Geng Remaja di Tangsel Hindari Medsos untuk Rencanakan Aksi Tawuran
Kelompok remaja janjian untuk tawuran dengan mengumpulkan geng kecil melalui komunikasi telepon.
Oleh
ERIKA KURNIA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polisi mengungkap strategi baru tawuran antargeng remaja di sejumlah wilayah di Kota Tangerang Selatan, Banten. Mereka menghindari penggunaan media sosial untuk berkomunikasi dan mengumpulkan kelompok bersenjata dari geng-geng kecil.
Beberapa waktu terakhir, polisi mengamankan puluhan remaja laki-laki berusia 15 tahun hingga 17 tahun di Kecamatan Legok, Kabupaten Tangerang, dan Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan. Mereka kedapatan hendak mencari lawan untuk tawuran dengan konvoi pada malam hari sambil membawa senjata tajam.
”Ada fenomena baru, ada gerakan sekelompok orang supaya terjadi tawuran. Dari keterangan, mereka dihubungkan lewat telepon, enggak janjian lewat IG (Instagram) atau medsos, seperti sebelumnya. Ini yang masih kami kejar, baik yang di Pamulang maupun Legok,” ungkap Kepala Kepolisian Resor Tangerang Selatan Ajun Komisaris Besar Sarly Sollu saat dihubungi dari Jakarta, Selasa (22/11/2022).
Di Legok, polisi mengamankan 28 pemuda di Kampung Blok Klapa, Desa Serdang, Minggu (20/11/2022), saat menggelar operasi pencegahan kejahatan jalanan. Mereka, yang berasal dari daerah di luar Legok, mengaku hendak tawuran dengan berkumpul di suatu tempat sejak sekitar pukul 23.00. Mereka berkumpul dengan sepeda motor dan membawa aneka senjata.
”Kami datangi jam 2 pagi, lalu kami amankan berikut sepeda motor sejumlah 48 unit. Senjata tajam ada 1 parang, 4 stik golf, 7 katana, dan 2 celurit. Katananya bahkan masih, baru beli secara daring,” kata Sarly.
Di Pamulang, pada hari sama, polisi mengamankan empat pemuda di bawah umur. Mereka juga kedapatan membawa senjata dan bahan berbahaya, yakni busur dan 16 anak panah sampai air keras.
Motif kelompok remaja di dua tempat itu serupa, yakni mencari lawan untuk tawuran. Namun, kata Sarly, gerakan ini diarahkan pihak tertentu yang sampai saat ini masih ditelusuri. Pelaku itu mampu menggerakkan kelompok-kelompok remaja yang tidak saling kenal hanya dengan komunikasi telepon.
”Mereka yang digerakkan bukan satu geng, mereka diajak satu teman ke teman lain. Rata-rata mereka berkelompok 4 orang, 2 orang. Tidak saling kenal,” katanya.
Temuan ini berbeda dengan situasi beberapa tahun terakhir. Polisi kerap menelusuri aksi kejahatan jalanan remaja melalui media sosial. Melalui media sosial mereka berkomunikasi mengarahkan kelompoknya atau mencari penantang, antara lain dengan memamerkan aksi mereka dengan memublikasikan video rekaman atau siaran langsung aksi mereka.
Tim Patroli Perintis Presisi Polres Metro Bekasi Kota, misalnya, pernah menemukan puluhan akun media sosial di Instagram yang terpantau sedang menayangkan aktivitas para remaja bersepeda motor yang berkumpul untuk balapan liar, tawuran, atau menyusuri sejumlah gang demi mencari kelompok-kelompok remaja lain di wilayah tersebut.
Salah satunya, akun Instagram dengan nama @jalur_pelajar99. Akun dengan slogan ”Biarkan aspal dan langit menjadi saksi bahwa kami ada dan nyata” itu terpantau mulai aktif menyiarkan aktivitas mereka yang sedang berkeliling dengan sepeda motor menyusuri ruas jalan di Kota Bekasi sejak pukul 02.00 hingga pukul 03.00. Di siaran langsung akun itu juga disematkan tulisan bernada provokasi berupa tantangan kepada kelompok lain (Kompas.id, 22/8/2022).
Selain untuk pamer kekuatan, media sosial juga dimanfaatkan para remaja untuk membeli senjata tajam. Penjual membuat lapak dagangan khusus jual beli senjata jenis tertentu bahkan memiliki sebutan khusus pada senjata tajam yang biasa dibeli pelajar.
Polres Metro Jakarta Pusat juga menemukan fenomena geng remaja yang terlibat tawuran. Geng ini umumnya berasal dari sekolah yang berbeda. Setidaknya ada lima sekolah di Jakarta Pusat yang para pelajarnya kerap terlibat tawuran antarpelajar.
”Catatan kami ada lima sekolah yang pelajarnya terlibat tawuran,” kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Komisaris Besar Komarudin kepada wartawan, Selasa.
Fenomena ini terbilang baru karena umumnya tawuran dilakukan kelompok remaja dari sekolah yang sama dan melawan sekolah lain. ”Saat ini perkumpulan nah perkumpulan itu sendiri tidak hanya terdiri atas satu sekolah saja tetapi berbagai sekolah dalam satu kelompok. Sekarang ini lebih ke geng,” lanjutnya.
Anak sebagai korban
Psikolog dari Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, menilai, adanya kekerasan dari para remaja berbeda dengan kelompok gangster orang dewasa, yang umumnya berlatar ekonomi. Kelompok yang dibentuk remaja biasanya menjadi ruang kedua untuk menampilkan diri.
”Mereka secara umum dalam masa-masa pencarian jati diri. Yang mereka butuhkan ialah perhatian dan pelukan. Agar bisa diperhatikan tentu butuh prestasi,” ucap Devie (Kompas.id, 22/8/2022).
Lewat kelompok, mereka akan belajar menemukan jati diri mereka. Kawan seumur hingga media sosial saat ini menjadi tempat mereka belajar. Langkah yang ditempuh remaja ini bisa muncul akibat lemahnya institusi sosial dalam memberi panggung bagi anak-anak remaja.
”Secara sosial, mereka adalah korban dari lemahnya institusi sosial, seperti keluarga dan masyarakat. Institusi sosial abai akan kebutuhan mereka,” pungkasnya.
Untuk mengatasi fenomena ini terhadap pemuda di bawah umur, Polres Tangerang Selatan menindak para pemuda yang tertangkap dengan wajib lapor. Wajib lapor berlaku sampai polisi menemukan pihak yang menjual senjata hingga merencanakan tawuran.
Selain itu, polisi juga mengingatkan para orang tua agar tidak mengizinkan anak-anak mereka meninggalkan rumah pada malam hari di atas jam sembilan malam. Sementara itu, di Jakarta Pusat, Polres berkoordinasi dengan sekolah untuk menyampaikan edukasi dan sosialisasi mengenai penindakan dan pengawasan kenakalan remaja.
”Kita sudah berkoordinasi untuk melakukan kegiatan preemtif, yakni edukasi, sosialisasi terkait dengan peraturan undang-undangan masalah tawuran pelajar termasuk juga imbauan kemudian kita juga sudah melakukan preventif dengan menjaga titik-titik yang rawan tawuran,” katanya.