Sampah pesisir Jakarta didominasi sampah plastik dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Sampah itu masuk ke laut, sebagian terperangkap, sebagian terempas ombak, lalu menggunung di pantai.
Oleh
STEFANUS ATO
·5 menit baca
Sampah plastik di wilayah pesisir Jakarta belum tertangani. Setiap hari, paling sedikit 10 ton sampah diangkut dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Upaya pembersihan kerap tak berdampak ketika gelombang sampah terus muncul, terapung, dan terempas ombak ke pesisir.
Puluhan perahu berjejer di muara Banjir Kanal Timur (BKT), Rabu (11/1/2023) sore. Perahu kayu milik warga Kampung Nelayan Marunda Kepu, Cilincing, Jakarta Utara, itu hanya berlayar saat pagi hari hingga siang hari sampai pukul 14.00.
Nelayan yang hidup di wilayah perbatasan Jakarta dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, itu, saat mentari condong ke barat, bakal berkejaran dengan waktu dan menantang gelombang agar segera kembali ke pesisir muara BKT. ”Kalau sudah telanjur sore dan air laut mulai surut, perahu kami terjebak. Harus tarik pakai tambang,” kata Agus (60) nelayan Kampung Marunda Kepu, Rabu sore.
Perahu nelayan tak bisa berlama-lama di laut lantaran muara BKT dipadati sampah plastik, eceng gondok, dan endapan lumpur. Jika mereka terlambat kembali ke daratan, perahu tak bisa melaju karena baling-baling mesin penggerak perahu kerap terlilit sampah atau dasar perahu terperangkap lumpur.
Sampah di muara BKT tak hanya memenuhi dasar kanal. Sampah itu juga menumpuk di tepian hingga pesisir. Tumpukan sampah plastik bercampur eceng gondok yang menumpuk pada Rabu sore itu panjangnya lebih kurang 50 meter.
Pembersihan tiap hari
Sampah yang menumpuk di muara BKT sebenarnya rutin dibersihkan oleh petugas dari Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Pembersihan dilakukan setiap hari menggunakan peralatan seadanya dan serba manual, seperti cangkrang dan keranjang.
Di muara BKT, Marunda Kepu, proses pembersihan melibatkan satu regu yang beranggotakan tujuh personel. Mereka setiap pagi mulai membersihkan sampah di pesisir Teluk Jakarta itu hingga sore hari.
”Satu hari sampah yang terkumpul rata-rata 1,5 ton. Sampah ini, sampah baru karena tiap hari kami tangani. Tetapi, habis dibersihkan, besok muncul lagi," kata Supendi, Koordinator Lapangan Pesisir Jakarta Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Kalau lagi musim barat, sampah yang kami kumpulkan bisa lebih dari 10 ton.
Upaya pembersihan sampah di pesisir Jakarta jadi kewenangan Suku Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. Saat ini, ada tiga regu dengan jumlah anggota setiap regu tujuh personel. Tiga regu itu setiap hari bertugas memantau dan membersihkan sampah di wilayah pesisir Jakarta.
Sumber sampah di pesisir Jakarta didominasi oleh sampah plastik yang hanyut bersama aliran air dari 13 sungai yang bermuara di Teluk Jakarta. Sampah dari sungai itu masuk ke laut, lalu sebagian terperangkap di dasar laut bersama endapan lumpur, dan sebagian lagi terempas ombak, lalu menggunung di tepi pantai.
”Saat musim barat, sampah yang hanyut di tengah laut, kembali ke darat semua. Kalau lagi musim barat, sampah yang kami kumpulkan bisa lebih dari 10 ton,” kata Supendi.
Dari 13 sungai itu, sampah plastik paling banyak masuk ke Teluk Jakarta melalui sejumlah sungai di Bekasi dan Tangerang Banten. Sampah dari Bekasi biasanya memenuhi pesisir Jakarta saat musim angin barat. Adapun sampah dari wilayah Tangerang biasanya masuk ke pesisir Ibu Kota saat musim angin timur.
53 juta metrik ton
Masalah sampah di wilayah perairan merupakan persoalan global. Dari riset berjudul Predicted Growth In Plastic Waste Exceeds Efforts To Mitigate Plastic Pollution yang terbit di Jurnal Science pada 17 September 2020 menyebut, 19 hingga 23 juta ton atau 11 persen sampah plastik yang dihasilkan secara global masuk ke ekosistem perairan pada 2016.
Dalam penelitian yang ditulis oleh penulis utama Stephanie B Borrelle dari University of Georgia, Amerika Serikat, jumlah sampah plastik yang masuk ke ekosistem perairan pada 2016 itu, model penghitungannya dari 173 negara, termasuk di Indonesia. Penghitungan tersebut dilakukan dengan cara mengintegrasikan pertumbuhan populasi, jumlah sampah tahunan per kapita, dan proporsi plastik dalam sampah.
Selain itu, prediksi juga dihitung dari proporsi sampah yang tidak dikelola dengan baik. Peneliti menyimpulkan bahwa kemungkinan sampah plastik masuk ke ekosistem perairan semakin besar pada wilayah dengan pengelolaan sampah yang buruk dan dekat dengan sungai atau laut.
Guru besar bidang Pencemaran dan Toksikologi Laut Universitas Hasanuddin, Makassar, Akbar Tahir, yang juga menyusun riset tersebut mengatakan, dalam jurnal yang telah terbit, prediksi sampah plastik di perairan pada 2030 tercatat sebanyak 53 juta metrik ton. Namun, setelah dihitung ulang, angka prediksi sampah plastik mencapai 61 juta metrik ton.
”Angka prediksi sampah plastik 61 juta metrik ton ini dihasilkan jika tidak ada upaya sungguh-sungguh setiap negara dalam menangani sampah plastik. Jadi, penanganan sampah harus maksimal di atas 90 persen, baru bisa direduksi sampah yang masuk ke laut secara signifikan,” katanya, (Kompas, 18/9/2020).
Adapun di Teluk Jakarta, berdasarkan riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Muhammad Reza Cordova dan Intan Suci Nurhati, diketahui, kalau setiap hari rata-rata 97.098 buah sampah masuk ke Teluk Jakarta dari sembilan sungai dengan bobot rata-rata 23 ton per hari. Dari jumlah tersebut, sekitar 59 persen merupakan sampah plastik, (Scientific Reports, 10/12/2019).
Dari hasil riset yang ditulis Haifa H Jasmin dan kawan-kawan (Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis IPB University, April 2019), disebutkan bahwa kecepatan arus permukaan laut di Teluk Jakarta tergolong rendah, yaitu 0-4 meter per detik. Anggota tim penulis riset itu, Widodo S Pranowo, mengatakan, kondisi itu terjadi karena arus yang dominan di Teluk Jakarta adalah arus yang dibangkitkan oleh pasang dan surut.
”Karena arusnya hanya bolak-balik, material sampah akan tersangkut di pantai utara Jakarta, terjebak,” ucap Widodo yang juga peneliti pada Kementerian Kelautan dan Perikanan, (Kompas, 12/12/2019).