Jelang Tahun Baru, Pedagang Musiman Memadati Pasar Pagi Asemka
Para pedagang musiman akhir tahun yang berasal dari Jawa Barat, seperti Cianjur, Garut, dan Banten, memadati Pasar Pagi Asemka. Mereka tak ingin kehilangan momentum untuk mengadu peruntungan di Ibu Kota.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejak awal Desember, sejumlah pedagang musiman khas akhir tahun, seperti pedagang trompet dan kembang api, telah memadati area Pasar Pagi Asemka, Jakarta Barat. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, kali ini para pedagang mulai merasakan peningkatan penghasilan setelah pelonggaran mobilitas di masa pandemi.
Pantauan Selasa (27/12/2022) pukul 11.00 WIB, berbagai lapak pedagang kaki lima tampak berjajar di bahu Jalan Petak Baru, Kelurahan Roa Malaka, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Trompet-trompet dibunyikan oleh para pedagang untuk menarik pembeli. Suaranya terdengar seolah beradu dengan suara klakson dari kendaraan yang jalannya terhalang oleh aktivitas pasar tersebut.
Putra (18), pedagang musiman asal Garut, Jawa Barat, mengaku berjualan kembang api di Pasar Pagi Asemka sejak awal Desember 2022. Ini kali pertama ia mengadu nasib di Jakarta dengan berjualan kembang api.
”Saya hanya ikut tetangga saya. Sebelumnya, di kampung saya tidak bekerja,” kata Putra yang belum lama lulus SMA.
Terdapat berbagai macam kembang api yang dijual oleh Putra. Harganya pun beragam, mulai dari yang paling murah seharga Rp 5.000 hingga yang termahal Rp 2 juta untuk tiap kemasan.
”Pembeli paling ramai bisa sampai 50 orang sehari. Omzetnya rata-rata Rp 2 juta (per hari). Namun, kalau lagi ramai, bisa sampai Rp 5 juta,” ujar Putra.
Sebagian besar para pedagang musiman itu berasal dari Jabar, seperti Cianjur, Garut, dan Banten. Tidak hanya berjualan kembang api, di antara mereka juga ada yang berjualan trompet, mainan anak-anak, dan perlengkapan sekolah.
Asep (50), pedagang trompet asal Garut, mengatakan, kedatangan mereka ke Jakarta untuk berjualan di akhir tahun seakan sudah menjadi tradisi. Bagi dia, tahun baru merupakan momentum bagi para pedagang musiman untuk mencari peruntungan.
”Jadi, itu seperti sudah turun-temurun dari orangtuanya. Kebanyakan dari mereka hanya datang sewaktu ada momen-momen seperti ini. Namun, ada juga seperti saya yang beralih jadi pedagang musiman,” kata Asep yang sudah berjualan selama lebih dari 20 tahun. Pada akhir November 2022, ia mulai beralih dari yang sebelumnya berjualan perlengkapan sekolah menjadi pelapak trompet.
Menurut dia, jumlah pengunjung dan pembeli pada tahun ini cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun lalu. ”Dua tahun sebelumnya pedagang dan pembeli tidak seramai sekarang. Ini mulai ramai sejak 25 Desember,” tutur Asep.
Sejauh ini, pendapatannya lumayan. Apalagi sekarang jauh lebih bebas dari tahun sebelumnya. Uangnya jadi bisa untuk keluarga di kampung.
Ada berbagai jenis trompet yang dijual oleh Asep. Rata-rata trompet tersebut dijual secara lusinan. Namun, ia juga melayani penjualan eceran, mulai dari harga Rp 10.000 hingga Rp 30.000 untuk tiap trompet.
Asep membeli barang dagangannya dari sebuah kios grosir yang ada di sekitar Pasar Pagi Asemka. Bermodalkan Rp 5 juta, setiap harinya ia memperoleh pendapatan sekitar Rp 400.000 atau dua kali lipat dari hasil jualannya di hari-hari biasanya. Adapun untuk biaya sewa lapak, Asep merogoh ongkos Rp 30.000.
”Sejauh ini, pendapatannya lumayan. Apalagi sekarang jauh lebih bebas dari tahun sebelumnya. Uangnya jadi bisa untuk keluarga di kampung,” kata Asep.
Selain menjadi momen bagi pedagang musiman, Andriansyah (18), pedagang sepatu asal Garut, juga menikmati meningkatnya jumlah pengunjung. Meski tidak terlalu signifikan, momentum Tahun Baru juga mengundang pembeli yang mencari sepatu.
”Biasanya pembeli semakin banyak setelah Tahun Baru. Kalau sekarang ini lumayanlah, satu hari 20 pasang sepatu bisa laku terjual,” ujar Adriansyah yang lulusan SMP itu.
Dari pukul 07.00 hingga pukul 05.00, Adriansyah menjajakan sepatu berbagai macam model dengan harga mulai dari Rp 85.000 sampai Rp 100.000 per pasang. Dalam satu hari, kata Adriansyah, pendapatannya mampu mencapai Rp 2 juta.
Walakin, Adriansyah bukan pemilik lapak tersebut, melainkan bekerja untuk orang lain. Setiap hari, sang pemilik lapak menjamin kebutuhannya, seperti makanan dan rokok. Ia akan menerima upah saat hendak pulang kampung.
”Baru setahun ini saya ikut tetangga jualan di Jakarta. Saya enggak lanjut sekolah karena ingin mencari uang buat membantu orangtua. Mungkin orang kampung lihatnya saya kerja di Jakarta kelihatan enak, tetapi kenyataannya kadang luntang-lantung tidak jelas,” ujar Adriansyah.
Kepala Suku Dinas Perindsustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Jakarta Barat Iqbal Idham Ramid mengatakan, kawasan Pasar Pagi Asemka termasuk daerah ramai aktivitas pedagang musiman. Jumlah pedagang musiman tersebut fluktuatif dan akan semakin banyak saat menjelang akhir tahun. Apalagi, perayaan liburan pada tahun ini tidak dibatasi seperti tahun sebelumnya.
”Saat ini belum diketahui jumlah pastinya. Nanti, biasanya pedagang trompet banyak berjualan di jalan-jalan protokol. Para pedagang musiman ini termasuk dalam kategori PKL (pedagang kaki lima) liar karena begitu selesai momennya, mereka sudah tidak ada lagi,” ujarnya.