Masyarakat Urban Gandrungi Ruang Terbuka yang Dilengkapi Kafe
Sejumlah warga Jakarta mulai meninggalkan mal dan beralih ke tempat-tempat ruang terbuka yang dibarengi dengan kafe atau restoran.
JAKARTA, KOMPAS — Pascapandemi Covid-19, sejumlah warga Jakarta cenderung memilih tempat berkumpul di ruang-ruang terbuka untuk rekreasi. Konsep ruang terbuka dibarengi dengan kafe atau restoran mulai digemari. Mereka mengaku mulai meninggalkan mal dan beralih ke tempat-tempat tersebut.
One Satrio di Jalan Mega Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan, salah satunya. Area ini menawarkan konsep ruang terbuka dan berbagai macam gerai kekinian dengan kebersihan dan penataan seperti di mal. Pada Senin (16/1/2023) pukul 13.00-15.00, tempat tersebut cukup ramai dikunjungi.
Ada yang datang untuk makan ataupun minum di gerai yang tersedia, berswafoto di ruang terbuka dengan desain Instagramable, mengajak bermain binatang peliharaannya, bermain di tempat bermain anak, ataupun sekadar santai menikmati ruang terbuka hijau.
Area dengan luas sekitar 3,6 hektar itu buka pukul 08.00-22.00 secara gratis. Pengunjung dapat merasakan suasana berbeda di tengah hiruk pikuk Jakarta karena letak One satrio dikelilingi oleh gedung-gedung perkantoran dan mal-mal besar Ibu Kota. Berjarak 1-3 kilometer dari tempat tersebut terdapat Mal Ambasador, Lotte Shopping Avenue, Kuningan City, ITC Kuningan, dan Plaza Festival.
Salah seorang warga Kalibata, Jakarta Selatan, Utari Diah (31), mengungkapkan, One Satrio menjadi tempat favoritnya saat ini karena tempat tersebut didominasi ruang terbuka. Ia sengaja datang membawa anaknya untuk menikmati area bermain yang disediakan secara gratis. Ia sengaja datang pada hari kerja karena akhir pekan dinilai terlalu ramai.
”Tempat seperti ini kalau bisa lebih diperbanyak lagi. Selama pandemi saya memang lebih sering mengunjungi ruang terbuka yang ada tempat bermainnya dan mulai meninggalkan mal. Akhir pekan ramai sekali, kalau bisa tempat bermainnya ditambah,” ujarnya.
Baca juga: Kisah Tiga Mal di Blok M yang Berbeda Nasib
Senada dengan Utari, Angela (32), warga Cawang, Jakarta Timur, menilai, tempat tersebut lebih menarik daripada mal. Area bermain yang ada di mal, menurut dia, kurang baik untuk anaknya karena tidak bebas menghirup udara dan terkena sinar matahari.
”Area bermainnya bagus dan gratis. Kalau lapar bisa langsung cari gerai makan sekitar sini,” katanya.
Deputy General Manager PT Jakarta Setiabudi Internasional Risnanty K Putri mengungkapkan, lahan tanah miliki PT Jakarta Setiabudi Internasional itu awalnya akan digunakan untuk membangun perkantoran, apartemen, hotel, dan ritel. Namun, karena pandemi pembangunan itu tertunda dan dialihkan untuk membangun area ritel sementara dengan kurun waktu 15 tahun.
”Kondisi Covid-19 menunjang untuk membuka ruang terbuka hijau. Menurut rencana memang dibuka bukan untuk bangunan yang besar seperti mal, tetapi ritel yang lebih kecil. Dibuat dengan dominan ruang terbuka sambil menunggu serta melihat tren ekonomi dan permintaannya seperti apa,” kata Risnanty.
Area yang diresmikan pada Desember 2022 itu dikonsepkan untuk memfasilitasi ruang komunitas. Berbagai macam fasilitas disediakan, seperti jogging track, pet park, dua arena bermain anak, Wi-Fi gratis, dan tempat sampah berkelanjutan.
”Kami mau menjadikan One Satrio sebagai rumah para komunitas. Kami mengupayakan menyediakan berbagai fasilitas, yang berbayar hanya shower room dan loker untuk pesepeda. Jadi, bisa titip sepeda, mandi, langsung berangkat kerja,” ucapnya.
Selain dapat menikmati fasilitas yang disediakan gratis, pengunjung juga dapat menikmati berbagai macam gerai makanan dan minuman. Risnanty menyebutkan, saat ini 86 persen gerai sudah terisi, tinggal dibuka saja.
Penyewa yang ada juga diklaim telah terkurasi. Gerai disewakan dengan durasi minimal tiga hingga lima tahun dengan segmentasi pemasaran untuk kalangan menengah ke atas.
Salah satu pengunjung lainnya, Andika (21), menilai gerai makanan yang ada di One Satrio cukup mahal. Ia sebagai mahasiswa hanya bisa menikmati ruang terbuka dan sekadar foto-foto saja.
”Mahal banget, minimal bawa uang Rp 50.000 untuk minum saja. Makanya saya bawa makanan dan minuman dari luar,” ujarnya.
Ruang terbuka dibarengi dengan kafe atau restoran lainnya ada di Urban Forest Cipete, Jakarta Selatan. Area itu didominasi dengan pohon yang dikonsepkan sebagai hutan kota. Pada Senin (16/1/2023) pukul 11.00-12.30, area itu cukup ramai dikunjungi. Tak sebanyak gerai yang ada di One Satrio, gerai di Urban Forest hanya ada beberapa.
Baca juga: Secuil Hijau yang Menyelamatkan
Area yang dibuka sejak 3 September 2022 itu dapat dikunjungi secara gratis. Berbeda dengan One Satrio yang menyediakan tempat bermain anak secara gratis, tempat bermain di Urban Forest Cipete berbayar dengan durasi dua jam Rp 85.000 per anak. Hal ini dikarenakan tempat bermain anak bekerja sama dengan pihak lain.
Pihak manajemen operasional Urban Forest Cipete menyebutkan, area seluas 1,7 hektar itu memang untuk komersial. Gerai yang ada di tempat tersebut kerja sama dengan cara bagi hasil.
”Bangunan awal dari kami, bagi hasil selama masa kontrak tergantung kerja sama. Minimal 3-5 tahun,” ucap anggota staf manajemen operasional Urban Forest Cipete yang enggan disebut namanya.
Sama dengan One Satrio, Urban Forest Cipete juga diperuntukkan kalangan menengah ke atas. Beberapa gerai yang ada menjual minuman dengan harga minimal Rp 50.000. Sedangkan makanan dijual dengan harga lebih dari Rp 70.000.
Urban Forest Cipete dibangun karena kebutuhan akan ruang terbuka meningkat pacapandemi. Area yang hanya berjarak 2 kilometer dari Stasiun MRT Cipete Raya itu kini masih dalam tahap pembangunan. Beberapa pekerja ada yang masih membetulkan jalan dan rumput.
Tren ke depan
Pengamat tata kota Nirwono Joga mengungkapkan, pascapandemi Covid-19 kebutuhan ruang terbuka meningkat. Hal ini dikarenakan agar masyarakat bisa menjaga prokes dan udara terbuka yang lebih segar. Aktivitas tersebut ditangkap oleh pengelola kuliner karena masyarakat telah kembali ingin berkumpul dan berinteraksi dengan sejawatnya di tempat atau ruang publik yang aman.
Konsep kafe, restoran, atau warung terbuka/semiterbuka pun dikembangkan untuk melayani keinginan warga tersebut. Konsep itu telah menjadi tren di kota-kota besar dunia yang ingin kembali atau merindukan keberadaan ruang terbuka untuk berkumpul dengan rasa aman dan nyaman.
”Tren ini akan terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan di berbagai kota dan tempat wisata di seluruh dunia sebagai bentuk adaptasi pascapandemi Covid-19,” ucapnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira mengungkapkan, pasca-PPKM dicabut, masyarakat akan terdorong mengeluarkan belanja lebih banyak untuk makanan dan minuman di luar rumah, seperti restoran, warung, dan kafe.
Perkantoran yang mulai penuh setelah sebelumnya banyak melakukan WFH, ikut menyumbang omzet pelaku usaha di sektor kuliner. Menurut Bhima, pola konsumsi masyarakat memang berubah, ketimbang membeli pakaian jadi, pendapatan digunakan untuk membeli makanan di restoran.
Tren ini akan terus berkembang dalam beberapa tahun ke depan di berbagai kota dan tempat wisata di seluruh dunia sebagai bentuk adaptasi pascapandemi Covid-19. (Nirwono Joga)
Alhasil, fungsi tempat perbelanjaan cenderung memuaskan kebutuhan kuliner. Apalagi tren media sosial juga turut menyumbang kenaikan minat masyarakat mencicipi aneka kuliner yang sedang menjadi perbincangan di dunia maya.
”Ke depan banyak mal akan mulai mengubah menjadi pusat kuliner hingga rekreasi keluarga. Sementara tenant pakaian jadi diperkirakan mulai berkurang,” katanya.
Menurut Bhima, konsep ruang terbuka dibarengi dengan kafe bisa dioptimalkan dengan varian kuliner yang ditawarkan semakin beragam. Peluang usaha waralaba makanan minuman pun memiliki pasar yang semakin luas. Selain itu, pemanfaatan pusat kuliner juga dapat mengadakan ajang festival dan konser musik.
”Kreativitas dari tenant dan pengelola untuk memberikan pengalaman lebih bukan sekadar tempat makan biasa,” ujarnya.