LRT Jabodebek dipastikan siap beroperasi komersial Juli 2023. Pekerjaan rumah yang mesti segera diselesaikan adalah mengintegrasikan layanan LRT dengan angkutan pengumpan untuk memudahkan pergantian moda dan perjalanan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menjelang operasi komersial LRT Jabodebek pada Juli 2023, pengamat mengingatkan LRT Jabodebek untuk memperhatikan integrasi dengan moda lain guna mempermudah pergerakan penumpang. LRT Jabodebek memastikan, upaya berintegrasi dengan moda lain sebagai angkutan feeder dilakukan.
Ketua Forum Perkeretaapian dan Angkutan Antarkota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Aditya Dwi Laksana, Rabu (18/1/2023), mengingatkan, LRT Jabodebek integrasi dengan moda angkutan lain perlu dikerjakan. ”Jangan sampai seperti MRT Jakarta fase 1 terulang,” katanya.
Sebelumnya, saat MRT Jakarta fase 1 hendak beroperasi komersial, integrasi antara MRT dan moda lain menjadi masalah. Integrasi tidak ada sehingga dikerjakan belakangan.
Kepala Divisi LRT Jabodebek PT KAI Mochamad Purnomosidi, di depo LRT Jabodebek, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (17/1/2023), menjelaskan, LRT Jabodebek berusaha semua stasiun LRT Jabodebek terintegrasi dengan baik dengan moda angkutan umum lain. LRT Jabodebek memperhatikan aspek angkutan feeder atau pengumpan menuju dan dari stasiun.
Untuk feeder penumpang, LRT Jabodebek, menurut dia, sudah melakukan roadshow ke Pemerintah Daerah Bekasi, Pemprov DKI Jakarta, juga Pemerintah Kota Depok, agar angkutan umum yang ada di sekitar stasiun bisa ditambah atau di-rerouting.
”Kami sudah mendapatkan kepastian akan dilakukan rerouting,” kata Purnomosidi.
Rerouting layanan angkutan umum di sekitar stasiun, menurut Purnomosidi, akan dilakukan saat operasi uji coba atau trial run pada Mei 2023. Dari rerouting layanan, diharapkan tiga atau empat angkutan bisa masuk stasiun LRT, terintegrasi, dan memberikan kemudahan perpindahan antarmoda bagi penumpang.
LRT Jabodebek, kata Purnomosidi, juga mendapatkan arahan dari Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir maupun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi supaya penumpang mendapatkan standar pelayanan yang sama saat perpindahan moda.
”Di LRT pakai kereta yang AC, jangan sampai nanti naik bisnya tidak AC, naik angkutan kotanya tidak AC. Ini juga sama, kami diskusikan dengan teman-teman Organda dan Kepala Dinas Perhubungan,” ujarnya.
Pengamat transportasi Djoko Setijawarno mengingatkan betul LRT Jabodebek mesti memastikan setiap pemerintah daerah yang dilewati LRT Jabodebek melakukan rerouting layanan. Tentunya juga ada penambahan armada untuk keperluan rerouting layanan.
Purnomosidi melanjutkan, untuk kepentingan integrasi antarmoda, juga untuk meningkatkan ridership, LRT Jabodebek berupaya menggandeng pengelola pusat keramaian, seperti pusat perbelanjaan ataupun pengelola perumahan. Pengelola pusat perbelanjaan atau pengelola perumahan bisa menyediakan angkutan bus ulang alik menuju stasiun-stasiun LRT.
Kerja sama dengan pengelola ini salah satunya yang sudah hampir selesai adalah kerja sama dengan Jababeka ke Stasiun Jatimulya. Juga sedang dijajaki pembahasan dengan Summarecon untuk penyiapan bus ulang alik ke Stasiun Bekasi Barat.
”Ini kita kembangkan terus ke stasiun kita. Kita pantau kita lihat, mana yang ada perumahan dan pusat keramaian sehingga bisa memberikan shuttle ke kita,” kata Purnomosidi.
LRT Jabodebek juga bekerja sama dengan PT Moda Integrasi Transportasi Jabodebek (MITJ), yaitu membangun jembatan penyeberangan multiguna (JPM) di Stasiun Dukuh Atas. Lantai 1 JPM menjadi jembatan untuk orang berjalan kaki dan di lantai 2 adalah komersial area yang terkoneksi dengan KAI Commuter Stasiun Sudirman.
”Yang terakhir adalah dengan Taman Mini dan juga dengan Jasamarga. Kita membuat tempat untuk lifestyle, di situ nanti begitu turun penumpang bisa ngopi bisa kuliner bisa berkegiatan yang berbasis UMKM,” katanya.
Ia berharap, kerja sama pengangkutan pengumpan, hingga gaya hidup akan menjadi daya tarik sendiri untuk penumpang.
Terpisah, dari situs resmi Kementrian Perhubungan disebutkan, untuk memastikan kesiapan operasional LRT Jabodebek dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Kementerian Perhubungan RI bekerja sama dengan dua perusahaan konsultan asal Inggris, The Crossrail International dan PT Mott Macdonald Indonesia.
Kerja sama tersebut tertuang dalam komitmen kerja sama (cooperation of commitment/COC) antara Kemenhub dengan PT Mott Macdonald Indonesia dan The Crossrail International. Kerja sama itu ditandatangani pada Senin (16/1/2023) dan disaksikan langsung Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia dan Timor Leste Owen Jenkins.
”Kedua proyek ini sedang menuju tahap akhir konstruksi, dan diharapkan kerja sama ini akan memastikan operasional kedua moda transportasi tersebut dapat dilakukan pada tahun ini dengan tingkat keselamatan yang baik,” ujar Budi Karya.
Menhub Budi Karya mengatakan, Inggris merupakan salah satu negara yang memiliki pengalaman yang baik dalam membangun infrastruktur perkeretaapian dengan berbagai teknologi dan inovasinya. ”Pengetahuan, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki dapat kita manfaatkan untuk melakukan transfer knowledge dan alih teknologi di bidang perkeretaapian,” tutur Budi Karya.
Kedua proyek, baik LRT Jabodebek maupun Kereta Cepat Jakarta-Bandung, sama-sama menggunakan teknologi yang tinggi. LRT Jabodebek dikembangkan dengan Communication-Based Train Control (CBTC) dan sistem Grade of Automation (GoA) level 3 yang memungkinkan LRT Jabodebek dioperasikan tanpa masinis. Sementara itu, Kereta Cepat Jakarta-Bandung menggunakan teknologi GSM-R yang merupakan pertama kalinya digunakan di Indonesia.