Berdasarkan statistik kesejahteraan rakyat 2022 yang dilansir oleh BPS, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk kategori warga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri.
Oleh
Christina Mutiarani Jeinifer Sinadia
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagian warga DKI Jakarta masih memilih tinggal di hunian sewa ketimbang membeli rumah sendiri. Harga rumah yang mahal dan persyaratan administrasi kredit rumah yang belum dapat dipenuhi menjegal pemenuhan kebutuhan utama tersebut.
Okta Dwi Nurmanto (29), kurir lokapasar, Senin (21/11/2022), mengatakan, ia memilih menyewa kamar indekos karena harganya lebih murah. Sulit bagi Okta untuk membeli rumah atau apartemen karena belum berstatus sebagai karyawan tetap. Kamar indekos yang disewa Okta terletak di Jalan Halmahera, Gambir, Jakarta Pusat.
”Saya hanya menyesuaikan dengan kebutuhan di fase hidup yang sekarang aja sih. Barangkali nanti kalau sudah memiliki keluarga sendiri, saya akan menargetkan untuk membeli rumah pribadi,” ujar Okta.
Di lain tempat, Bekti Sudarmi (51), warga Kampung Pondok Randu, Cengkareng, Jakarta Barat, menuturkan, alasannya lebih memilih menyewa rumah petak agar lebih dekat dengan warung kecil tempat usahanya.
Bekti menyewa rumah petak seluas 15 meter persegi sebesar Rp 1,155 juta per bulan di luar biaya listrik. Rumah itu hanya memiliki satu ruang tamu, satu kamar tidur, satu toilet, dan dapur.
Muhammad Zakaria (34), warga Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, mengatakan, ia belum mampu membeli rumah untuk keluarga kecilnya. Zakaria, yang sedari kecil sudah tinggal di Jakarta itu, akhirnya menempati rumah warisan orangtuanya.
”Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja, saya harus kerja sambilan sebagai tukang ojek daring. Gaji bulanan tidaklah cukup karena tidak ada insentif atau bonus-bonus dari kantor,” kata Muhammad.
Pada 17 November 2022, BPS melansir data Statistik Kesejahteraan Rakyat 2022. Data itu menunjukkan, Jakarta merupakan provinsi dengan persentase terendah untuk kategori warga dengan status kepemilikan rumah milik sendiri. Dari 11,25 juta jiwa penduduk Jakarta, hanya 50,67 persen di antaranya yang tinggal di rumah milik sendiri. Angka tersebut merupakan yang terendah se-Indonesia.
Hampir setengah penduduk Ibu Kota menempati hunian sewa. Angka penduduk yang menempati hunian sewa ialah 30,94 persen. Adapun sebanyak 16,93 persen warga tinggal di rumah bebas sewa atau ditempati tanpa membayar dan 1,47 persen lainnya tinggal di rumah dinas.
Pengamat perkotaan, Suryono Herlambang, menilai, penyediaan perumahan di Jakarta belum tepat sasaran. Ini karena lebih banyak hunian di Jakarta yang digunakan untuk investasi ketimbang untuk warga yang belum memiliki hunian milik sendiri.
”Ada warga yang membeli rumah atau apartemen bukan untuk dihuni, melainkan untuk disewakan atau dijual dengan harga yang lebih tinggi. Jadi, rumah bukan lagi untuk tempat hunian, melainkan investasi yang bisa mendatangkan keuntungan,” ujar Suryono saat dihubungi dari Jakarta.
Di negara maju, kata Suryono, ada pengawasan bagi pembeli hunian susun yang disubsidi pemerintah, baik disubsidi bunga maupun yang diberi kemudahan atau kelonggaran perizinan. Hanya pembeli yang akan benar-benar menempati hunian itulah yang akan diizinkan.
”Jadi tidak boleh dijual bebas ke pasar perumahan yang sering kali dikuasai investor. Akan lebih baik apabila pemerintah kota memiliki aturan untuk kisaran harga sewa dan untuk standar pelayanan umum,” tutur Suryono.