Mantan Pejabat Dinas Sosial Lebak Terjerat Kasus Korupsi Bantuan Sosial
Endin Toharudin (48), mantan pejabat di Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Banten, terlibat korupsi bantuan sosial bagi korban bencana alam. Akibat kasus ini, sebagian besar sasaran bantuan tak pernah menerima bantuan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·2 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Endin Toharudin (48), mantan pejabat di Dinas Sosial Kabupaten Lebak, Banten, terlibat korupsi bantuan sosial bagi korban bencana alam. Tersangka selaku pelaksana kegiatan mengambil alih kewenangan bendahara dengan mencairkan anggaran bantuan sosial tidak terduga dan belanja tidak terduga tahun anggaran 2021 dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten.
Endin sebelumnya menjabat sebagai Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial Dinas Sosial Kabupaten Lebak. Akibat korupsi yang dilakukannya, sebagian besar pihak yang menjadi sasaran bantuan justru tidak pernah menerima bantuan. Kasus korupsi ini ditangani oleh Kepolisian Resor (Polres) Lebak.
”Hanya enam dari 52 kelompok penerima manfaat yang menerima bantuan tahap satu dan hanya delapan dari 75 yang menerima bantuan tahap dua,” kata Kasatreskrim Polres Lebak Inspektur Satu Andi Kurniady Eka Setyabudi, Minggu (11/12/2022).
Polres Lebak pun menetapkan Endin sebagai tersangka kasus korupsi. Berdasarkan penyidikan yang dilakukan kepolisian, sisa dana yang tidak disalurkan tersangka mencapai Rp 308 juta. Dana itu digunakannya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan membayar utang.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa 150 saksi, terdiri dari pejabat Dinas Sosial Lebak, Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, serta kelompok penerima manfaat. Hingga sekarang, polisi masih mengembangkan penyidikan kasus ini untuk menemukan apakah ada orang lain yang terlibat.
Selama periode 2021-2022, Polres Lebak menangani empat kasus korupsi dengan lima tersangka. Salah satunya adalah Aden Ubaidillah (49), mantan Kepala Desa Pasindangan, Kecamatan Cileles, Lebak, yang menilap uang bantuan langsung tunai milik ratusan warganya.
Aden menjadi Kepala Desa Pasindangan periode 2016-2021. Dia menilap uang bantuan masing-masing sebesar Rp 300.000 dari 100 kelompok pemilik manfaat. Penilapan itu diduga dilakukan tiga kali dengan total Rp 92 juta. Mirisnya, uang tersebut digunakan untuk dana kampanye.
Hanya enam dari dari 52 kelompok penerima manfaat yang menerima bantuan tahap satu dan hanya delapan dari 75 yang menerima bantuan tahap dua.
Masih maraknya korupsi di Banten membuat Pemprov Banten kembali menguatkan pendidikan antikorupsi. Salah satunya melalui implementasi Peraturan Gubernur Banten Nomor 40 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di Provinsi Banten.
Pemprov Banten meluncurkan laman www.jawaraaksi.id untuk implementasi pendidikan antikorupsi. Di dalamnya terdapat materi pembelajaran dan penyuluhan antikorupsi. Pemprov Banten juga mengukuhkan 360 penyuluh antikorupsi Komite Advokasi Daerah Antikorupsi yang terdiri dari kepala sekolah dan guru.
Penjabat Gubernur Banten Al Muktabar meminta seluruh pemangku kepentingan untuk saling menyadarkan agar terhindar dari korupsi. Hal itu penting agar aparatur pemerintah bisa meningkatkan kinerja pembangunan yang optimal.
”Kita bersama perlu memiliki kesadaran supaya terhindar dari kegiatan yang mendekati korupsi sekecil apa pun sehingga pembangunan yang sudah direncanakan mampu dikendalikan dengan baik,” ucap Muktabar.