Wilayah permukiman pada penduduk di pesisir Muara Angke kembali dilanda banjir rob. Sejauh ini, pemerintah baru mempersiapkan langkah antisipasi jangka pendek.
Oleh
Agustinus Yoga Primantoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam empat hari terakhir, banjir rob kembali melanda sejumlah wilayah pesisir di Muara Angke, Jakarta Utara. Hal itu diperparah dengan belum adanya tanggul permanen yang dibangun di sekitar kawasan tersebut.
Pantauan pada Senin (26/12/2022), sekitar pukul 11.00 WIB, air setinggi 40 sentimeter kembali menggenangi beberapa titik di kawasan ”Kampung Kerang Hijau” RW 022, Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Sebelumnya, rob mulai melanda sejak Jumat (23/12/2022) dan mencapai puncaknya pada Minggu (25/12/2022). Saat itu, hampir seluruh wilayah RW 022 Kelurahan Pluit terendam banjir dengan kondisi air paling tinggi sekitar 1 meter.
Darjo (62), warga RT 006 RW 022, Kelurahan Pluit, menceritakan, rob hari ini datang sekitar pukul 08.00 WIB. Genangan air tidak sampai memasuki rumah Darjo lantaran bagian depan kediamannya telah ditinggikan sekitar 60 sentimeter.
”Ini (rob) datang lagi tadi pagi. Kemarin hampir masuk rumah, tapi sekarang tidak terlalu tinggi dibandingkan kemarin,” ujar Darjo.
Selama 25 tahun tinggal di kawasan tersebut, banjir rob biasa dialami Darjo dalam siklus tahunan. Namun, pada medio tahun 2022, banjir mulai sering menghampiri kawasan tersebut.
Warya, Ketua RT 006 RW 022, Kelurahan Pluit, mengatakan, warganya telah terbiasa dengan rob tersebut. Namun, banjir rob yang terjadi pada hari Minggu itu tidak seperti biasanya.
”Biasanya kalau rob itu datangnya bertahap. Pelan-pelan airnya baik, tapi kemarin langsung tinggi. Tiba-tiba air sudah sekitar selutut,” kata Warya.
Warya menjelaskan, berdasarkan waktu kejadian, terdapat dua jenis rob, yakni rob saat musim hujan dan rob saat musim kemarau. Rob saat musim hujan biasanya terjadi pada pagi hari, sedangkan rob saat musim kemarau datang pada sore menjelang malam hari.
Kondisi tersebut, bagi Warya, sudah menjadi risiko warganya yang tinggal di pesisir.
”Ada banyak kerugian warga, seperti barang-barang yang terendam, termasuk sepeda motor. Mungkin kemarin itu terhitung puncaknya dan setelah ini perlahan akan menurun. Nanti rob akan datang lagi pada bulan purnama atau hitungan awal bulan,” ucap Warya.
Selain RT 006, kawasan yang termasuk dalam Kampung Kerang Hijau antara lain RT 002, RT 007, RT 009, dan RT 010. Dari total 200 keluarga yang tinggal di wilayah tersebut, sebagian besar merupakan nelayan kerang hijau.
Genangan air rob, lanjut Warya, memang tidak begitu mengganggu aktivitas warganya yang setiap hari mengumpulkan dan mengolah kerang hijau. Namun, mayoritas warganya mengkhawatirkan barang-barang pribadi yang sewaktu-waktu dapat terendam air.
Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan potensi rob di pesisir pantai Indonesia akan terjadi hingga 27 Desember 2022. Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Budi Prasetyo menyampaikan, potensi terjadinya rob pada 20 Desember sampai 27 Desember 2022 di setiap wilayahnya berbeda-beda waktu dan hari.
”Fenomena bulan baru pada 23 Desember 2022 dan jarak terdekat bulan ke bumi pada 24 Desember 2022 berpotensi meningkatkan ketinggian pasang air laut maksimum. Dari pantauan data water level dan prediksi pasang surut, rob berpotensi terjadi di beberapa wilayah pesisir Indonesia,” kata Budi (Kompas.id, 22/12/2022).
Kepala Seksi Pemeliharaan Drainase Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara Yursid Suryanegara menyampaikan, pihaknya telah mempersiapkan antisipasi terjadinya rob tersebut. Beberapa persiapan tersebut antara lain pembangunan tanggul dan pintu air di kawasan Martadinata; peninggian tanggul dan perbaikan rembesan air di kawasan pesisir Muara Baru; serta pembangunan waduk di wilayah pesisir Marunda.
”Sudah ada progres ketimbang tahun lalu. Namun, masih ada pekerjaan rumah di pesisir Muara Angke karena di sana merupakan permukiman padat dan di atas tanggul sudah berdiri rumah-rumah warga sehingga mungkin perlu ada upaya penertiban terlebih dahulu,” ujar Yusrid.
Kami tentu ingin agar tidak banjir lagi, tapi pembuatan tanggul itu juga harus mempertimbangkan aktivitas warga yang merupakan nelayan tangkap, nelayan pengelola, dan nelayan pemasaran. Kalau terjadi penertiban, identitas Kampung Muara Angke sebagai permukiman nelayan akan hilang.
Yusrid menjelaskan, rob di wilayah pesisir Muara Angke terjadi karena gelombang pasang dan angin kencang. Sementara di kawasan tersebut hanya memiliki tanggul berupa tumpukan karung pasir dengan tinggi sekitar 80 sentimeter yang berada di dekat Resto Apung.
Sebagai upaya jangka pendek, Yusrid menambahkan, pihaknya menyiagakan kira-kira 60 pompa mobile yang siap sedia digunakan. Selain itu, sekitar 750 petugas pasukan biru dan 500 operator pompa air, lanjut Yusrid, bersiap sedia jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
”Rob di Muara Angke sebenarnya tidak terlalu parah dan video yang beredar ternyata video beberapa waktu yang lalu. Penyediaan pompa air sebagai antisipasi dalam jangka pendek memang tidak terlalu signifikan karena hanya untuk mempercepat penyurutan jika ada rob. Tapi, memang sebaiknya ada pembangunan tanggul permanen yang lebih tinggi,” kata Yusrid.
Ketua RW 022 Bani Sadar mengatakan, saat hendak membangun tanggul, kiranya pemerintah perlu mendengarkan pendapat warga. Hal itu karena mayoritas warga yang berjumlah sekitar 2.017 keluarga itu menggantungkan hidupnya pada hasil laut.
”Pemerintah perlu duduk bersanding dengan warga untuk membicarakan hal itu. Kami tentu ingin agar tidak banjir lagi, tapi pembuatan tanggul itu juga harus mempertimbangkan aktivitas warga yang merupakan nelayan tangkap, nelayan pengelola, dan nelayan pemasaran. Kalau terjadi penertiban, identitas Kampung Muara Angke sebagai permukiman nelayan akan hilang,” ujar Sadar.