Aksi SW yang sudah berlangsung sejak 2016 bisa lancar dan menjerat banyak korban karena memanfaatkan relasi yang sudah ia bangun dengan ”brand” Double Dipps. SW pernah menjadi mitra waralaba Doubel Dipps.
Oleh
AGUIDO ADRI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat mengungkap kasus penipuan investasi fiktif senilai Rp 19,6 miliar. Dalam aksinya, tersangka mengatasnamakan pemilik perusahan waralaba Double Dipps untuk menjerat korban.
Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Komisaris Besar Pasma Royce mengatakan, Satuan Reserse Kriminal Polres Jakarta Barat telah menangkap pelaku investasi fiktif itu, yakni SW (37) dan IA (31). Penipuan itu sudah dilakukan sejak 2016 silam. Adapun total korban yang terjerat mencapai setidaknya 15 korban.
”Kerugian korban ada yang Rp 374 juta dan paling besar mencapai Rp 8,5 miliar. Total kerugian mencapai Rp 19,6 miliar. Pelaku SW mengaku sebagai pemilik waralaba Double Dipps untuk menjerat dan korban percaya sehingga mau berinvestasi. Dengan mengatasnamakan Doubel Dipps, SW juga melakukan penipuan investasi kartu kredit, pegadaian, dan koperasi. Semua investasi itu fiktif,” ujar Pasma, Jumat (13/1/2022).
Dalam menjalankan aksinya, kata Pasma, SW berperan sebagai pencari investor sekaligus pengelola investasi dengan menjanjikan keuntungan besar. Sementara IA, sebagai staf administrasi yang mentransfer keuntungan kepada investor dengan membuka lima rekening berbeda.
Aksi SW bisa lancar dan menjerat banyak korban karena memanfaatkan relasi yang sudah ia bangun dengan brand Double Dipps. SW diketahui pernah menjalin kerja sama kemitraan waralaba Double Dipps dengan PT Sinar Harapan Abadi. Kerja sama kontrak itu berlangsung selama lima tahun dari 2011-30 September 2016.
Berdasarkan penyelidikan, SW melihat peluang untuk mencari keuntungan pribadi dari kemitraannya bersama PT Sinar Harapan Abadi. Sebelum tanggal kontrak berakhir, tepat pada Maret dan berlanjut Agustus 2016, SW bersama rekannya, IA, mulai menjaring calon investor salah satunya kepada VS.
Tersangka menawarkan keuntungan 25 persen per tahun yang dituangkan dalam perjanjian kontrak selama 12 bulan. Saat kontrak berakhir, modal investor dijanjikan dikembalikan 100 persen.
Sejak 2016 hingga Maret 2022, SW meluaskan aksi penipuannya berupa investasi fiktif kartu kredit, koperasi, dan pegadaian. Para investor tergiur dengan penawaran dan keuntungan investasi yang ditawarkan oleh SW.
”Dalam perjanjian kontrak, SW membuat surat palsu menggunakan logo brand Doubel Dipps untuk meyakinkan korban. Sampai akhirnya, berturut-turut pada Juli 2021, Maret 2022, dan Mei 2022, tersangka tidak bisa memberikan keuntungan investigasi Doubel Dipps, kartu kredit, koperasi, dan pegadaian kepada sejumlah investor,” kata Pasma.
Salah satu korban (VS) akhirnya melaporkan kasus itu kepada polisi kerena curiga dan harus membayar tagihan kartu kredit menggunakan uang pribadi.
Atas tindakan penipuan investasi fiktif, SW dan IA dikenakan Pasal 378 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat 1 dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.
Kecolongan
Kepala Legal PT Sinar Harapan Abadi Zairin menuturkan, pihaknya merasa kecolongan atas kasus investasi fiktif yang mencatut usaha waralaba Double Dipps.
”Tersangka punya hubungan waralaba 2011-2016. Setelah 2016, tersangka tidak bisa dihubungi. Ternyata kami ketahui tersangka sudah melakukan kegiatan dari 2016, artinya kami kecolongan dan kami tidak tahu dia melakukan kegiatan ini tanpa sepengetahuan kami sampai sedemikian rupa perbuatannya,” kata Zairin.
Zairin menjelaskan, bisnis PT Sinar Harapan Abadi melalui Double Dipps bergerak di waralaba donat, minuman dan bakeri. Pihaknya tidak pernah melakukan kegiatan investasi atau menawarkan investasi kepada siapa pun.
Sejumlah korban, kata Zairin, pada 2022 pernah datang dan meminta klarifikasi terkait dengan investasi kepada perusahaan. Namun, menurut Zairin, kedatangan sejumlah korban terlambat.
”Andai kata mereka verifikasi lebih awal sebelum menanamkan investasi, saya yakin kejadian ini tidak terjadi. Tersangka bukan pemilik perusahaan. Namanya tidak ada dalam badan pendiri perusahaan, bukan pemegang saham, bukan direksi PT Sinar Harapan Abadi. Sertifikat merek Double Dipps bukan atas nama tersangka,” ujar Zairin.
Sementara itu, Analisis Kerja Sama Kementerian Perdagangan Rangga Adiguna mengatakan, penyelenggara waralaba wajib memiliki legalitas yang disebut surat tanda pendaftaran waralaba (STPW). Usaha Doubel Dipps tercatat dalam data Kementerian Perdagangan sebagai pemberi waralaba dalam negeri yang dipegang oleh PT Sinar Harapan Abadi.
STPW PT Sinar Harapan Abadi terbit 13 November 2013-November 2018 sehingga waralaba Doubel Dipps dapat menyelenggarakan atau menawarkan sistem waralaba selama masa berlaku STPW.
”Di dalam penyelenggaraan waralaba tidak ada kegiatan investasi, hanya ada kegiatan perdagangan dan dikembangkan dengan sistem waralaba, seperti bidang usaha kafe, restoran, dan sejenisnya kepada mitra. Penyelenggaraan investasi itu dilarang dalam izin STPW,” ujar Rangga.
Rangga mengatakan, untuk mencegah terjadinya penipuan investigasi fiktif, warga harus aktif mencari informasi perusahan, izin usaha, dan jenis bidang usaha.
Analisis Eksekutif dan Sekretariat Satuan Tugas Waspada Investigasi Otoritas Jasa Keuangan Irhamsyah mengatakan, warga jangan begitu saja percaya dengan iming-iming keuntungan besar investigasi tanpa mengetahui informasi dan pengetahuan terkait cara, legalitas, dan logisitas.
”Kita harus cek izin, pemilik, legalitasnya hingga terdaftar di institusi resmi, seperti Kementerian Perdagangan. Begitu pula semua jenis usaha, jenis koperasi dan pegadaian harus cek kebenarannya. Jangan asal percaya jika ada yang menawarkan atau tergiur iming-iming keuntungan,” ujarnya.
Bila ditarik dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2018 mencapai Rp 126 triliun.
Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada periode 1 Januari hingga 1 Desember 2022, ditemukan total transaksi investasi ilegal mencapai Rp 35 triliun.
Satuan Tugas Waspada Investasi (SWI) mencatat total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal pada 2022 mencapai Rp 112,2 triliun, meningkat berlipat-lipat dari catatan kerugian investasi ilegal pada 2021, yaitu sebesar Rp 2,54 triliun.
Pada tahun itu juga lebih banyak kasus investasi bodong yang terungkap dan ditangani aparat penegak hukum. Kerugian masyarakat berasal dari berbagai modus investasi ilegal, seperti money game, investasi forex bodong, gadai ilegal, multilevel marketing (MLM) ilegal, dan robot trading ilegal.
Salah satu alasan investasi bodong melonjak pada 2022 adalah pelaku memanfaatkan ekonomi yang sedang bangkit kembali pascapandemi. Bila ditarik dalam kurun waktu lima tahun terakhir, kerugian masyarakat akibat investasi ilegal sejak 2018 mencapai Rp 126 triliun.