Buruh Berunjuk Rasa Menolak Nilai UMP DKI Jakarta 2023
Buruh yang tergabung dalam beberapa organisasi serikat menggelar aksi unjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta menolak kenaikan UMP sebesar 5,6 persen. Mereka menuntut agar UMP dinaikkan hingga 10,55 persen.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, dan Partai Buruh DKI Jakarta berunjuk rasa di depan Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta, Jumat (2/12/2022). Mereka menolak penetapan upah minimum provinsi DKI Jakarta tahun 2023 sebesar 5,6 persen karena dinilai belum sesuai dengan inflasi dan tingkat pertumbuhan ekonomi Ibu Kota.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menetapkan upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta 2023 naik 5,6 persen dari Rp 4,6 juta menjadi Rp 4,9 juta. Penetapan itu diambil setelah sidang Dewan Pengupahan DKI Jakarta yang berlangsung pada Selasa (22/11/2022).
Ada empat usulan UMP 2023 untuk DKI Jakarta dalam sidang tersebut. Anggota Dewan Pengupahan DKI dari perwakilan buruh mengusulkan UMP DKI 2023 naik 10,55 persen menjadi Rp 5.131.569.
Adapun unsur pengusaha, yang mewakili Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), mengusulkan agar UMP DKI 2023 naik 2,62 persen menjadi Rp 4.763.293. Sementara perwakilan unsur Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengusulkan UMP DKI 2023 naik 5,11 persen menjadi Rp 4.879.053.
Anggota Dewan Pengupahan DKI dari unsur pemerintah mengusulkan UMP DKI 2023 naik 5,6 persen menjadi Rp 4.901.798. Sidang Dewan Pengupahan DKI pun kemudian memutuskan UMP DKI 2023 naik 5,6 persen.
Keputusan itu memicu kekecewaan serikat buruh lantaran nilai kenaikan UMP DKI 2023 lebih rendah dari tuntutan mereka, yakni 10,55 persen. Mereka pun berunjuk rasa menuntut Pemerintah Provinsi DKI menetapkan kenaikan UMP DKI 2023 sebesar 10,55 persen.
Aksi unjuk rasa digelar tepat di depan Balai Kota DKI Jakarta. Sedikitnya 100 buruh mengikuti aksi tersebut. Mereka membawa spanduk bertuliskan tuntutan serta keluh kesah mereka terhadap kenaikan UMP yang mereka anggap tidak cukup.
Ketua Pimpinan Cabang Serikat Pekerja Automotif Mesin dan Komponen Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PC SPAMK FSPMI) DKI Jakarta Tri Widianto menyampaikan, aksi unjuk rasa digelar untuk menunjukkan sikap dari unsur Serikat Pekerja yang kecewa atas keputusan Penjabat Gubernur DKI Heru Budi Hartono menetapkan kenaikan UMP 2023 DKI sebesar 5,6 persen.
Ia mengatakan, mereka menuntut agar kenaikan sesuai dengan usulan buruh, yakni 10,55 persen. Persentase ini dihitung dari formula inflasi DKI Jakarta pada September 2022, yakni 4,61 persen, dan ditambah tingkat pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan III-2022 yang mencapai 5,94 persen sehingga didapat 10,55 persen.
Kebutuhan dasar saja sudah lebih dari separuh gaji. Belum beli baju untuk anak, jajan anak, pulsa, tagihan listrik, dan sebagainya. Akhirnya, buruh DKI Jakarta tidak bisa menabung.
Menurut Tri, agar buruh bisa mendapatkan penghidupan yang layak sebenarnya butuh kenaikan gaji sebesar 13 persen. Hal ini merupakan imbas dari kenaikan harga pangan dan harga bahan bakar. ”Kenaikan UMP beberapa tahun lalu tidak berdampak karena (keuangan) kami tergerus akibat pandemi dan kenaikan harga BBM. Sebenarnya, kenaikan yang layak untuk (UMP) DKI Jakarta adalah senilai 13 persen, tetapi kemarin kami toleransi dengan nilai 10,55 persen,” ujarnya.
Hal yang sama diucapkan Winarso, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) DKI Jakarta dan Ketua Komite Eksekutif Partai Buruh DKI Jakarta. Menurut dia, kenaikan UMP yang tidak signifikan tidak akan berdampak pada kesejahteraan buruh.
Ia mencontohkan, dengan gaji Rp 4,9 juta, seorang buruh harus membayar hingga Rp 3,4 juta untuk biaya kontrak rumah, biaya transportasi, dan biaya makan sehari-hari. Belum lagi, banyak biaya tambahan yang harus dikeluarkan buruh jika sudah berkeluarga.
”Kebutuhan dasar saja sudah lebih dari separuh gaji. Belum beli baju untuk anak, jajan anak, pulsa, tagihan listrik, dan sebagainya. Akhirnya, buruh DKI Jakarta tidak bisa menabung,” ujarnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies Bhima Yudhistira ketika dihubungi, Jumat (2/12/2022), berpendapat, sebaiknya penghitungan UMP DKI Jakarta didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan sehingga UMP ditentukan dari pertumbuhan ekonomi ditambah dengan angka inflasi daerah tersebut. Dari hitungannya berdasarkan peraturan itu, kenaikan UMP DKI Jakarta yang ideal adalah kisaran 10,6 persen.
Bhima mengatakan, perlu diketahui, efek dari upah minimum sangat berpengaruh dari permintaan agregat dan daya belanja dari buruh dan pekerja. Jika upah yang diterima di atas tingkat inflasi, akan ada kemampuan lebih untuk membelanjakan uangnya sehingga mendorong daya beli dan permintaan agregat masyarakat. Dalam jangka panjang, hal ini akan menguntungkan pengusaha DKI Jakarta.
”Sementara bagi para pengusaha yang keberatan atau tidak sanggup membayar ketentuan UMP, mereka dapat difasilitasi oleh pemerintah dengan subsidi upah. Namun, harus ada perjanjian pelaku usaha tidak melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak,” tutur Bhima.
Sebelumnya, Senin (28/11/2022), Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, penetapan besaran UMP 2023 itu sudah sesuai dengan formula yang diatur dalam Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan UMP 2023. Menurut dia, penetapan UMP dilakukan dengan mempertimbangkan nilai pertumbuhan ekonomi dan inflasi DKI Jakarta serta produktivitas dan perluasan kesempatan kerja.
”Hal ini dilakukan dalam rangka mempertahankan daya beli pekerja/buruh serta keberlangsungan usaha,” ujar Andri (Kompas.id, 28/11/2022).