Warga Cawang Menanti Kepastian Normalisasi Ciliwung
Sejumlah warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung menanti normalisasi dalam 13 tahun terakhir. Hingga kini mereka belum mendapat informasi resmi terkait hal ini.
Oleh
Ayu Nurfaizah
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Warga bantaran Sungai Ciliwung yang masih sering terendam banjir menantikan kejelasan normalisasi. Mereka sudah bertahun-tahun mendengar kabar akan normalisasi, tetapi hingga kini belum ada progres.
Warga RT 008 RW 008 Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur, Sri Sumiarti (56), pada Selasa (29/11/2022) mengatakan sudah mendengar kabar normalisasi Sungai Ciliwung sejak 2010. Namun, hingga kini belum ada perkembangan apa pun. Sesekali ia melihat orang mengukur ketinggian air muka sungai, tetapi belum ada kelanjutan terkait normalisasi. Sri tinggal di bantaran Sungai Ciliwung sejak 1985. Ia merupakan satu dari puluhan warga yang rumahnya sering banjir akibat meluapnya Kali Ciliwung. ”Dini hari pukul 01.00-03.00 tadi, air dengan tinggi sekitar 30 sentimeter masuk ke rumah. Saya baru mulai bersih-bersih pukul 05.00 pagi saat airnya mulai surut,” katanya sambil menunjukkan tinggi muka air.
Sepanjang November 2022, Sri mengatakan, sudah lima kali rumahnya kebanjiran. Frekuensi meluapnya air pada bulan ini lebih rendah ketimbang bulan lalu yang bahkan hampir setiap hari. ”Mau dibilang capek bersih-bersih, ya, capek mau gimana lagi. Dari dulu saya dengar sudah ada rencana normalisasi Kali Ciliwung, tapi sampai sekarang belum ada berita resminya,” ujar Sri.
Cici Kurnisih (56) mengamini hal serupa. Ia sudah mendengar wacana normalisasi Sungai Ciliwung pada 2010, kemudian ia memutuskan untuk membeli rumah di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat. Hingga rumahnya lunas pada 2020, normalisasi Sungai Ciliwung tidak kunjung terjadi. ”Sudah 13 tahun, hingga saya punya dua cucu, Kali Ciliwung di belakang rumah belum dinormalisasi,” kata Cici yang juga merupakan kader RT 008 RW 009 Cawang, Kramatjati, ini.
Setiap Sungai Ciliwung meluap, Cici menyebutkan, 90-100 persen dari 60 rumah di RW 008 akan tergenang. Adapun warga bersiasat dengan menaruh barang-barang berharga, seperti alat elektronik, di tempat yang lebih tinggi atau di lantai dua rumah. Baik Cici maupun Sri setuju jika dilakukan normalisasi, termasuk dengan relokasi tempat tinggal mereka. Namun, keduanya enggan apabila diminta tinggal di rumah susun. Mereka lebih memilih uang ganti rugi yang akan dibelikan rumah di tempat lain atau pulang ke kampung halaman.
Ina Iswarini (47), warga RT 002 RW 003 Cawang, Kramatjati, juga mengaku belum pernah mendapat kabar resmi tentang normalisasi kali. Pascahujan, tinggi muka air Sungai Ciliwung di belakang rumah Ina hampir sejajar dengan permukaan tanah. Sampah, lumpur, dan pasir juga akan terbawa masuk ke dalam rumah setiap Sungai Ciliwung meluap.
”Saya direlokasi mau, dibuatkan rumah atau rumah susun pengganti juga mau. Asalkan tempatnya dekat dari sini, karena pekerjaan dan sekolah anak di dekat sini. Kalau harga sewa rumah susunnya cocok dengan kemampuan, saya mau,” tutur Ina.
Berbeda dengan Ina, Rohimah (46) menceritakan, ia akan berpikir ulang jika dipindahkan ke rumah susun. Di sisi lain, ia cenderung memilih menyewa rumah petak tapak, alih-alih rumah susun. Hal ini karena ia mempertimbangkan kemudahan akses untuk orang lansia.
”Kabar bahwa kami yang tinggal di bantaran sungai akan digusur itu sudah sejak lama. Saya tidak masalah dengan hal ini, tetapi yang perlu dijamin adalah kepastian tempat tinggal,” ujarnya.
Terkait rencana pembebasan lahan, Sri dan Cici menyatakan telah memiliki sertifikat kepemilikan tanah. Adapun Ina memiliki sertifikat tanah, tetapi lupa peruntukannya apa. Sementara Rohimah saat ini tinggal di rumah kontrakan.
”Sertifikat ada, cuma lupa jenisnya apa. Saya sudah taruh di tempat yang aman dengan dokumen-dokumen penting lain, seperti ijazah dan akta kelahiran, takut kena banjir,” kata Ina.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BWSCC) memasukkan Sungai Ciliwung pada prioritas normalisasi tahun 2023. Adapun 6,45 hektar lahan di empat kelurahan akan menjadi prioritas pembebasan. Salah satunya Cawang dengan kebutuhan pembebasan lahan 2,25 hektar dan panjang penanganan 1,5 kilometer (Kompas, 2/11/2022).
Lurah Cawang Didik Diarjo menjelaskan, penentuan waktu eksekusi normalisasi Sungai Ciliwung bukanlah kewenangan kelurahan, melainkan gubernur atau kepala dinas terkait. ”Kalau warga RW 001, 002, 003, 005, 08, 012 yang tinggal di bantaran sungai mestinya sudah tahu karena kami sudah sosialisasi sejak 2018 lalu,” katanya ketika dihubungi secara terpisah.
Didik menambahkan, akan ada 500 bidang yang meliputi tanah dan bangunan warga yang terdampak pembebasan lahan. Jumlah ini didapatkan dari lima RW, yaitu RW 001, 002, 003, 005, dan 012. Terkait RW 008, ia mengatakan saat ini masih akan dipertimbangkan dan dikonfirmasi dengan pihak Dinas Sumber Daya Alam DKI Jakarta.
”Sekarang ada sekitar 300 bidang yang telah dibebaskan lahan. Cakupannya separuh dari target pembebasan lahan, yaitu 1,2 hektar dari 2,25 hektar,” lanjutnya.
Kendala yang dihadapi terkait pembebasan lahan adalah perbedaan jenis kepemilikan tanah. Beberapa warga memiliki legalitas atas tanah, seperti sertifikat tanah, girik, dan akta jual beli. Namun, sebagian lain tidak memiliki legalitas atas tanah ini.