Kisah Tiga Mal di Blok M yang Berbeda Nasib
Jika mal ingin ramai, selain harus terkoneksi dengan angkutan umum, pengelola juga harus bisa membaca dan menggunakan kesempatan seperti mempromosikan mal. Segmen pengguna Transjakarta bisa berbeda dengan pengguna MRT.
Akhir-akhir ini, isu mal yang sepi pengunjung dan ditinggalkan penyewanya cukup santer dibicarakan baik di media sosial dan media konvensional. Pusat perbelanjaan yang minus kunjungan itu ditemukan di banyak lokasi. Terkadang beberapa pusat perbelanjaan di area berdekatan bisa berbeda nasib, ada yang ramai tetapi juga ada yang sepi. Mengapa demikian?
Di kawasan Blok M, Jakarta Selatan, misalnya, terdapat tiga mal yang dapat dikunjungi oleh masyarakat, yakni Mal Blok M, Blok M Square, dan Plaza Blok M. Ketiganya dapat diakses dengan transportasi umum. Namun, hanya Plaza Blok M yang ramai didatangi pengunjung.
Pada Minggu (1/1/2023) pukul 11.00-13.00, di lantai basemen Blok M Square, dari ratusan kios yang ada, hanya puluhan kios yang buka. Sebagian besar toko tertulis sedang disewakan atau dijual. Di lantai tersebut terdapat bursa buku, reklame dan percetakan, pakaian, batu cincin, hingga penjualan kaset bekas.
Kios-kios yang ada di basemen itu tampak banyak yang tidak terurus, terdapat pintu kios yang rusak hingga beberapa eskalator yang tidak berfungsi. Pembeli yang datang ke kios di lantai basemen itu pun bisa dihitung dengan jari.
Salah satu pedagang pakaian di lantai basemen, Rudi Caniago (41), mengungkapkan, sejak pandemi Covid-19 melanda, pemilik atau pengelola kios-kios di lantai tersebut banyak yang tumbang lantaran tidak memiliki pemasukan. Ia masih bertahan karena punya beberapa kios selain di Blok M Square.
”Sejak pandemi hingga saat ini, pengelola sudah mengorting biaya sewa yang semula Rp 12 juta satu tahun untuk di lantai basemen kini hanya Rp 8 juta. Yang masih bertahan hanya kios dengan posisi di pinggir dekat jalan. Kios yang ada di tengah pernah ditawari gratis hanya bayar listrik dan air saja tidak ada yang minat,” ujar Rudi yang berjualan sejak enam tahun lalu itu.
Omzet penjualannya saat ini jauh berbeda dengan sebelum pandemi. Dulu satu bulan Rudi bisa mendapatkan Rp 25 juta. Kini ia hanya mendapatkan kurang dari Rp 10 juta. Sepinya pembeli sudah pernah didiskusikan oleh pedagang kios dengan pengelola Blok M Square, tetapi tidak ada tindak lanjut hingga saat ini.
Baca juga: Senjakala Mal di Jakarta
Ketika naik ke lantai GF, pembeli lumayan ramai pada setiap kios yang berjualan di dekat pintu mal. Bergeser ke kanan ataupun ke kiri sedikit, kios-kios yang tidak berada di posisi strategis sepi pembeli. Hanya ada penjual yang siaga menawarkan barang dagangannya. Herman (62), penjual alat otomotif, mengaku, dari beberapa penjual sejenis dagangannya, kini hanya tersisa lima penjual.
”Kecuali pelanggan, dalam sebulan bisa dihitung jari pembelinya. Memang kunjungan orang ke mal ini sudah berkurang. Saya bertahan karena pelanggan saja,” ujar Herman yang memiliki kios di lantai 3A.
Kondisi berbeda terjadi pada lantai 5, lantai yang dikhususkan untuk arena bermain anak, tempat makan, dan bioskop. Puluhan orang yang didominasi anak-anak berkumpul di lantai itu untuk bermain berbagai jenis permainan dan makan di beberapa jenis restoran.
”Cuaca di luar hujan, mengajak anak bermain di mal salah satu pilihan di akhir pekan. Saya kalau ke mal ya ke Blok M Square karena lebih murah dan sesuai kantong dibandingkan mal dekat rumah saya,” ujar Nurlaila (34), yang merupakan warga Gandaria, Jakarta Selatan.
Berjalan beberapa meter, tidak jauh dari Blok M Square terdapat Mal Blok M yang sudah lebih dulu sepi pengunjung. Ratusan kios tutup, hanya ada belasan kios yang bertahan hingga saat ini.
Beberapa pengunjung yang datang dan melewati deretan kios di Mal Blok M merupakan pengguna Transjakarta dan Mikrotrans. Adapun pengguna Transjakarta dan Mikrotrans yang berhenti di Halte Blok M harus melewati kios di Mal Blok M itu.
Tidak jauh dari Mal Blok M dan Blok M Square, pemandangan berbeda ada di Plaza Blok M. Setelah sepi pengunjung beberapa waktu lalu karena terdampak pembangunan konstruksi Stasiun MRT Blok M, Plaza Blok M bertrasformasi. Tak hanya tampilan fisik, tetapi juga banyak pilihan tenant mulai dari fashion hingga food and beverages.
Minggu (1/1/2023) sore, ratusan orang memenuhi Plaza Blok M. Setiap lantai dipenuhi orang yang berlalu lalang, lantai 1 menjadi area paling ramai karena tempat arena bermain anak. Puluhan anak asyik berkumpul di arena yang dipenuhi oleh bola berwarna-warni itu.
Salah satu pengunjung Plaza Blok M, Clarissa (32), mengatakan, ia lebih menyukai datang ke Plaza Blok M daripada Mal Blok M dan Blok M Square karena tempatnya yang lebih nyaman dan ramah terhadap pengunjung. Selain itu, tempat makan dan tempat belanja lainnya digabung dalam satu lantai.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengelola Pusat Belanja (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan, sudah sejak lama fungsi utama mal bukan lagi hanya sekadar tempat berbelanja saja, terutama yang berlokasi di kota-kota besar. Mal harus dapat menambahkan fungsi lain dari sekadar sebagai tempat berbelanja.
Mal yang terus-menerus hanya mengedepankan fungsi belanja maka akan langsung berhadapan dengan e-commerce. Fungsi lain dari mal akan selalu berubah dari waktu ke waktu karena mal sangat erat dengan gaya hidup yang cepat sekali berubah setiap waktu.
Masyarakat Indonesia juga memiliki budaya yang senang berkumpul bersama keluarga, sanak saudara, teman, kolega, dan komunitas. Maka, mal harus memiliki fasilitas untuk kebutuhan masyarakat, baik dalam bentuk konsep gedung maupun tenancy mix (kelengkapan campuran atau bauran penyewa).
”Banyak mal yang mampu dan telah berhasil memberikan fungsi lain dari sekadar fungsi belanja sehingga diminati dan banyak dikunjungi oleh masyarakat bahkan tingkat kunjungannya mencapai 100 persen. Yang tidak berinovasi akan ditinggal oleh pelanggannya,” ujarnya.
Kalau dilihat dengan lingkup yang lebih besar lagi, jangan-jangan persaingannya bukan Blok M Square dan Plaza Blok M, tetapi mal-mal yang baru di luar Jakarta. Alternatifnya makin banyak sekarang. (Bhima Yudhistira)
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, mal dengan segmentasi kelas menengah ke bawah relatif sedikit lama pulih karena ada kenaikan kebutuhan pokok, BBM, dan kebutuhan lainnya. Mayarakat menengah ke bawah akan memenuhi kebutuhan dasarnya terlebih dahulu. Pergi ke mal atau rekreasi dianggap kebutuhan sekunder bahkan tersier.
Adapun mal dengan segmentasi menengah atas akan paling cepat pulih karena selama pandemi banyak golongan tersebut menahan belanja dan menyimpan uangnya di tabungan perbankan. Setelah PPKM dicabut, yang berpunya mencairkan uangnya untuk belanja lebih banyak.
Tren saat ini, tenant atau penyewa yang berkaitan dengan makanan dan minuman paling cepat pulih. Banyak yang menggunakan mal dengan usia sudah tua sebagai sarana rekreasi kuliner. Mal di Jakarta termasuk mal yang fokus terhadap kuliner, sedangkan pakaian jadi tergantung segmentasinya.
Baca juga: Inovasi dan Kreasi demi Menghidupkan Mal Sepi
Pascapandemi, kata Bhima, kelas menengah atas menjadikan mal sebagai daya tarik rekreasi untuk lebih hemat daripada pergi ke obyek wisata. Nilai tambah sebuah mal di Jakarta saat ini ada pada rekreasi dan sarana bermainnya. Saat ini persaingan mal cukup ketat dan semakin banyak mal baru berdiri sehingga cukup berpengaruh untuk keberadaan mal. Masyarakat akan cenderung mencari mal yang baru.
”Kalau dilihat dengan lingkup yang lebih besar lagi, jangan-jangan persaingannya bukan Blok M Square dan Plaza Blok M, melainkan mal-mal yang baru di luar Jakarta. Alternatifnya makin banyak sekarang,” ujarnya.
Ketua MTI Wilayah DKI Jakarta Yusa Cahya Permana mengungkapkan, semakin dekat dengan transportasi umum, mal relatif akan lebih diminati karena mudah diakses. Namun, pertimbangan segmentasi pasar pengguna angkutan juga bisa berperan.
”Segmen pengguna Transjakarta bisa jadi berbeda dengan MRT yang memengaruhi perilaku sosial dan pengeluaran uang mereka,” ujarnya. Yusa menyebutkan, jika mal ingin ramai, selain harus terkoneksi dengan angkutan umum, pengelola mal juga harus bisa membaca dan menggunakan kesempatannya seperti mempromosikan mal.
Berdasarkan pantauan, ketika mal tersebut dapat diakses dengan transportasi umum seperti Transjakarta, Mikrotrans, dan MRT. Akses keluar Transjakarta dan Mikrotrans terdapat di dalam Mal Blok M. Pintu masuk dan keluar MRT lebih dekat dengan Plaza Blok M. Berjalan kaki dari Plaza Blok M ke Mal Blok M dan Blok M Square amat memungkinkan, paling lama sekitar 10 menit. Apalagi sekarang sudah ada jembatan nyaman yang menghubungkan Plaza Blok M dan MRT ke akses kawasan Blok M Square dan Mal Blok M.
Lihat juga: Dua Wajah Blok M 2022
Dari ketiga mal tersebut, Plaza Blok M sangat aktif dalam mempromosikan berbagai diskon yang ada di media sosialnya seperti Instagram. Blok M Square lebih sering mempromosikan event kulinernya. Adapun akun Instagram Mal Blok M sudah tidak aktif sejak Oktober 2020.
Berdasarkan catatan Kompas, kehadiran Blok M Square cukup menyita perhatiaan pada tahun 2008 karena lahan untuk pembangunan Blok M Square berdiri di atas lahan gusuran. Sebelumnya, pedagang kaki lima (PKL) di sana digusur dan ada penolakan keras. Adapun penggusuran tersebut dilakukan terhadap sekitar 700 lapak. Penggusuran tersebut dilakukan guna penertiban fasilitas umum yang digunakan oleh PKL (Kompas, 14 Desember 2008).