Sekelompok Pria Mengaku Wartawan Memeras Warga Cipinang Melayu
Pemerasan dengan modus mengaku sebagai wartawan kembali terjadi di Jakarta Timur. Polisi tidak dapat menindaklanjuti kasus tersebut karena korban tidak mengalami kerugian material dan tidak terancam.
JAKARTA, KOMPAS — Sekelompok pria tidak dikenal memeras warga Cipinang Melayu berinisial W, tepat di depan kediamannya di Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Kamis (22/12/2022). Para pelaku yang diduga mengaku sebagai wartawan itu memeras korban dengan ancaman akan memberitakan perselingkuhannya.
Jonabi (37), kerabat korban, menceritakan, tidak ada kerugian dalam bentuk material atas kejadian tersebut. Hal ini membuat polisi tidak melanjutkan penyelidikan kasus tersebut.
”Mereka (para pelaku) itu kemungkinan wartawan bodrex. Karena tidak ada barang yang hilang dan paman saya berhasil lolos, polisi tidak bisa melanjutkan penyelidikan kasus,” ujar Jonabi, Kamis (28/12/2022).
Pemerasan tersebut terjadi ketika pamannya pulang bekerja. Setelah W memarkirkan mobil di halaman rumah, segerombolan pria tidak dikenal yang mengaku sebagai wartawan itu mendatangi W.
Berdasarkan kesaksian sang paman, sambung Jonabi, para pelaku datang dan menuduh W telah berselingkuh. Lalu, mereka mengancam akan menyebarkan bukti-bukti perselingkuhan jika W tidak memberikan uang tebusan.
”Paman saya sama sekali tidak mengenal orang-orang itu. Dugaan kami, mereka sudah lama menguntit paman saya,” kata Jonabi.
Merasa tidak melakukan seperti yang dituduhkan, W menantang para pelaku untuk menunjukkan barang bukti. Namun, mereka justru mengajak W berbicara di sebuah restoran makanan cepat saji yang tidak jauh dari tempat tinggalnya.
Kata polisi, kasus ditutup karena paman saya tidak sampai mengalami kerugian dan menerima ancaman. Namun, kami berharap pelaku bisa diusut supaya tidak ada korban lain.
Kemudian, W pun menerima ajakan tersebut. Saat hendak mengeluarkan mobilnya, dua pria di antara pelaku tersebut ikut masuk ke dalam mobil W. Sementara para pelaku lainnya menaiki mobil mereka.
Di restoran cepat saji, lanjut Jonabi, para pelaku masih memeras W dengan meminta uang Rp 90 juta. Lalu, W mengajukan tawaran tebusan sejumlah Rp 50 juta setelah menelepon saudaranya.
Berdasarkan cerita dari paman Jonabi, para pelaku terlihat takut setelah W memberikan tawaran. Kemudian, W langsung pergi meninggalkan para pelaku tanpa memberikan uang sepeser pun atau barang berharga miliknya kepada pelaku.
Lalu, W juga menceritakan, sebelum para pria itu datang, dia sempat menerima panggilan dari seorang perempuan tidak dikenal. Lalu, tanpa sadar, korban berkeliling tak menentu bersama perempuan tersebut. Namun, W mengatakan, tidak ada barang-barang ataupun uangnya yang hilang saat itu.
Tidak melapor
Jonabi mengatakan, sampai saat ini, pamannya tidak menerima ancaman ataupun teror dari para pelaku setelah kejadian tersebut. Namun, kata Jonabi, pamannya masih trauma.
”Paman saya tidak membuat laporan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) karena polisi sudah bilang bahwa kasus ini tidak bisa dilanjutkan. Kata polisi, kasus ditutup karena paman saya tidak sampai mengalami kerugian dan menerima ancaman. Namun, kami berharap pelaku bisa diusut supaya tidak ada korban lain,” ucap Jonabi.
Sementara Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Timur Komisaris Suwardi menyampaikan, sampai saat ini, pihaknya belum menerima laporan dari SPKT atas kasus tersebut. Namun, Suwardi mengonfirmasi, pihaknya memang menerima aduan tentang adanya kasus pemerasan tersebut melalui sambungan telepon.
"Kami belum menerima laporan terkait kasus tersebut dari SPKT. Dia (korban) hanya melapor melalui call center Markas Besar (Mabes) Polri. Lalu, kami datang ke lokasi tapi korban tidak ada di lokasi sehingga kami mengklarifikasi kejadian tersebut melalui sambungan telepon," kata Suwardi.
Oleh karena itu, lanjut Suwardi, informasi tentang kasus tersebut masih terbatas dan dia tidak bisa menggali lebih lanjut terkait identitas, modus, maupun motif dari pelaku. Menurut Suwardi, salah satu hal yang dapat membuktikan tindak pidana para pelaku tersebut adalah adanya kerugian yang dialami oleh korban.
Baca juga: ”Gertak Sambal” Wartawan Gadungan Berbuah Cuan
"Kasus tersebut juga tidak bisa ditindaklanjuti karena korban tidak mengalami kerugian baik secara material maupun dalam bentuk ancaman sehingga secara hukum tidak dapat diproses. Kami perlu barang bukti untuk mengusut pelaku tersebut," tambah Suwardi.
Mengaku wartawan
Berdasarkan pemberitaan Kompas selama beberapa tahun terakhir, terdapat sejumlah kasus pemerasan dengan modus operandi pelaku yang mengaku sebagai wartawan. Bermodalkan kartu pers abal-abal, lima warga Bekasi, Jawa Barat, memeras warga, pengusaha, aparatur sipil negara (ASN), hingga karyawan BUMN di 37 lokasi berbeda se-Jabodetabek (Kompas, 4/10/2021).
”Mereka mengaku sebagai wartawan, lalu mencari-cari kesalahan korban. Jika tidak memberikan uang, kesalahan korban katanya akan diberitakan melalui media masing-masing. Jumlah uang bervariasi, mulai dari jutaan hingga ratusan juta (rupiah),” kata Kepala Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris Besar Harun, Minggu (3/10/2021).
Kepolisian Sektor Cileungsi mengendus aksi para pelaku tersebut setelah salah satu dari para korban melapor, Kamis (23/9/2021). Atas tindakan tersebut, para tersangka terancam hukuman 9 tahun penjara.
Selanjutnya, RH, FI, dan MI memeras sekretaris salah satu desa di Kecamatan Kresek, Kabupaten Tangerang. Ketiga pemuda itu mengaku sebagai Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri dan juga sebagai wartawan, (Kompas.id, 14/5/2019).
UN yang merasa tertekan pun selanjutnya melaporkan kejadian itu ke Polres Bogor dan ditindaklanjuti dengan penyergapan.
"Kasus dugaan pemerasan ini terungkap, setelah korban melaporkannya kepada polisi. Korban melaporkan karena tidak tahan terus diperas oleh para tersangka," kata Kepala Kepolisian Resor Metro Tangerang Komisaris Besar Sabilul Alif, Selasa (14/5/2019).
Awalnya, dua di antara mereka datang kepada korban dan mengaku sebagai oknum kepolisian yang tengah menyelidiki kasus korupsi. Bermodalkan surat pemanggilan palsu, kedua pelaku tersebut meminta sejumlah uang kepada korban dengan alasan untuk menutup kasus tersebut.
Selain itu, satu pelaku lainnya datang sebagai wartawan dari media 'Kobarkan News' dan mengancam akan memberitakan kasus tersebut jika korban tidak memberikan uang. Pemerasan oleh ketiga pelaku tersebut terjadi berkali-kali hingga kerugian mencapai Rp 700 juta.
Kemudian, kasus pemerasan dengan mengatasnamakan wartawan juga terjadi di Wilayah Kepolisian Resor Metro Bogor (Kompas, 23/6/2015). Mereka adalah KM (55) dari media GP, MZ (37) dari media ARN, SP (34) dari media Exp, HS (39) dan HI (34) dari media SK, serta RE (45), yang mengaku anggota LSM.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Auliya Djabar, Minggu (21/6/2015), menyampaikan, kelima tersangka ditangkap di pusat belanja Cibinong City Mall saat hendak menerima uang dari UN, pegawai negeri sipil Kementerian Kelautan dan Perikanan yang diperas oleh mereka.
Baca juga: Pemeras Mengaku Penyidik Tipikor dan Wartawan
Peristiwa bermula saat keenam tersangka melihat UN tengah bersama dengan EL, perempuan lain yang diduga bukan istrinya, di sebuah hotel di Sukaraja, Bogor. Lalu, mereka pun membuntuti UN hingga ke kediamannya di Jagakarsa, Jakarta Selatan, dan juga EL ke Bogor.
Kemudian, mereka pun menghubungi UN dan menuduhnya telah berselingkuh. Mereka juga mengancam akan memberitakan perselingkuhan tersebut di media massa. UN yang merasa tertekan pun selanjutnya melaporkan kejadian itu ke Polres Bogor dan ditindaklanjuti dengan penyergapan.