Rekam Jejak Wowon dan Duloh, Dikenal Ramah dan Taat Beribadah
Dalam kehidupan bermasyarakat, sosok Wowon dan Duloh dikenal jarang berinteraksi secara intens. Sejumlah warga merasa terkejut saat mengetahui terdapat jasad manusia dikubur di halaman rumah mereka.
CIANJUR, KOMPAS – Warga Desa Gunungsari, Kecamatan Ciranjang, Cianjur, Jawa Barat, tidak menyangka terdapat tiga mayat yang dikubur di sekitar rumah Wowon Erawan alias Aki (60) dan Solihin alias Duloh (63). Di mata para tetangga, mereka dikenal sebagai pribadi yang ramah dan minim bersosialisasi.
Pada Kamis (19/1/2023), polisi menetapkan Wowon, Duloh, dan M Dede Solehudin (35) sebagai dalang kasus pembunuhan berantai. Pembunuhan berantai itu terungkap setelah polisi mendalami kasus satu keluarga yang awalnya diduga keracunan di Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dari hasil penyidikan sementara, ketiga pelaku telah menghabisi nyawa sembilan korban, yakni Ai Maemunah (40), Ridwan Abdul Muiz (23), dan MR (17) di Bekasi; Noneng, Wiwin, Bayu, dan Farida di Cianjur; Siti yang jasadnya dibuang ke laut dan dikubur di Garut, Jawa Barat; serta satu korban lain yang diduga Halimah (mantan istri Wowon sekaligus ibu dari AM).
Garis polisi melintang di rumah Wowon dan rumah Duloh yang terpisah dengan jarak sekitar 100 meter, Jumat (20/1/2023). Dari jalan setapak yang menjadi akses menuju rumah dua tersangka pembunuhan berantai itu, tampak dua galian lubang berukuran 1 meter x 2 meter di halaman rumah mereka. Di kedua liang tersebut, polisi menemukan dua kerangka manusia dan satu jasad bocah.
”Saya kaget. Setahu saya, Duloh orangnya baik dan sering ke masjid. Jadi, enggak percaya juga kalau ternyata seperti itu,” kata Rita Nurul (54), warga Desa Gunungsari.
Ia menyampaikan, Wowon dan Solihin cenderung tidak banyak berbicara dengan tetangga sekitar dan jarang menempati rumahnya. Baik Duloh maupun Wowon, lanjut Rita, hanya terlihat sesekali kembali ke rumah dalam kurun waktu satu bulan sekali. Selebihnya, mereka lebih sering di luar rumah lantaran sibuk bekerja.
Rita yang sudah bertempat tinggal di Gunungsari selama 25 tahun menambahkan, Solihin merupakan warga asli Gunungsari dan telah lebih dulu menempati rumah yang kini bergaris polisi sebelum dirinya. Sementara Wowon merupakan pendatang dari Cimahi, Jawa Barat, dan telah tinggal di Gunungsari sejak 2005 semenjak menikah dengan Iis.
Dari tiga korban yang jasadnya ditemukan di dua rumah tersangka itu, para tetangga mengaku tidak mengenalnya. Jasad para korban itu antara lain Noneng dan Wiwin yang ditemukan di dalam satu liang di samping rumah Solihin. Lalu, ada juga Bayu, bocah berusia dua tahun yang jasadnya ditemukan di rumah Wowon.
”Waktu polisi datang, saya ikut masuk ke dalam rumah Solihin dan Wowon. Ternyata, kok, ada mayat yang dikubur di rumahnya, saya kaget. Total, ada dua lubang yang dibongkar selama dua jam kira-kira. Lubangnya berlapis bata, jadi agak lama prosesnya,” tutur Rita.
Saat memasuki rumah mereka, Rita tidak melihat adanya benda-benda mencurigakan. Lalu, kondisi rumah mereka, kata Rita, dalam keadaan rapi dan bersih.
Baca juga: Tangan Tak Terlihat dalam Kasus Sembilan Pembunuhan
Dua bersaudara
Ketua RW 002 Desa Gunungsari Dedi Setiadi mengatakan, Wowon dan Duloh memiliki hubungan saudara. Mereka bersaudara setelah Wowon menikah dengan Iis (40). Diketahui, Duloh merupakan paman dari Iis. Meski berkerabat, Dedi mengaku tidak pernah melihat Wowon dan Duloh terlibat dalam komunikasi secara intens.
Kalau kesehariannya, Wowon cukup terbuka. Dia tidak pernah membuat masalah dengan warga. Waktu ketemu hanya bertanya soal dagangan buahnya di tepi jalam di daerah Cibeber.
Selama menjabat ketua RW selama 9 tahun, Dedi menyebutkan, kedua sosok tersebut minim bersosialisasi lantaran kerap bekerja di luar Desa Gunungsari. Bagi Dedi, Duloh merupakan pribadi yang dikenal alim lantaran kerap ke masjid untuk shalat Subuh.
”Setahu saya, dia berjualan cincau di Bantargebang, Bekasi. Bergaul dengan masyarakat hanya ketika pulang ke rumah saja. Tapi, itu pun cenderung pendiam orangnya, jarang berbicara,” ujar Dedi.
Sebaliknya, Dedi beberapa kali pernah berkomunikasi dengan Wowon sekalipun hanya bertegur sapa saat bertemu di jalan. Kepada Dedi, Wowon mengaku menyukai kesenian tradisional, seperti silat dan jaipong.
”Kalau kesehariannya, Wowon cukup terbuka. Dia tidak pernah membuat masalah dengan warga. Waktu ketemu hanya bertanya soal dagangan buahnya di tepi jalam di daerah Cibeber,” kata Dedi.
Selain itu, Dedi juga beberapa kali melihat Wowon berganti-ganti sepeda motor. Meski jarang berinteraksi dengan warga sekitar, lanjutnya, Wowon turut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat dengan menyediakan konsumsi dan rokok bagi warga yang kerja bakti.
Pada Selasa (17/1/2023) dini hari, polisi menangkap Wowon dan Duloh di kediamannya. Sementara pada Kamis (18/1/2023), polisi turut menemukan adanya jasad korban pembunuhan di halaman rumah kedua tersangka tersebut dan di sebuah kontrakan di Desa Kertajaya.
”Tidak menyangka sama sekali mereka melakukan hal itu. Kemungkinan semua yang dikubur itu orang luar. Kalau ada dari warga sini, pasti langsung melapor,” ujar Dedi.
Iis (40), istri Wowon, mengatakan, setiap hari Wowon pergi-pulang bekerja di sebuah pabrik beras. Kepada istrinya, Wowon berpamitan bekerja pada malam hari dan akan kembali pada subuh keesokan harinya.
”Percaya aja, dia bilangnya ke saya kerja di pabrik beras. Dari pagi sampai sore di rumah. Tidak ada yang aneh dengan suami saya, biasa gitu,” ucap Iis kepada wartawan.
Selama ini, Iis tidak tahu jika lubang yang berada di samping rumahnya berisi jasad bocah berusia dua tahun bernama Bayu. Setahu Iis, lubang tersebut dibuat oleh Wowon untuk tangki septik.
”Saya tahu kalau ada lubang di samping rumah. Suami saya bilang untuk saluran air. Baru tahu sekarang kalau ternyata ada jenazah yang katanya anak suami saya dengan istri yang lain di dalamnya. Kalau tahu begitu, mah, saya enggak mau,” kata Iis.
Dari pernikahannya dengan Wowon pada 2005, Iis memiliki dua anak. Terkait pernikahan Wowon dengan perempuan lain, Iis mengaku tidak tahu-menahu.
Supranatural
Polisi turut menguak modus ketiga tersangka yang telah menghabisi enam orang di luar Bekasi. Kepada sejumlah korbannya, ketiga tersangka mengaku dapat memberikan kesuksesan dan kesejahteraan melalui kemampuan supranatural.
Baca juga: Praktik Penipuan Berbuah Sembilan Pembunuhan
Begitu korban menyerahkan sejumlah hartanya kepada para pelaku, pelaku menghabisi para korban, bahkan saksi-saksi yang mengetahui praktik tersebut.
”Setelah dapat korban, ambil uang korban, ketika enggak sukses dan protes, Wowon lapor ke Duloh. Duloh yang mengeksekusi dengan kasih minum racun. Orang yang tahu juga dikasih racun,” ujar Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Mohammad Fadil Imran (Kompas.id,19/1/2023).
Terdapat peran masing-masing di antara ketiganya, yakni Wowon dan Duloh selaku pemilik kemampuan supranatural yang dapat melipatgandakan uang. Sementara Dede bertugas menghimpun uang dari para korban yang berasal dari kalangan tenaga kerja wanita di luar negeri.
Berdasarkan keterangan warga setempat, Wowon diketahui bekerja di sebuah pabrik beras di Bekasi. Namun, ada pula warga lain yang mengetahui bahwa Wowon adalah seorang pedagang buah. Sementara Duloh sehari-hari bekerja sebagai penjual cincau di Bekasi.
Rika Nurul (54), tetangga Duloh, menceritakan, pernah beberapa kali Duloh menyembuhkan anak-anak sekitar yang demam dan tidak bisa tidur. Anak-anak tersebut, lanjutnya, sembuh setelah diberikan air minum yang telah diberi mantra tertentu.
”Jadi, ada anak-anak yang sakit gitu, demam, atau juga enggak bisa tidur. Begitu dikasih air yang sudah dijampi-jampi, mereka sembuh. Waktu itu lewat rumahnya juga sempat tercium bau menyan,” ucap Rika.
Terdapat pula salah satu warga sekitar yang disembuhkan oleh Duloh setelah kakinya terpatuk ular. Saat itu, Duloh mengoleskan ludah pada tangannya yang kemudian dioleskan pada bagian kaki warga yang terpatuk ular. Setelah itu, warga tersebut sembuh.
Di sisi lain, Ujang Zaenal Mustofa (54), tetangga Duloh yang rumahnya bersebelahan, menceritakan sempat bergejala mirip keracunan setelah meminum sebungkus kopi hitam saset. Bungkus kopi hitam itu, lanjut Ujang, ditemukan di atas pagar rumahnya menjelang maghrib pada Sabtu (14/1/2023).
”Ada tetangga yang bilang, dikiranya kopi saya. Di sini saya, kan, juga ada warung dan jualan kopi. Begitu meminumnya, saya merasa pusing, tangan dan kaki juga bergetar. Setelah itu saya dirujuk ke rumah sakit dan dirawat selama empat hari,” tutur Ujang.