Berkaca dari Kasus Wowon, Perlindungan Pekerja Migran Kian Mendesak
Terhitung sejak tahun 2016, komplotan Wowon menyasar orang-orang yang memiliki rekam jejak sebagai tenaga kerja wanita. Mereka memberikan sejumlah uang dengan harapan dapat bertambah berkali-kali lipat.
JAKARTA, KOMPAS — Penipuan dan pembunuhan oleh komplotan Wowon yang menyasar pekerja migran, terutama tenaga kerja wanita, mencerminkan masih minimnya edukasi dan literasi keuangan TKW. Dibutuhkan segera kebijakan pemerintah yang berorientasi pemberdayaan, perlindungan, dan peningkatan literasi keuangan bagi para pahlawan devisa itu sehingga mereka tidak lagi rentan menjadi korban eksploitasi.
Dari sembilan korban tewas di tangan Wowon Erawan alias Aki (60), Solihin alias Duloh (63), dan MDS alias Dede (35), enam orang pernah menjadi TKW. Mirisnya, sebagian besar dari mereka memiliki hubungan kedekatan dengan Wowon, yakni sebagai istri, mertua, hingga anak tiri.
Keenam korban tewas itu ialah Halimah, Ai Maemunah (40), Siti, Farida, Noneng, serta Wiwin. Komplotan Wowon mendekati para perempuan mantan TKW itu dengan iming-iming dapat memberikan kesejahteraan, kesuksesan, serta kekayaan melalui kemampuan supranatural.
Terbaru, dalam pengembangan kasus ini, polisi sedang menyelidiki kematian Halimah, istri Wowon yang dinikahi pada 2013. Halimah yang pernah bekerja di Arab Saudi, 2011, meninggal pada 2016. Polisi tengah memastikan apakah kematiannya terkait dengan aksi komplotan Wowon sebagaimana diakui oleh Solihin alias Duloh. Dalam waktu dekat, polisi akan membongkar kuburan Halimah atau ekshumasi.
Ketua Asosiasi Tenaga Kerja Migran Republik Indonesia (Astakira) Kabupaten Cianjur Ali Hildan mengatakan, pekerja migran indonesia (PMI) merupakan kelompok rentan. Hal itu karena minimnya perlindungan terhadap PMI pada aspek hukum, sosial, dan ekonomi, baik sebelum berangkat, saat berada di luar negeri, maupun saat kembali ke Tanah Air.
”Hal itu sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia. Pemerintah, baik itu Kementerian Ketenagakerjaan, Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, maupun para duta besar Indonesia, seharusnya hadir untuk PMI. Tak usah pandang bulu, mau itu legal atau ilegal, mereka harus dilihat sebagai warga negara Indonesia,” kata Ali, Selasa (25/1/2023), saat dihubungi dari Jakarta.
Kasus Halimah
Terkait pendalaman kasus Halimah, Misbah (40), adik Halimah, menyampaikan, kakaknya meninggal pada 2016 karena sakit keras. Namun, tidak diketahui secara pasti sakit yang apa diderita Halimah saat itu. Pihak keluarga mencurigai Wowon. Sebab, sejak Halimah jatuh sakit hingga mengembuskan napas terakhir dan dikubur di Desa Karangtanjung, Kecamatan Cililin, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, sosok Wowon sama sekali tidak terlihat.
”Sebelum meninggal, Halimah merintih dan terus menyebut nama Wowon. Sambil memegangi perutnya yang membesar secara tak wajar, Halimah mempertanyakan keberadaan Wowon. Katanya, ’kok Wowon jahat sekali tidak pernah menengok saya dan dia bawa kabur uang saya’,” kata Misbah saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (25/1/2023).
Dari keterangan Misbah, ternyata Halimah pernah menjual rumahnya di Kampung Sudi Mampir, Desa Kademangan, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, seharga Rp 30 juta. Kepada Misbah, Halimah juga mengaku sebagian besar uang hasil penjualan rumah itu telah diberikan kepada Wowon.
Sementara kepada polisi, Duloh mengaku bahwa dirinyalah yang membunuh Halimah. Belum diketahui secara pasti bagaimana Duloh membunuh karena pihak keluarga menyaksikan sendiri bagaimana Halimah mengembuskan napas terakhir.
Namun, Misbah menuturkan, sebelum jatuh sakit yang berujung pada maut, Halimah sempat menemui Duloh di Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Cianjur. Untuk memastikan penyebab kematian Halimah dan membuktikan pengakuan Duloh, polisi akan melakukan ekshumasi atau pembongkaran makam Halimah.
”Polda Metro kemarin sudah mendatangi keluarga. Mereka meminta izin dengan surat pernyataan persetujuan dari keluarga untuk membongkar makam Halimah. Kami siap dan kami berharap semoga bisa diusut sampai tuntas,” lanjut Misbah.
Misbah menambahkan, Halimah pernah berangkat ke Arab Saudi menjadi TKW pada tahun 2011. Keputusan itu diambil Halimah yang telah menjadi single parent beranak lima selama delapan tahun setelah bercerai dengan Ahal.
Setelah dua tahun berada di perantauan, Misbah menyebut, uang hasil jerih payah Halimah tidak jelas digunakan untuk apa dan Halimah seakan menutupi sesuatu dari keluarganya. Halimah pun makin tertutup ketika menikah dengan Wowon yang oleh keluarga Halimah pernikahan tersebut sebenarnya tidak direstui.
Syarif Hidayat (33), anak Halimah, mengatakan, ibunya sempat menawarkan investasi kepada seseorang yang identitasnya dirahasiakan. Meski menurut Halimah orang tersebut dapat melipatgandakan uang yang diberikan kepadanya, Syarif tidak tertarik.
Setelah beberapa bulan Halimah meninggal, Wowon, yang tidak pernah menunjukkan batang hidungnya saat istrinya menderita sakit, secara tiba-tiba mengejutkan keluarga Halimah dengan menikahi anak tirinya, yakni Ai Maemunah. Kedekatan mereka rupanya terendus saat Halimah dalam kondisi sakit-sakitan.
Puncaknya, Maemunah tepergok saat sedang berbicara dengan seseorang yang menurut Misbah adalah Wowon. Dalam percakapan itu terdengar bahwa Maemunah memanggil nama Wowon dengan sebutan ”bos”.
”Waktu ibu meninggal, kakak saya (Ai Maemunah) sedang teleponan sama orang gitu. Tapi pas ditanya, ia menghindar, terus pindah tempat. Waktu saya minta kontak Wowon sama Teh Ai, bilangnya enggak punya. Eh, tiba-tiba, setelah 40 hari lebih ibu enggak ada, mereka nikah," ujar Syarif.
Didin (41), mantan suami Ai Maemunah, menceritakan, dirinya bercerai dengan Maemunah setelah mantan istrinya itu kembali ke Tanah Air seusai menjadi TKW di Oman pada tahun 2015. Selama dua tahun bekerja di negeri orang, uang hasil jerih payahnya itu diberikan kepada Halimah, yang kala itu telah menikah dengan Wowon, dan tidak jelas digunakan untuk apa.
Tidak jelas uang-uangnya ke mana. Katanya diberikan ke ibunya. Saya tidak pernah menerimanya sepeser pun.
”Itu juga salah satu alasan saya bercerai karena mantan istri saya waktu itu tidak jujur. Tidak jelas uang-uangnya ke mana. Katanya diberikan ke ibunya. Saya tidak pernah menerimanya sepeser pun,” ujar Didin.
Selain itu, Wowon ternyata sempat meminjam uang kepada rentenir atas nama Maemunah sebesar lebih dari Rp 25 juta. Hal itu kemudian membuat Maemunah dan Wowon tinggal secara mengontrak dan berpindah-pindah. Meski kepada keluarganya Maemunah mengaku tinggal di Bandung, selama tiga tahun terakhir mereka masih berada di Cianjur.
Baca juga: Komplotan Wowon Jalankan Modus Penipuan seperti MLM
Salsa (13), anak Maemunah dengan Didin, menambahkan, selama tinggal dengan Wowon, ibunya hanya diberi uang Rp 500.000 per bulan. Maemunah yang tinggal bersama lima anaknya itu pun akhirnya menggantungkan perekonomian keluarga pada dua anak lelakinya dari Didin yang bekerja di sebuah pabrik konfeksi.
Selang enam tahun menikah dengan Wowon, nyawa Maemunah pun turut direnggut. Pada Kamis (12/1/2023), Maemunah beserta dua anaknya, Riswandi (17) dan Ridwan (23), tewas akibat diracun di sebuah kontrakan di Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
Kasus keracunan di Bekasi itu sekaligus menjadi titik awal pengungkapan serentetan kasus pembunuhan oleh komplotan Wowon selama beberapa tahun silam. Maemunah dan kedua putranya itu dipastikan tewas akibat menenggak racun berjenis pestisida. Kandungan zat beracun tersebut ditemukan pada cairan kopi, jasad korban, sisa muntahan, kotoran korban, dan sisa bakaran sampah bungkus pestisida di lokasi kejadian.
Dikubur di halaman
Mantan TKW lainnya, Noneng dan Wiwin, yang juga menjadi korban lain dari trio pembunuh berantai itu, tewas pada 2021. Jasad mereka ditemukan terkubur di halaman rumah Duloh di Kampung Babakan Mande, Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Cianjur, Kamis (19/1/2023).
Menurut pengakuan Dedi (45), tetangga Wowon dan Duloh, jasad ibu dan anak itu terpendam di dalam liang berukuran 1 meter x 2 meter dan ditutup dengan coran berlapis. Saat liang itu digali, Dedi bersama lima warga lainnya menemukan sepasang kerangka manusia berselubung sarung dengan posisi badan meringkuk dan menghadap ke satu arah yang sama.
”Kaget, ternyata itu tulang manusia. Awalnya, saya kira itu tulang ayam karena setahu saya, Duloh pernah pelihara ayam dan waktu bikin lubang katanya untuk septic tank,” ucap Dedi.
Kepala Desa Pakuhaji, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Heni Wartini mengatakan, kedua korban itu merupakan warganya yang pada tahun 2021 sempat dilaporkan hilang. Dari keterangan keluarga mereka, Wiwin dan Noneng berpamitan ke Cianjur untuk memeriksakan mata.
”Katanya, tahun 2020 Noneng pergi ke luar kota. Lalu, tahun 2021 kembali ke kampung terus pergi lagi bareng anaknya, Wiwin. Katanya, mereka pamit untuk berobat mata,” kata Heni.
Diketahui, Wiwin adalah mantan istri Wowon yang menikah pada tahun 1989. Kemudian, keduanya bercerai setelah Wiwin menjadi TKW di negeri jiran pada tahun 2000-an. Dari pernikahannya itu, Wiwin dan Wowon dianugerahi dua anak.
Noneng juga pernah menjejakkan kakinya di negeri orang dengan menjadi TKW pada 1992. Namun, tidak lama kemudian ia kembali ke Tanah Air dan menjadi ibu rumah tangga.
Dari keterangan tersangka, kedua perempuan itu tewas di tangan Duloh. Secara bergantian, Noneng dan Wiwin dibawa ke rumah Duloh oleh Wowon dengan sepeda motor untuk melakukan ritual tertentu. Keduanya dibunuh dengan cara dicekik menggunakan sehelai kain setelah diminta untuk membaringkan tubuhnya.
Selanjutnya, polisi menyebutkan Siti dan Farida sebagai TKW yang turut menjadi korban pembunuhan Wowon cs. Siti tewas setelah menceburkan diri di perairan Bali dari atas KM Marina pada 2021. Lalu, jasadnya dikebumikan oleh keluarganya di Garut, Jawa Barat, dan sempat dianggap sebagai kematian yang wajar.
Baca juga: Korban Berpotensi Bertambah, Ada Sosok Misterius Lain di Kontrakan Farida
Berbeda dengan Siti, jasad Farida ditemukan terpendam di sebuah kontrakan di Kampung Babakan Curug, Desa Kertajaya, Kecamatan Ciranjang, Cianjur. Menurut keterangan warga, sosok Farida tidak terlihat lagi sesaat sebelum perpindahan Wowon, Duloh, dan Dede pada akhir 2021 dari kontrakan tersebut.
”Ada dua perempuan yang tinggal di sini. Solihin (Duloh) ngakunya itu anaknya semua. Tapi, hanya ada satu orang yang pamit dan itu perempuannya beda lagi, badannya lebih besar,” ujar Dedi Somantri (39), pemilik kontrakan.
Banyak aduan
Berkaca dari banyaknya TKW yang menjadi korban penipuan dan pembunuhan komplotan Wowon, Ali Hildan mengatakan, peran pemerintah dalam melindungi pekerja migran Indonesia (PMI) mendesak direalisasikan. Sepanjang 2022, misalnya, Astakira Cianjur menerima banyak pengaduan terkait masalah yang dihadapi PMI. Sepanjang 2022, terdapat 183 laporan kasus yang dihadapi para PMI dengan kurun waktu paling lama 20 tahun.
Ali menyebut, kebanyakan PMI mengalami kendala berupa gaji yang tidak dibayarkan. Selain itu, ada kasus lainnya, seperti terjerat hukum pidana, menderita penyakit, kecelakaan lalu lintas, korban tindakan kriminal, tinggal melebihi masa berlaku visa, hingga hilang kontak dengan keluarga.
Kalau ditanya, siapa sih yang mau jadi PMI? Mereka bahkan ada yang sampai tujuh kali kembali karena dorongan kebutuhan ekonomi. Ketika literasi dan pemberdayaan dilakukan, seharusnya mereka mendapat pelatihan kewirausahaan dengan tujuan agar mereka punya modal untuk berangkat. Itu hak, tapi meminimalkan permasalahan.
”Mereka kebanyakan berangkat dari latar belakang ekonomi menengah ke bawah. Jadi PMI karena ingin membantu ekonomi keluarga. Rata-rata lulusan SD atau SMP yang lalu menjadi PMI ketika berusia 20 sampai 30-an,” jelas Ali.
Ali turut menilai, pemberdayaan maupun edukasi terkait literasi keuangan kepada para calon PMI belum terlaksanakan. Hal itu kemudian membuat beberapa PMI terjerat penipuan oleh oknum-oknum yang secara umum berkedok investasi, asmara, atau iming-iming gaji besar. Pada tahun 2021, misalnya, Astakira menerima laporan dua orang tertipu modus asmara. Sementara tahun 2022 ada tiga orang tertipu modus investasi.
Maka dari itu, bagi Ali, para pahlawan devisa ini perlu mendapatkan edukasi dan sosialisasi, khususnya tentang literasi keuangan. Dengan demikian, para PMI dapat meminimalkan risiko terjebak bujuk rayu atau iming-iming yang tidak masuk akal.
Baca juga: Polisi Selidiki Kematian Halimah, Salah Satu Istri Wowon di 2016
”Kalau ditanya, siapa sih yang mau jadi PMI? Mereka bahkan ada yang sampai tujuh kali kembali karena dorongan kebutuhan ekonomi. Ketika literasi dan pemberdayaan dilakukan, seharusnya mereka mendapat pelatihan kewirausahaan dengan tujuan agar mereka punya modal untuk berangkat. Itu hak, tapi meminimalkan permasalahan,” ujar Ali.