Kementerian ESDM Survei Lahan Hunian untuk Penyintas
Lahan di dalam area Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cianjur yang direncanakan menjadi tempat pembangunan rumah bagi korban gempa, berdasarkan survei awal, tidak ada tanda longsor di masa lalu ataupun saat ini.
Oleh
Christina Mutiarani Jeinifer Sinadia
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menyurvei lahan tempat pembangunan hunian bagi korban gempa Cianjur, Jawa Barat, Senin (28/11/2022). Hasil survei awal menyatakan, lahan Jalan Raya Cibeber, Cilaku, tersebut relatif aman dari potensi pergerakan tanah.
Koordinator Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumaryono, Senin (28/11/2022), mengatakan, lahan yang berada di dalam area Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cianjur dan direncanakan menjadi tempat pembangunan rumah bagi korban gempa itu, berdasarkan survei awal, tidak ada tanda longsor di masa lalu ataupun sekarang.
”Kawasan ini masuk kategori zona rendah untuk potensi pergerakan tanah, tetapi masih dibutuhkan data kompilasi dari tim geologi teknik, tim pusat air tanah dan lingkungan hidup, serta data dari pihak terkait lainnya terkait daya dukung lahan antara lain kesesuaian jenis bangunan, baiknya berapa lantai, fondasinya seberapa dalam, kondisi airnya tercemar atau tidak, dan lain-lain,” ujar Sumaryono saat ditemui seusai menyurvei kawasan tersebut.
Kalau jenis batuan dasarnya ialah lava andesit dan preksi andesit atau batuan gunung api yang kuat.
Adapun lahan yang disediakan pemerintah itu memiliki luas sekitar 2 hektar dan direncanakan diperluas menjadi 2,5 hektar. Area sekitarnya masih dipenuhi ilalang dan pohon tinggi. Ada jalan kecil yang menghubungkan lokasi itu dengan SMK Pertanian Pembangunan Cianjur. Akses transportasi menuju lokasi tersebut tergolong mudah karena terletak di depan Jalan Raya Cibeber, Cilaku.
Dampak dari gempa bermagnitudo 5,6 yang mengguncang Kabupaten Cianjur pun tidak terlihat. Surmaryono menuturkan, lahan itu memiliki kemiringan lereng yang tidak lebih dari 10 derajat sehingga tergolong aman dari tanah longsor.
Adapun jenis batuan di kawasan itu ialah lava basal atau batuan vulkanik yang relatif aman untuk dijadikan dasar hunian. ”Kalau jenis batuan dasarnya ialah lava andesit dan preksi andesit atau batuan gunung api yang kuat,” kata Sumaryono.
Sumaryono menegaskan, hasil tersebut masih perlu dikaji lagi dengan hasil survei dari tim lain agar menghasilkan rekomendasi yang komperhensif. Kepala PVMBG Hendra Gunawan menuturkan, hasil survei secara umum dari timnya sudah dilaporkan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Pemerintah Kabupaten Cianjur. Hasil survei itu masih bersifat informasi awal.
”Tim kami masih melakukan survei di lapangan sampai saat ini,” kata Hendra saat dihubungi dari Kabupaten Cianjur.
Tidak nyaman
Sebagian penyintas yang rumahnya rusak lebih memilih tinggal di tenda pengungsian ketimbang di hunian yang akan dibangun oleh pemerintah. Neneng (38), warga Desa Mekar Sari, Kampung Panembong Girang RT 004 RW 004, Kecamatan Cianjur, menuturkan tidak ingin pindah ke tempat relokasi karena tidak nyaman.
”Saya dan keluarga lebih nyaman tinggal dengan tetangga di sini. Lebih baik rumah yang rusak ini direnovasi saja daripada harus dibikinkan tempat yang baru,” kata Neneng.
Di tenda pengungsiannya, Neneng tinggal bersama 17 keluarga lainnya. Ada sekitar 25 anak-anak di tenda itu.
”Kami masih membutuhkan selimut. Sampai saat ini, kami belum menerima bantuan selimut dari pemerintah. Anak-anak di sini juga membutuhkan minyak kayu putih dan minyak telon, sedangkan yang disalurkan tidaklah cukup karena hanya lima botol sedang,” kata Neneng.
Agus Marwan (49), warga Kampung Cibinong Garduh RT 004 RW 003, Desa Sirnagalih, Kecamatan Cilaku, mengatakan, ia dan keluarga sudah tidak nyaman tinggal di tenda pengungsian. Kendati demikian, ia enggan berpindah tempat tinggal apabila lokasinya jauh dari rumah mereka yang rusak.
Ketidaknyamanan Agus itu dipicu oleh kesehatan anaknya, Diban Alyudin (5), yang demam sejak dua hari yang lalu. Agus bercerita, bantuan yang dikirim ke tendanya lancar, tetapi belum ada kunjungan dari tenaga kesehatan sampai saat ini. Ia dan Lilis (45), istrinya, hanya memberikan obat demam seadanya kepada Diban.
Tenda yang ditempati Agus memiliki luas 48 meter persegi dan dihuni oleh sembilan keluarga yang rumahnya mengalami rusak berat. Mereka harus berbagi kamar mandi dengan warga lainnya di masjid terdekat atau di rumah warga yang tidak rusak berat.