Polisi Berpangkat Kombes Ditangkap dalam Kasus Narkoba
Polda Metro Jaya menangkap Komisaris Besar YBK dan R di salah satu hotel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (6/1/2023). Dalam penggeledahan ditemukan dua bungkus sabu, masing-masing seberat 0,5 gram dan 0,6 gram.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perwira menengah Polri berpangkat komisaris besar tersandung kasus penyalahgunaan narkoba. Kasus ini puncak gunung es dari kasus serupa di institusi kepolisian sehingga penyidikan harus profesional, transparan, dan akuntabel. Selain itu, perlu ada evaluasi untuk melihat kesungguhan Korps Bhayangkara berbenah.
Polda Metro Jaya menangkap Komisaris Besar YBK dan R, teman perempuannya, di salah satu hotel di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat (6/1/2023) sore. Dalam penggeledahan kamar hotel ditemukan dua bungkus sabu, masing-masing seberat 0,5 gram dan 0,6 gram.
Direktur Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Mukti Juharsa menyebutkan, penangkapan bermula dari laporan warga. Keduanya diketahui sudah dua hari berada di hotel tersebut dan tidak ada kaitannya dengan urusan kedinasan.
”Hasil tes urine Kombes YBK dan R positif sabu,” ujar Mukti, Minggu (8/1).
Mereka lantas dibawa ke Polda Metro Jaya untuk pemeriksaan lebih lanjut. Status hukum perwira melati tiga yang bertugas di Badan Pemelihara Keamanan Polri dan temannya itu akan ditentukan dalam waktu 3 x 24 jam.
Kasus Komisaris Besar YBK, menambah panjang daftar polisi yang menyalahgunakan narkoba. Pelakunya mulai dari tingkat bintara hingga jenderal.
Oktober 2022, misalnya, Teddy Minahasa, bekas Kapolda Sumatera Barat yang bakal menjabat kapolda Jawa Timur, tersandung kasus narkoba. Jenderal bintang dua ini tidak sendirian dalam kasus yang sama, ada dua perwira menengah, yakni bekas Kepala Bagian Pengadaan Biro Logistik Polda Sumatera Barat Ajun Komisaris Besar D dan bekas Kapolsek Kalibaru Komisaris KS, serta Ajun Inspektur Satu J dari Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Barat dan Ajun Inspektur Dua AD yang bertugas di Polsek Kalibaru.
Dalam kasus lain pada pertengahan Agustus 2022, bekas Kepala Satuan Narkoba Polres Karawang Ajun Komisaris Edi Nurdin Massa ditangkap Badan Reserse dan Kriminal Polri karena terlibat peredaran narkoba.
Sebelumnya, bekas Kepala Polsek Sepatan Ajun Komisaris Oky Bekti Wibowo dan Brigadir RC positif sabu. Penyalahgunaan narkoba ini terungkap karena Brigadir RC mangkir dari tugas pengamanan Natal 2021.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarty, mengapresiasi pengungkapan kasus, sekaligus menyayangkan berulangnya polisi terjerat narkoba. Langkah selanjutnya yang penting dilakukan ialah secara komprehensif memastikan anggota Polri tersebut sebagai penyalahguna narkoba, dari mana memperoleh narkoba, dan ada atau tidaknya kaitan dengan sindikat narkoba.
”Sungguh ironis. Kombes YBK malah ditangkap karena diduga mengonsumsi narkoba. Diharapkan penyidikan profesional, transparan, dan akuntabel agar publik melihat kesungguhan Polri,” kata Poengky secara terpisah.
Selain pengungkapan kasus, Poengky meminta Polri tak hanya melakukan tes urine secara rutin. Akan tetapi, juga melakukan tes sewaktu-waktu agar anggotanya yang mengonsumsi narkoba terkena batunya.
Gunung es
Peneliti kepolisian di Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, mengusulkan agar ada evaluasi internal kepolisian dalam pengawasan dan sanksi bagi anggotanya. Hal itu lantaran berulangnya kasus polisi menyalahgunakan narkoba dapat diasumsikan pengawasan dan sanksi tidak menimbulkan efek jera.
Pengungkapan kasus Kombes YBK jangan berhenti hanya pada pelaku saja, tetapi harus diusut dari mana asal sabu. Ini penting juga untuk didalami mengingat perilaku seperti Kombes YBK hanya puncak gunung es dari kasus serupa di internal kepolisian.
Bambang menuturkan, paparan narkoba di beberapa satuan atau fungsi kepolisian tak terhindarkan. Oleh karena itu, kontrol dan pengawasan terhadap personel di satuan reserse narkoba tentunya lebih ketat dan intensif sebagai bentuk preventif agar mereka tidak terperosok pada pelanggaran yang lebih berat.
Namun, imbuhnya, pada satuan lainnya yang tak berhubungan dengan kejahatan narkoba jelas tidak bisa ditoleransi. Sesuai komitmen Kapolri, sanksi etik berat berupa pencopotan dari profesi polisi harus dijatuhkan. Artinya, pelaku sudah tidak layak secara etik menjadi penegak hukum.
”Pengungkapan kasus Kombes YBK jangan berhenti hanya pada pelaku saja, tetapi harus diusut dari mana asal sabu. Ini penting juga untuk didalami mengingat perilaku seperti Kombes YBK hanya puncak gunung es dari kasus serupa di internal kepolisian,” tutur Bambang.