300 menggunakan jasa PT Pos Indonesia. Apabila dikalkulasi dengan asumsi 12.000 pelanggaran per hari, biaya surat tilang yang dikirim ke rumah pelanggar totalnya bisa mencapai Rp 75,6 juta per hari. Sementara dalam 30 hari, total biaya pengiriman diperkirakan bisa mencapai Rp 2,26 miliar.
Ia menyebut, jumlah pelanggaran lalu lintas yang mencapai 12.000 orang per hari sudah terjadi sejak tahun 2019. Artinya, masyarakat masih butuh kesadaran mengenai pentingnya menaati aturan lalu lintas.
Meski dana pengiriman bukti tilang terbatas, Polda Metro Jaya akan menambah sekitar 70 kamera ETLE pada tahun ini sehingga total menjadi 127 titik. Namun, jumlah titik kamera ETLE tersebut dinilai masih belum cukup untuk mengawasi jalan raya di Jakarta yang mencapai 7.800 kilometer.
Latif menambahkan, meskipun banyak masyarakat yang telah dikirim surat tilang, sejumlah pelanggar masih ada yang tidak membayar denda. Oleh karena itu, jika masyarakat tidak membayar denda atau tidak melakukan konfirmasi, pihaknya akan memblokir STNK pelanggar.
”Pembayaran denda pelanggaran lalu lintas itu tidak masuk ke kas Pemprov DKI, tetapi masuk ke kas negara melalui kejaksaan. Adanya penambahan kamera ETLE untuk menekan jumlah pelanggaran lalu lintas yang berkontribusi mendorong terjadinya kecelakaan lalu lintas,” ujar Latif.
Adapun selama tahun 2022, jumlah pelanggaran lalu lintas mencapai 670.546 pelanggaran. Sementara jumlah kecelakaan di wilayah hukum Polda Metro Jaya mencapai 10.494 dengan kerugian material mencapai Rp 19,4 miliar. Sementara itu, korban tewas mencapai 707 orang, luka berat 1.712, dan luka ringan mencapai 10.124 orang.
Memanfaatkan surel secara maksimal
Pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto, mengatakan, sistem tilang elektronik memerlukan biaya yang relatif besar. Selain biaya kamera pemantau dan perangkat back office, biaya untuk mendukung kegiatan bersifat teknis, seperti mengirim surat pelanggaran, juga diperlukan.
Terkait penambahan kamera pengawas di 70 titik, Budiyanto berharap ada penyempurnaan sistem yang didukung teknologi. Pengiriman surat klarifikasi ke pelanggar juga dapat menggunakan web atau surel yang sudah disiapkan.
”Banyaknya pelanggar dengan anggaran terbatas mengakibatkan terganggunya mekanisme tilang ETLE. Seingat saya, dalam sistem ETLE sudah dipersiapkan sarana komunikasi melalui web dan e-mail. Bisa jadi penagihan melalui web atau e-mail belum dimanfaatkan secara maksimal. Seharusnya sarana itu dapat digunakan untuk mengirim surat tilang agar pelanggar juga dapat menjawab melalui sarana tersebut,” kata Budiyanto.
Budiyanto melanjutkan, membangun disiplin lalu lintas merupakan tanggung jawab bersama para pemangku kepentingan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan, termasuk pemda, Jasa Marga, dan para pemangku kepentingan lainnya. Oleh karena itu, Polda Metro Jaya dapat bekerja sama dengan pemda untuk terkait masalah operasional sistem ETLE.
”APBD Pemprov DKI Jakarta cukup besar, yakni sekitar Rp 82 triliun per tahun, tinggal bagaimana komunikasi Polda Metro Jaya dengan Pemerintah Provinsi DKI dan DPRD untuk mengalokasikan dukungan anggaran pengembangan sistem ETLE,” ujar Budiyanto.
Menurut Budiyanto, dengan dukungan dan kerja sama yang baik antar-pemangku kepentingan, sistem ETLE dapat segera diakselerasikan untuk meninggalkan tilang manual. Sistem ETLE yang dapat bekerja secara otomatis dapat menghindari penyalahgunaan wewenang berupa pungutan liar.
”Cara-cara manual perlahan harus ditinggalkan dengan mempersiapkan sistem yang didukung oleh teknologi atau sistem yang sudah ada disempurnakan dengan maksimal,” katanya.