Tak Kunjung Serah Terima Unit, Sebagian Pembeli Apartemen Meikarta Tuntut Pengembalian Uang
PT MSU diperkirakan mengantongi lebih dari Rp 4,5 triliun uang pembeli. Namun, pembeli merasa tidak ada kejelasan penghuniannya hingga saat ini.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembeli apartemen Meikarta di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, menuntut pengembalian uang. Hal ini karena tidak ada kepastian penempatan unit apartemen sejak pembayaran pertama lima tahun lalu hingga kini.
Sekitar 100 orang yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR/DPD Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/12/2022). Mereka meminta DPR membantu menyelesaikan gagalnya serah terima unit apartemen dan menuntut uang mereka dikembalikan.
Salah satu pembeli apartemen, Yovi Setiawan (50), dari Batam, Kepulauan Riau, telah membeli satu unit Apartemen Meikarta seharga 260 juta secara bertahap di Distrik 3. Ia memulai pembayaran pertama pada 2017 hingga lunas pada 2019 dengan cicilan sekitar Rp 10 juta per bulan pada megaproyek PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) ini.
”Kami merasa ada yang tidak beres ketika serah terima unit dijanjikan pada pertengahan 2019-2020, tetapi tidak terealisasi. Kami diminta menunggu lagi selama enam bulan dan diperpanjang menjadi 18 bulan sampai sekarang. Sepertinya tidak akan ada kepastian, makanya kami menuntut pengembalian uang,” imbuhnya.
Tipe unit Apartemen Meikarta yang berbeda tersebar di Distrik 1, 2, 3. Pada 2017, harganya berkisar Rp 170 juta-Rp 800 juta dari tipe studio hingga tipe 80.
Ketua PKPKM Aep Mulyana menjelaskan, terdapat tiga cara pembayaran apartemen, yaitu hard cash atau pembayaran langsung lunas, cash bertahap dengan jangka waktu dua tahun, dan kredit pemilikan apartemen (KPA) dengan jangka waktu hingga 10-15 tahun. Sebanyak 80 persen pembeli yang membayar secara KPA dilakukan kepada Bank Nobu, satu kepemilikan perusahaan dengan PT MSU, yaitu Lippo Group.
”Pembeli sudah mencicil sejak 2017 hingga 2022 belum ada satu pun yang melakukan serah terima unit apartemen. Hingga kini, masih banyak tanah kosong dan bangunan yang belum selesai peruntukannya. Banyak pembeli yang tertekan dan tidak bisa menyekolahkan anaknya karena pihak bank intimidatif dan memaksa menyelesaikan kredit apartemen yang belum ada bentuk fisiknya,” terang Aep.
Kuasa hukum PKPKM, Rudi Siahaan, menjelaskan, pihak PT MSU mengatakan akan melanjutkan pembangunan pada 2022. Pada Oktober 2020, PT MSU mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang kemudian disahkan dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN Niaga Jkt.Pst. PKPU merupakan prosedur yang dilakukan debitur dalam hal ini PT MSU untuk menghindari kepailitan dengan mengajukan rencana perdamaian seperti tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang debitur atau pembeli.
”PT MSU mengklaim unit apartemennya telah terbeli sebanyak 20.000 unit. Dalam homologasi PKPU yang mengatur pengesahan perdamaian antara PT MSU dan pembeli, sudah ada sekitar 15.800 orang. Namun pembeli mengaku tidak pernah menandatangani PKPU, jadi data 15.800 orang ini dipertanyakan keabsahannya,” sebutnya.
Menurut perhitungan Rudi, jika dirata-rata setiap orang membayar Rp 300 juta untuk satu unit, PT MSU mengantongi lebih dari Rp 4,5 triliun uang pembeli. Anggota PKPKM sebanyak 100 orang telah menyetorkan uang pembayaran apartemen lebih dari Rp 30 miliar.
Manajemen PT MSU melalui Marketing Communication and Brand Strategy Manager PT MSU Andika Pratama, dalam keterangan tertulis menjelaskan, keputusan PKPU telah berkekuatan hukum tetap atau inkracht van gewijsde. Putusan ini mengikat seluruh pihak, termasuk PT MSU dan pembeli.
”Pelaksanaan hasil putusan homologasi telah dijalankan dalam bentuk serah terima unit sejak Maret 2021. Hingga 23 Agustus 2022, PT MSU telah menyerahkan sekitar 1.600 unit kepada pembeli,” terangnya dalam pernyataan tertulis. Ketika dikonfirmasi distrik mana saja yang telah terisi, Andika tidak menjawab.
Ketua Komisi V DPR Lasarus yang membawahkan ruang lingkup infrastruktur menjelaskan, masalah ini sudah masuk pada ranah hukum. Ia akan mendiskusikan dengan lintas komisi seperti Komisi III yang membawahkan bidang hukum, hak asasi manusia, dan keamanan serta Komisi XI yang membawahkan keuangan, perencanaan pembangunan nasional, dan perbankan.
”Kami bisa mengoordinasikan panitia khusus yang diinisasi Komisi V, dengan domain Komisi III dan XI. Nanti kita hadirkan PT MSU dan Otoritas Jasa Keuangan terkait pengawasan perbankan,” sebutnya ketika ditemui di Ruang Rapat Pimpinan Komisi V.
Rudi menambahkan, mereka telah bersurat ke Komisi III, V, dan XI. Hingga pertemuan kali ini, mereka sudah diundang sebanyak empat kali oleh anggota DPR sejak September 2022. PKPKM menemui anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Komisi V Suryadi Jaya, Fraksi Partai Nasional Demokrat Komisi XI Fauzi H Amro, Fraksi Partai Amanat Nasional Komisi V Bakri, dan Ketua Komisi V Lasarus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan.
”Selama pertemuan, DPR mengatakan akan membawa surat kami ke komisi terkait dan mempertemukan dengan pihak PT MSU,” imbuhnya.