Minggu Ini, Delman Mulai Dilarang Beroperasi Lagi di Kawasan Monas
Pemerintah Kota Jakarta Pusat kembali memberlakukan larangan delman beroperasi di kawasan Monas.
JAKARTA, KOMPAS — Larangan bagi delman yang beroperasi di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, kembali diberlakukan sesuai Surat Edaran Wali Kota Nomor 36 Tahun 2016. Pelarangan tersebut mulai diberlakukan pada Minggu (8/1/2023).
Di sekitar kawasan Monas, dekat area parkir IRTI Monas, Minggu (8/1/2023), pukul 08.00 belasan delman terparkir sedang menunggu penumpang. Hingga pukul 10.00, ada tiga delman yang mendapatkan penumpang.
Namun, pada pukul 10.10, petugas Dinas Perhubungan Jakarta Pusat mendatangi barisan delman dan meminta kusir membawa delman menjauhi kawasan Monas. Mereka pun meninggalkan tempat tersebut.
Sekitar 20 menit kemudian, delman-delman tersebut kembali dan berbaris dekat area parkir IRTI. Namun, sekitar 30 menit kemudian seluruh delman diusir oleh petugas satuan polisi pamong praja. Sekitar pukul 11.00, belasan delman tersebut tidak tampak lagi di sekitar area parkir IRTI.
Nanang, Koordinator Delman Monas, mengaku telah mengetahui adanya larangan delman di Monas. Namun, hingga saat ini belum ada sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Jakarta Pusat. Ia sempat menanyakan surat edaran (SE) yang menjadi dasar pelarangan tersebut kepada petugas satpol PP, tetapi dijawab aturannya sesuai SE lama pada tahun 2016.
”Ini kan mengangkat cerita yang lama, secara sosialisasi belum ada. Tiba-tiba hari Minggu ini teman-teman (kusir delman) digiring, ada yang ditarik mundur di Bank Indonesia sebagian dicegat satpol PP. Teman-teman baru kembali jika petugas dishub pergi,” ujar Nanang yang ditemui di tempat parkir delman sekitar kawasan Monas pada Minggu (8/1/2023).
Baca juga: Tak Perlu Dilarang, Delman Monas Butuh Standardisasi Pengelolaan
Nanang dan teman-temannya kebingungan alasannya diusir dari kawasan Monas. Padahal, Sabtu (7/1/2023) mereka tidak mendapatkan informasi tentang larangan beroperasi. Ia beserta 45 delman lainnya memilih bertahan untuk beroperasi karena terdesak kebutuhan dan mencari nafkah untuk keluarga.
Ia berharap ada solusi dari pemerintah agar kusir delman bisa tetap beroperasi di kawasan itu. ”Kami mengakui ada beberapa titik, (kotoran kuda) berceceran. Ini memang masalah tapi apa solusinya bukan melarang kami beroperasi di Monas. Tuntunlah kami membenahi kesalahan itu,” ucapnya.
Nanang menyebutkan, kotoran kuda dijadikan dalam satu wadah berupa karung dan karung tersebut dibawa pulang oleh kusir delman. Kotoran kuda yang berceceran disebabkan karena terkadang saat kuda berlari kencang posisi wadah tidak pas.
Larangan beroperasi di Monas, kata Nanang, sudah ada sejak 2007 saat pemerintah merenovasi taman dan jalan. Saat itu, dirinya yang biasa beroperasi di dalam kawasan Monas terpaksa pindah beroperasi di kawasan luar Monas. Pada 2016, pada massa pemerintahan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama, seluruh delman dilarang total beroperasi. Namun, pada zaman Gubernur Anies Baswedan, keberadaan delman diizinkan kembali.
”Kami senang sekali diizinkan lagi waktu itu dan sekarang dilarang lagi. Aneh saja setiap perubahan gubernur atau perubahan kepemimpinan kami jadi korban. Kami di sini mencari nafkah, bukan mencuri atau merampok,”” ucapnya.
Puluhan kusir delman beroperasi setiap Sabtu, Minggu, dan hari libur nasional. Mereka mulai datang ke Monas sejak pukul 08.00 hingga pukul 20.00. Posisi Monas dinilai strategis dari jarak tempuh tempat tinggal pemilik delman sehingga puluhan kusir delman masih ingin terus beroperasi di sana. Tarif delman untuk jarak jauh dikenakan Rp 150.000, sedangkan jarak dekat sekitar Rp 70.000.
”Kami inginnya tetap bertahan karena kami bukan sebulan dua bulan di sini. Bapak saya dari tahun 1990 di dalam Monas. Kalau dilarang, kami akan turun ke jalan. Saat ini kami kucing-kucingan untuk kebutuhan kami,” ucapnya.
Kotoran kuda
Petugas Dinas Perhubungan yang datang ke lokasi itu menyebutkan, larangan itu mempertimbangkan keluhan masyarakat terkait ketidaknyamanan bau air kencing dan kotoran kuda yang menguar di sekitar Monas. Larangan delman beroperasi di Monas hari itu merupakan salah satu bentuk sosialisasi dan arahan kepada kusir delman.
”Antarperkumpulan delman biar diomongin dulu mereka berembuk,” kata Wildan, salah seorang petugas Dinas Perhubungan Jakarta Pusat.
Salah satu pengunjung yang sering menaiki delman, Lina (40), menyayangkan adanya larangan keberadaan delman di Monas. Pasalnya, ketika anaknya ingin naik kuda ia langsung berpikir untuk datang ke Monas.
”Delman itu menarik untuk anak-anak. Walaupun anak-anak tidak naik, mereka kadang hanya lihat-lihat kuda. Kasihan kalau dilarang padahal lumayan banyak yang naik di Monas ini,” kata warga Tanah Abang itu.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Iqbal Akbarudin, dalam keterangannya pada Selasa (3/1/2023) mengatakan akan membuat gugus tugas mengenai pelarangan keberadaan delman di kawasan wisata Monas. Sesuai Surat Edaran (SE) Wali Kota Nomor 36 Tahun 2016, pengoperasian delman dilarang di kawasan Monas.
Dilema perkudaan di Monas sudah terjadi sejak 2004 ketika Menteri Pariwisata I Gede Ardika protes mengenai bau kencing dan kotoran kuda. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menghentikan aktivitas delman selama tiga hari guna membersihkan Monas dari kotoran kuda. Akan tetapi, para kusir mengadu kepada Gubernur Fauzi Bowo meminta diperbolehkan kembali menjaja jasa di Monas karena merupakan sumber nafkah mereka ( Kompas, 31 Maret 2016).
Iqbal menyatakan, aturan yang melarang delman berada di Monas belum dicabut sehingga Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat tetap menerapkan aturan tersebut. ”Monas, Thamrin, dan Bundaran HI akan menjadi kawasan bebas delman,” ucapnya.
Baca juga: Delman Wisata Butuh Aturan Komprehensif, Bukan Pelarangan
Berdasarkan catatan Kompas, dilema perkudaan di Monas sudah terjadi sejak 2004 ketika Menteri Pariwisata I Gede Ardika protes mengenai bau kencing dan kotoran kuda. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun menghentikan aktivitas delman selama tiga hari guna membersihkan Monas dari kotoran kuda. Akan tetapi, para kusir mengadu kepada Gubernur Fauzi Bowo, meminta diperbolehkan kembali menjaja jasa di Monas karena merupakan sumber nafkah mereka (Kompas, 31 Maret 2016).
Pada 2016, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, melarang keberadaan delman di Monas. Keputusan itu berbasis penelitian Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Perikanan (KPKP) yang menemukan bahwa hampir semua kuda yang beroperasi di sana mengidap cacing parasit (Strongyloides sp). Parasit ini bisa menular ke hewan lain dan juga manusia. Kuda beserta delman kemudian dipindahkan untuk menjadi atraksi di sekitar Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan (Kompas, 10 April 2016).
Namun, pada masa Gubernur Anies Baswedan, keberadaan delman di Monas diizinkan kembali hingga saat ini.
Peneliti Senior Manajemen Destinasi Pariwisata Janianton Damanik mengungkapkan, standardisasi delman sebagai fasilitas penunjang pariwisata perlu diperbaiki. Sementara, keberadaan delman hingga air kencing dan kotoran kuda tidak menjadi persoalan ketika standardisasi sebuah pelayanan pariwisata diatur dengan baik.
”Soal standardisasi dianggap remeh karena yang terpenting pengunjung ramai, tapi tidak tahu ada persoalan lain yang makin banyak,” ujarnya.
Ia menekankan keberadaan delman jangan dilarang. Jika dilarang, ketika ada moda transportasi modern, anggapannya pariwisata hanya untuk orang kaya, dan orang miskin tidak boleh. Permasalahan seperti itu tidak akan selesai.