Lokasi Dipindahkan, PKL Sekitar Grand Indonesia Kecele
PKL di sekitar kawasan mal Grand Indonesia dan Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, dipindahkan. Hal itu menjadi kesempatan pemerintah menata ulang mereka. PKL menilai ini menjadi cara halus menggusur mereka.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian pedagang kaki lima atau PKL di sekitar kawasan Mal Grand Indonesia dan Mal Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, dipindahkan dari tempat biasa berjualan. Ratusan PKL diminta libur berjualan selama tiga hari sejak 8-10 Januari 2023. Kejadian itu menjadi kesempatan pemerintah untuk menata ulang ratusan PKL yang selama ini dinilai mengganggu akses pejalan kaki dan kendaraan bermotor.
Di depan lobi barat Mal Plaza Indonesia, Jumat (20/1/2023) pukul 21.30, tidak ada lagi PKL yang mendirikan tenda di bahu jalan dan menjajakan kuliner. Ratusan PKL yang berjualan di sekitar Kali Cideng itu ditertibkan. Kawasan yang ditertibkan hanya sekitar 100 meter dari tikungan di depan lobi barat Mal Plaza Indonesia dan Grand Indonesia. Selain lokasi tersebut, PKL masih berjualan di lapaknya masing-masing.
Berjalan di Jalan M Mashabi satu arah itu pada malam hari tidak lagi terasa sesak seperti biasanya. Sebelum ada penertiban PKL, melintas di jalan itu hanya bisa dilewati satu mobil dengan kondisi macet. Tenda-tenda PKL beserta bangku makan yang berjejer tidak lagi mengokupasi jalan tersebut.
Sekitar pukul 22.00, puluhan PKL yang biasa berjualan di tempat tersebut mulai berdatangan. Mereka diizinkan berjualan di atas pukul 22.00 hingga pukul 05.00. Namun, sebagian PKL memilih pindah di lokasi lain seperti di sekitar gang Kebon Kacang atau bahu jalan dekat Thamrin City. PKL yang datang di atas pukul 22.00 terlihat bingung ingin menaruh gerobak jualan di lokasi itu.
Cara halus mengusir PKL. Padahal ayah saya sudah jualan dari tahun ’90-an baru kali ini PKL di kawasan Grand Indonesia digusur.
Salah satu PKL yang ditertibkan, Ahmad Fauzi (23) penjual Soto Ranjau, mengatakan, PKL di sekitar kawasan Grand Indonesia dan Plaza Indonesia diinfokan untuk tidak berjualan selama tiga hari karena ada tamu penting sehingga kondisi jalan harus steril. Hal itu dijadikan kesempatan pemerintah untuk menertibkan para PKL.
”Cara halus mengusir PKL. Padahal ayah saya sudah jualan dari tahun ’90-an baru kali ini PKL di kawasan Grand Indonesia digusur. Sekarang hanya bisa berjualan di atas jam 10 malam, tidak bisa jualan siang hingga sore hari. Kalau malam sekali sedikit pembelinya,” ujarnya.
Akibat penertiban PKL itu, omzetnya menurun drastis. Biasanya ia mendapatkan Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta, kini hanya Rp 200.000. Fauzi tidak masalah jika harus dipindahkan ke tempat lain, tetapi hingga kini PKL yang ditertibkan belum mendapat kepastian untuk berjualan. Sementara mereka hanya bisa berjualan di atas pukul 22.00.
”Sebagian PKL sudah dapat tempat di lokasi lain dan bisa jualan siang hari. Saya juga mau pindah, tapi diminta sabar untuk penentuan lokasi. Mau sabar bagaimana, uangnya sudah tidak ada. Ditambah saya harus membayar uang harian Rp 19.000 dan bulanan Rp 300.000,” katanya. Selain uang harian dan bulanan, Fauzi juga diharuskan membayar uang sewa lapak Rp 3,5 juta.
Omzet turun juga dirasakan pedagang lainnya yang tidak ditertibkan, Adnan Alaudin (25), penjual es kuwut di gang Kebon Kacang. Pendapatannya turun dari Rp 3,5 juta menjadi Rp 1,6 juta. Akibat penertiban PKL, para pembeli semakin berkurang karena sebagian orang mengira PKL di sekitar Grand Indonesia tidak lagi berjualan. Padahal sebagian hanya pindah tempat dan pindah jam saja.
Seorang pembeli, Irma Agustina (31), mengeluhkan kondisi jalanan yang malah dikuasai PKL karena menghambat perjalanannya saat melintas di kawasan itu. ”Ramai sekali sampai setengah jalan raya dipakai untuk parkir motor ataupun gerobak jualan. Bagus ditertibkan, tapi harus ada tempat pengganti yang layak untuk PKL,” ucapnya.
Di lokasi yang sama, Sabtu (21/1/2023) sekitar pukul 11.00-12.00, di seberang lobi barat Mal Plaza Indonesia itu sudah tidak ada sama sekali PKL yang berjualan. PKL yang berjualan hanya di sepanjang jalan gang Kebon Kacang.
Ketua RW 004 Kelurahan Kebon Kacang, Kecamatan Tanah Abang, Jakarta Pusat, Tri Waskito Aji mengungkapkan, sejumlah pihak sudah sejak lama mengeluhkan padatnya PKL di sekitar kawasan Mal Plaza Indonesia dan Mal Grand Indonesia. Mulai dari pihak mal, pemerintah, dan masyarakat sekitar mengeluhkan kepadatan PKL yang mengganggu akses pejalan kaki dan kendaraan bermotor.
”Ketika diliburkan selama tiga hari, banyak pihak yang melihat kondisi itu lebih baik dan lebih baik dilanjutkan. Solusi jangka pendek, PKL yang ditertibkan berjualan ketika mal sudah tidak beraktivitas atau pindah ke tempat lain. Beberapa PKL yang tidak ditertibkan sementara masih aman sebelum ada aturan pemda yang berlaku,” ujar laki-laki yang akrab disapa Ito itu saat ditemui Sabtu (21/1/2023).
Ito menyebutkan, PKL di kawasan tersebut jumlahnya semakin banyak semenjak beberapa makanan dan minuman di kawasan itu viral di media sosial. Para pemuda yang siaga di kawasan tersebut dinilai kebablasan menerima sejumlah PKL untuk berjualan.
”Saat ini, pemuda yang siaga di lapangan sudah saya informasikan sudah ditata dan diatur. Kami telah diskusi, kompensasinya nantinya per 1 Februari 2023, 20 pemuda menjadi bagian pengamanan eksternal Mal Plaza Indonesia dan Grand Indonesia untuk menertibkan kawasan tersebut. Mereka digaji oleh pihak mal,” katanya.
Ditata
Sejak dua tahun lalu, wacana mengenai relokasi PKL di kawasan itu sudah direncanakan bahkan sudah ada desain lokasi perencanaan. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak kunjung merealisasikan hal itu. Relokasi direncanakan akan dibuat kantin minimal dua lantai di atas Kali Cideng.
”PKL di sini sadar mengganggu akses pejalan kaki dan kendaraan bermotor, tapi kondisinya sudah melampaui batas kalau tidak ditata,” ujar Ito. Terkait uang harian dan tahunan sudah disepakati sesuai dengan jenis makanan atau minuman yang dijual.
Kami menginginkan Jakarta yang lebih cantik dan lebih baik sehingga setara dengan kota-kota lainnya di dunia yang menjadi salah satu pilihan destinasi yang menunjang Jakarta sebagai kota Metropolitan.
Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah DKI Jakarta Elisabeth Ratu Rante Allo mengatakan, pihaknya sedang mencari tempat baru yang tidak jauh dari tempat berdagang awal untuk penataan dan pengelolaan PKL yang lebih baik. Ia bersama pemangku kepentingan wilayah setempat sedang mendata dan memverifikasi data lama yang sudah ada.
”Kami menginginkan Jakarta yang lebih cantik dan lebih baik sehingga setara dengan kota-kota lainnya di dunia yang menjadi salah satu pilihan destinasi yang menunjang Jakarta sebagai kota metropolitan. Bisa jadi destinasi belanja, investasi, dan pariwisata. Kota Jakarta harus menjadi kota layak huni buat warganya,” ucapnya.
Relokasi PKL, menurut pengamat ekonomi Piter Abdullah, tidak akan menjadi persoalan jika direncanakan secara matang. Selain itu, relokasi juga didukung oleh seluruh PKL dan pengelola konsisten menyediakan area relokasi yang disepakati. Jika relokasi dilakukan secara sepihak, tanpa kesepakatan menyeluruh dengan para PKL, hal itu akan menjadi persoalan.
”Relokasi tidak hanya memindahkan pedagang, tetapi juga pembeli. Perencanaan yang dilakukan harus komprehensif. Harus ada sosialisasi ke pembeli, akses pembeli untuk ke tempat yang baru juga sudah dipertimbangkan,” katanya.
Tidak semua pedagang mau direlokasi karena akan ada dampak negatif kepada mereka seperti kehilangan pembeli. Umumnya pedagang melihat jangka pendek, tidak melihat jangka panjang. Hal itu yang perlu dikomunikasikan oleh pengelola dan para pedagang.
”Kasih tahu manfaat jangka panjangnya disampaikan kepada para pedagang. Relokasi untuk memperbaiki lokasi yang lama atau pengembangan lokasi baru. Relokasi niatnya baik, yang menjadi masalah tidak dilakukan secara baik. Kelemahan pemerintah sering kali di komunikasi,” ujarnya.