Suasana haru bercampur cemas menyelimuti orang-orang yang menanti kabar penyelamatan anggota keluarga mereka yang menjadi korban gempa di Cianjur, Jawa Barat.
Oleh
AGUIDO ADRI, MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
·4 menit baca
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Petugas SAR membantu warga mencari korban yang diduga tertimbun reruntuhan rumah akibat gempa di Kampung Selaerih, Desa Benjot, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022).
Asep Badar (45), warga Kampung Selaerih, Desa Genjot, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, begitu resah dan tak tenang. Sesekali ia duduk, lalu berdiri, kemudian berjalan ke berbagai arah. Pikirannya dipenuhi kekalutan memikirkan nasib orang terkasihnya.
Hingga siang sekitar pukul 13.00, Selasa (22/11/2022), anak perempuannya, Dede (21), belum ditemukan petugas gabungan SAR, TNI, dan sukarelawan. Rumah bertingkat yang ditempati Dede ambruk akibat gempa bermagnitudo 5,6, Senin lalu.
Asep tampak lemas dan pasrah meski terselip harapan ada mukjizat keselamatan. Ia tak henti mengusap air matanya. Beberapa kali ia bergabung dengan warga yang menyaksikan upaya evakuasi. Warga pun berusaha menenangkannya. Namun, beberapa saat ia menyendiri sembari menangis.
”Tinggal beberapa hari lagi melahirkan, mungkin semingguan. Terakhir, kemarin pukul 17.00 saat dipanggil masih menyahut,” ujar Asep serak terisak, merujuk pada Dede yang sedang hamil tua itu.
AGUIDO ADRI
Asep Badar (45), warga Kampung Selaerih, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, menanti evakuasi putrinya oleh petugas SAR, TNI, dan sukarelawan, Selasa (22/11/2022).
Hal yang membuat ia tak kuasa menahan tangis adalah saat petugas menemukan sajadah dan mukena putih milik putrinya itu. Ia hanya menunjuk dan menganggukkan kepala.
Kejadian gempa pada Senin lalu menyentak warga. Banyak yang tak bisa menyelamatkan diri dan keluarganya, termasuk Asep yang saat gempa terjadi tak bisa membawa anaknya keluar dari rumah. Gempa di Cianjur menyebabkan 268 orang meninggal dan 151 warga dalam pencarian.
Petugas gabungan bahu-membahu membongkar reruntuhan bangunan dengan palu, cangkul, linggis, dan mesin pemotong kawat yang memerlukan aliran listrik. Namun, pascagempa, aliran listrik padam sehingga petugas SAR harus menggunakan genset.
Sekitar 30 meter dari rumah Asep, tangis Yayan (40) pecah saat anaknya yang berusia tujuh tahun ditemukan petugas di bawah reruntuhan bangunan. Tangisnya tak berhenti ketika sang anak dimasukkan ke dalam kantong jenazah oleh petugas dan dibawa ke masjid terdekat untuk dimandikan. Di RT 003 RW 001 Kampung Selaerih, ada empat korban jiwa.
Sementara itu, di posko pengungsian RT 001 RW 001, tim medis memeriksa warga dan anak-anak yang mengalami luka. Tak jauh dari posko itu, bapak-bapak shalat menghadap empat korban yang terbungkus kain.
Hanya ada tatapan kosong warga di bawah tenda. Sebagian lagi menitikkan air mata, salah satunya Ipah (47). Mata sembapnya sesekali menatap para bapak yang sedang shalat itu, lalu berpaling ke satu rumah yang roboh.
Rumah itu bukan miliknya, tetapi saat gempa, anaknya melintasi jalan kecil di samping rumah tersebut sehingga menjadi korban. Sejumlah petugas gabungan sedang membongkar reruntuhan bangunan, berupaya menemukan anak Ipah. ”Anak Ibu belum ketemu. Dia lagi hamil enam bulan,” ujarnya cemas.
Tolong anak-istri saya, Pak. Sampai sekarang belum ketemu.
Di sisi Ipah, duduk menantunya dengan tatapan kosong, juga menanti petugas menemukan istrinya. ”Kami harap segera ketemu, semoga selamat. Kemarin sebelum kejadian, anak Ibu lagi keluar. Dia berjalan di gang sebelah rumah itu dan ada gempa. Begitu saja rumah rusak, hancur, dan anak Ibu...,” ujar Ipah tak melanjutkan kalimatnya.
Yus Adriari (39) pun menyimpan harap di tengah kecemasan menanti kabar tentang keluarganya. Dari tenda darurat Rumah Sakit Umum Daerah Sayang, dia berharap ada berita baik dari kampungnya, Desa Cijedil, Kecamatan Cugenang, yang luluh lantak diguncang gempa.
Suara Yus bergetar saat menceritakan kiamat kecil yang dia rasakan kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman yang mengunjungi para pasien, Selasa pagi. Dia meminta tolong kepada orang nomor satu di TNI AD itu untuk mencari anak, istri, beserta keluarga lainnya.
KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA
Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Dudung Abdurachman memberikan semangat kepada korban gempa bumi yang dirawat di tenda darurat RSUD Sayang, Cianjur, Jawa Barat, Selasa (22/11/2022).
”Tolong anak-istri saya, Pak. Sampai sekarang belum ketemu. Desanya di Cijedil, Cugenang,” ujar Yus dengan suara bergetar.
Dudung pun menggenggam tangannya dan berjanji untuk mencari anggota keluarga Yus. ”Kami sudah kerahkan petugas di lokasi bencana. Semoga nanti ada kabar baik,” ujar Dudung.
Kawasan Cugenang menjadi fokus pencarian korban. Dalam evakuasi, Dudung menyatakan, TNI mengerahkan sekitar 2.000 personel dan menyiagakan hingga 14.000 petugas lainnya untuk berbagai kebutuhan penanggulangan bencana.
Ribuan petugas dan sukarelawan ini menjadi sumber harapan bagi semua orang yang menanti kabar keluarganya. Mereka sudah tidak peduli kondisi rumah yang rusak diamuk gempa. Mereka hanya ingin kepastian nasib keluarga mereka dan selalu berdoa agar semuanya baik-baik saja.
Kondisi pengungsian
Sementara itu, kondisi warga di posko pengungsian cukup memprihatinkan. Di Kampung Longkewang, Desa Gasol, misalnya, warga tinggal di tenda darurat dalam keterbatasan. Hingga Selasa pukul 14.00, belum ada bantuan yang mengalir. Padahal, sejumlah kebutuhan untuk bayi dan anak balita sangat diperlukan. Tenda yang didirikan warga juga rawan roboh karena dibuat seadanya.
”Sangat butuh sekali (bantuan). Ada banyak anak-anak. Kalau kami orang dewasa enggak apa-apa, tetapi anak-anak perlu minyak angin, popok, dan pakaian layak. Bantuan makan juga penting, lalu obat-obatan dan tenda,” kata Hadi (31), pengungsi.
Hingga pukul 18.30, kawasan terdampak gempa yang berada di perbukitan ini diguyur hujan sehingga cuaca dingin menusuk kulit. Bagi para pengungsi yang tinggal di posko tenda darurat, kondisi ini membuat mereka tidak nyaman.
”Kondisinya begini, siang pasti panas di tenda dan malam dingin. Semoga bantuan cepat datang. Tenda dan makanan,” kata Ella (58), pengungsi dari Kampung Longkewang.