Heru Budi: Pembahasan dan Penyiapan ERP Melalui Tahapan Panjang
Untuk bisa menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik (ERP), Pemprov DKI memerlukan regulasi berupa perda yang saat ini masih dibahas. Penerapannya pun memerlukan tahapan yang panjang.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·3 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Heru Budi Hartono, Penjabat Gubernur DKI Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memaparkan, untuk bisa menerapkan kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing/ERP, diperlukan proses pembahasan dan penyiapan. Proses itu dijelaskan Heru Budi cukup panjang.
”Sekarang masih dalam proses di DPRD untuk pembahasan raperda,” kata Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (11/1/2023). Menurut Budi, untuk bisa menerapkan kebijakan ERP, diperlukan regulasi atau landasan hukum.
Adapun pembahasan itu terdiri atas beberapa tahapan. ”Nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai kewenangan masing-masing, terus jadi peraturan daerah atau perda,” kata Heru Budi.
Untuk bisa diterapkan, jelas Heru Budi, setelah terbit Perda tentang ERP, masih akan diikuti pembahasan untuk diterbitkan aturan turunan. Aturan itu bisa berbentuk peraturan gubernur, bisa juga berbentuk keputusan gubernur.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pekerja tengah menyiapkan penggunaan gerbang jalan berbayar (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/11/2018). ERP direncanakan berlaku mulai 2019 dan akan menggantikan pembatasan kendaraan dengan sistem ganjil genap.
Setelah proses itu, menurut Heru Budi, tahapan berikutnya adalah pembahasan untuk proses bisnis. Proses bisnis itu di antaranya membahas badan usaha yang mengelola ERP hingga pengelola ERP. ”Itu juga dibahas dengan DPRD,” kata Heru Budi.
Kemudian, tahapan berikutnya adalah penetapan titik penerapan ERP. ”Berikutnya adalah tarif. Tarif masih perlu pembahasan dengan (pemerintah) pusat,” kata Heru Budi.
Ia mengatakan ada tujuh tahapan. ”Itu dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023,” ucap Heru Budi.
Secara terpisah, Ketua Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo mengusulkan pemberlakuan ERP mengedepankan prinsip kemanfaatan untuk mengurangi kemacetan.
”Prinsipnya kami setuju dengan segala upaya penanganan kemacetan. ERP bisa menjadi solusi, tapi kita harus pikirkan betul manfaatnya. Karena itu, kami usulkan agar pendapatan dari ERP dialokasikan untuk peningkatan kualitas transportasi umum,” kata Ara, sapaan akrab Anggara.
Kemacetan kendaraan terjadi di Jalan Mayjen Sutoyo, Jakarta Timur, saat jam berangkat kerja, Senin (9/1/2023). Kendaraan yang ada di DKI Jakarta tercatat ada sekitar 21 juta kendaraan, yang didominasi sepeda motor dengan jumlah sekitar 17 juta kendaraan. Banyaknya kendaraan tersebut membuat jalanan Ibu Kota semakin macet.
Beberapa yang bisa dikerjakan dengan pendapatan dari ERP, menurut Ara, adalah untuk mempercepat pembangunan kereta ringan (LRT) serta menambah rute dan armada bus Transjakarta.
Tujuan ERP pada dasarnya adalah pengurangan moda transportasi pribadi. ”Visinya, kan, jadi disinsentif bagi pengguna kendaraan pribadi agar mereka berpikir dua kali naik motor/mobil karena harus keluar biaya lebih. Kita berharapnya mereka berpindah ke transportasi publik agar kemacetan berkurang. Maka, kita harus benahi angkutan umum kita agar lebih nyaman dan terintegrasi,” tuturnya.
Maka, kita harus benahi angkutan umum kita agar lebih nyaman dan terintegrasi. (Anggara Wicitra Sastroamidjojo)
Menurut dia, jika tidak terjadi perubahan perilaku, ERP hanya akan menambah masalah baru.
”Jika akhirnya masyarakat tetap bawa kendaraan pribadi, titik macetnya hanya akan pindah ke jalan yang tidak berbayar. Maka, tetapkan saja komitmen untuk kita pakai pendapatan dari ERP untuk bikin transportasi publik kita lebih bagus,” kata Ara tegas.
Sebelumnya, pengamat transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijawarno, menyatakan, untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi pembatasan penggunaan kendaraan pribadi. Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik.
Suasana aktivitas penumpang kereta MRT di Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Jumat (18/11/2022).
Menurut Djoko, penerapan pengurangan kendaraan dengan sistem ganjil genap membuat DKI Jakarta banyak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan, penjagaan dalam penegakan aturan sistem ganjil genap. Akan tetapi, dengan menerapkan ERP, DKI akan mendapatkan pemasukan yang bisa dipakai untuk mendanai subsidi angkutan umum.
Ia pun mendorong pembahasan rancangan perda tentang ERP segera rampung. Nantinya, dalam rangka penerapan, Dishub DKI bisa melakukan uji coba di satu ruas jalan terlebih dahulu sebelum melanjutkan di ruas-ruas jalan lainnya.
”Untuk tarif, sebaiknya DKI Jakarta juga mematangkan kisaran tarif dan perhitungan tarif,” ujar Djoko. Di sisi lain, ia juga mengingatkan Dishub DKI Jakarta untuk mengendalikan kemacetan lebih efektif. Selain menerapkan ERP, Dishub DKI Jakarta juga bisa menerapkan strategi penerapan tarif parkir yang progresif di pusat kota serta pajak kendaraan progresif.