Terhalang Palang Pintu Tol, Pencuri Mobil di Bekasi Tewas Dikeroyok Massa
Warga sekitar yang saat itu berada tak jauh dari GT Bekasi Timur menangkap pelaku dan menggiringnya ke pos keamanan lingkungan tempat awal pencurian kendaraan. Di sana, pelaku jadi bulan-bulanan warga.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencuri mobil di Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, tewas dikeroyok massa. Pencuri berinisial K (42) tak mampu menyelamatkan diri dari amukan massa setelah upayanya untuk kabur terhalang palang pintu tol.
Kasus pengeroyokan berujung tewasnya K terjadi saat pelaku terlibat pencurian mobil Avanza di rumah warga di Jalan Mawar Raya, Jatimulya, Tambun Selatan, Selasa (20/12/2022) pukul 02.00. Pencurian kendaraan itu disadari Irfan Rohmana (32), warga pemilik mobil yang belum beristirahat.
”Sekitar pukul 02.00, usai merokok, saya masuk ke kamar. Ternyata ada bunyi mobil,” kata Irfan, Rabu (21/12/2022), di Bekasi.
Irfan kemudian bergegas keluar rumah. Saat itu, mobil miliknya sudah melaju mendekati jalan besar dan berjalan beriringan dengan mobil Toyota Calya yang diduga dikemudikan oleh sesama komplotan pencurian.
Irfan yang menyadari pencurian itu kemudian melompat keluar pagar rumah. Irfan yang saat itu bertemu salah seorang petugas keamanan kemudian meminjam sepeda motor petugas itu dan terus mengejar komplotan pencuri yang kabur beriiringan.
”Apesnya, saat masuk tol, dua mobil ini tidak menyebar. Mereka tetap beriringan, jadi mobil Avanza lolos, yang satu ketutup palang tol,” kata Irfan.
Mobil Toyota Calya tersebut terhalang palang pintu Gerbang Tol (GT) Bekasi Timur. Warga sekitar yang saat itu berada tak jauh dari GT Bekasi Timur kemudian menangkap pelaku dan menggiringnya ke pos keamanan lingkungan tempat awal pencurian kendaraan. Di sana, pelaku jadi bulan-bulanan warga yang berujung pada tewasnya pelaku.
Kepala Kepolisian Sektor Tambun Ajun Komisaris Risnawati melalui Bagian Humas Kepolisian Resor Metro Bekasi membenarkan adanya kejadian pencurian kendaraan yang berujung tewasnya salah seorang pelaku tersebut. Meski demikian, pihak kepolisian sejauh ini belum memberi pernyataan terkait penanganan kasus pengeroyokan massal itu.
Kasus pengeroyokan terhadap pelaku pencurian juga sebelumnya terjadi di Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara, pada 25 November 2022. Saat itu, tiga begal yang masih berusia belasan tahun babak belur dihajar warga seusai tertangkap ketika merampas telepon seluler warga setempat.
Menurut Herry Rohmani, Ketua RW 004 Kelurahan Sukapura, Kecamatan Cilincing, kasus penyiksaan terhadap tiga begal itu bermula saat ada warga wilayah RW 004 yang tengah melintas di jalanan untuk membeli nasi goreng.
”Tiba-tiba ada sepeda motor, satu sepeda motor berboncengan tiga orang. Orang yang duduk paling belakang mau ngebacok warga saya yang lagi jalan,” kata Herry saat dihubungi pada Senin (12/12/2022) di Jakarta.
Warga yang terancam itu kemudian spontan menghindar dan kabur meninggalkan komplotan tersebut. Namun, saat menghindar, telepon seluler korban terjatuh dan direbut oleh satu dari tiga remaja itu sembari mengacungkan senjata tajam.
Tiga remaja itu kemudian bergegas kabur. Namun, karena terburu-buru, sepeda motor mereka oleng dan terjatuh. Warga yang awalnya menghindar menjadikan kesempatan itu untuk menangkap komplotan begal tersebut.
Penangkapan tiga remaja itu diwarnai kericuhan lantaran para bocah tersebut berupaya melawan dengan terus mengacungkan celurit ke arah warga. Tindakan itu membuat warga kian emosional. Tiga pelaku yang tertangkap itu pun babak belur dihajar warga sebelum diserahkan ke pihak kepolisian.
Warga frustrasi
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, mengatakan, amukan massa terhadap pelaku begal hingga kejahatan jalanan lain dipengaruhi beragam faktor. Amukan warga dinilai sebagai bentuk pertahanan diri.
”Warga ingin menunjukkan bahwa dengan cara itu mereka bisa menghadapi ancaman begal. Upaya melindungi diri dan memproteksi lingkungan dianggap sebagai tindakan rasional,” kata Rakhmat.
Amukan warga dalam merespons kejahatan jalanan yang berulang juga dinilai sebagai akumulasi dari emosi warga yang kian memuncak. Warga semakin tertekan, terancam, hingga berujung pada kekecewaan lantaran kejahatan di jalanan tak kunjung berkurang.
”Ini ekspresi dari rasa frustrasi dan kemarahan publik. Kejahatan jalanan yang berulang jadi keresahan kita semua,” ucapnya.