Cibeureum Porak Poranda, Korban Kekurangan Makanan dan Tenda
Tujuh posko tenda darurat dibangun warga di atas lahan padi dan perkebunan di sekitar Desa Cibeureum. Warga terdampak kekurangan makanan, air bersih, tenda, tikar, dan obat-obatan.
Oleh
AGUIDO ADRI, RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·4 menit baca
CIANJUR, KOMPAS — Gempa merusak hampir 90 persen rumah warga di Desa Cibeureum, Cugenang, Cianjur, Jawa Barat. Warga terpaksa mendirikan tenda-tenda darurat untuk mengungsi. Beberapa warga yang terluka akibat tertimpa reruntuhan belum diantar ke rumah sakit karena akses yang sulit. Mereka juga kekurangan makanan, air bersih, dan peralatan pertolongan pertama.
Sebanyak 206 keluarga Desa Cibeureum dari RT 003 RW 003 dan RT 004 RW 003 terpaksa mengungsi di tenda-tenda darurat di sekitar desa tersebut. Ini karena rumah mereka terdampak gempa tektonik berkekuatan magnitudo 5,6 yang terjadi di Senin (21/11/2022) pukul 13.21 WIB. Gempa ini berpusat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, dan dirasakan hingga Kota Bandung dan Provinsi DKI Jakarta.
Sebagian rumah warga hancur sehingga tidak bisa dihuni kembali. Dinding dan pilar fondasi bangunan roboh menyebabkan atap rumah-rumah tersebut runtuh. Sebanyak 6 warga luka serius akibat tertimpa reruntuhan bangunan saat sedang mencoba menyelamatkan diri. Puluhan warga lainnya luka ringan. Mereka terpaksa merawat lukanya sendiri dengan alat-alat seadanya karena belum ada bantuan dari pihak penanggulangan bencana setempat.
Pasangan suami Istri, Yusi (30) dan Uswana (32), terluka berat akibat tertimpa reruntuhan rumah mereka. Kaki mereka berdua sempat tertimpa atap sehingga menyebabkan luka yang butuh penanganan medis serius. Uswana mengatakan, ia sempat panik karena istrinya sedang mengandung enam bulan, tetapi untungnya, tidak terjadi gangguan pada kandungan Yusi. Kini, mereka berdua sedang dirawat oleh warga lainnya di salah satu tenda darurat.
Kami kekurangan tenda dan juga tikar. Kami juga kekurangan makanan, air bersih, dan peralatan pertolongan pertama
Ketua RT 003 RW 003, Ihya, menunjukkan tujuh posko tenda darurat yang dibangun warga di atas lahan padi dan perkebunan di sekitar desa tersebut. Tenda-tenda itu dibuat seadanya dengan menggunakan terpal, kayu, dan tali plastik. Keterbatasan terpal membuat tenda tidak cukup besar untuk ditempati banyak warga sehingga harus membutuhkan banyak posko.
”Kami kekurangan tenda dan juga tikar. Tendanya kecil makanya harus berdempetan, kasihan ibu yang hamil dan anak-anak kecil. Kami juga kekurangan makanan, air bersih, dan peralatan pertolongan pertama untuk mengobati yang luka. Sampai sekarang belum ada bantuan,” ujar Ihya sembari menunjukkan salah satu tenda darurat.
Menurut Ihya, 90 persen total rumah warga di Desa Cibeureum rusak akibat gempa. Warga tidak lagi mau tinggal di dalam sisa rumah mereka karena takut roboh. Belum lagi, mereka khawatir akan ada gempa susulan. Karena itu, pengungsian sangat dibutuhkan untuk menampung semua warga yang butuh tempat tinggal
Pelaksana Pembinaan Pemerintah Desa Cibeureum Hanipah mengatakan, warga yang mengungsi kekurangan air bersih dan makanan. Banyak barang rumah tangga warga yang tertimbun sehingga mereka kekurangan pakaian, kebutuhan mandi, dan kebutuhan pribadi lainnya. Beberapa warga yang terluka juga membutuhkan penanganan medis intensif.
Selain itu, listrik mati total di sekitar Kecamatan Cugenang karena kabel saluran listrik putus. Akibatnya, pada malam hari, tenda-tenda pengungsian gelap. Warga hanya mengandalkan lilin sebagai sumber penerangan. Jaringan telepon juga terputus semenjak guncangan gempa sehingga membatasi komunikasi keluar.
Hingga Senin petang, masih belum ada proses evakuasi ataupun bantuan kepada warga Desa Cibeureum. Mobil ambulans, polisi, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Cianjur lalu lalang di Jalan Raya Puncak-Cianjur mengevakuasi korban yang luka dan meninggal akibat gempa di sekitar Kecamatan Cugenang. BPBD juga sedang berupaya membuka akses jalan tersebut yang tertutup longsor.
Data BPBD Cianjur hingga malam ini, sedikitnya 162 korban tewas, 326 orang luka-luka dan 13.784 orang harus mengungsi. Sebanyak 2.345 bangunan rusak, meliputi rumah, sekolah, fasilitas layanan kesehatan, dan bangunan ibadah.
Gelap
Malam ini, sepanjang tujuh kilometer memasuki Kota Cianjur, Jawa Barat, rumah-rumah warga gelap. Hanya remang lilin, senter, dan suara sirene, menemani malam warga yang masih sangat trauma dengan gempa pada siang tadi. Banyak warga menggelar tikar dan kasur di teras rumah mereka.
Hingga sekitar pukul 22.00, ambulans masih lalu lalang membawa korban gempa ke RS Umum Daerah Sayang. Mendengar suara sirene membuat Alisah (32), warga Kecamatan Cugenang, yang menggendong anak balita menutup telinga dan menyebut nama Allah. Ia bersama suaminya baru saja menerima perawatan di rumah sakit karena mengalami luka.
”Periksa anak juga. Sempat kena runtuhan. Alhamdulillah selamat. Tapi dengar ambulans enggak berhenti, berapa banyak yang jadi korban? Saya takut. Malam ini mengungsi dulu,” kata Alisah tak melepas pelukan anaknya sembari menangis.
Hampir sejam setelah pemeriksaan kesehatan, Alisah lebih memilih keluar dari kawasan rumah sakit karena anaknya tak pernah berhenti menangis. Di tengah kemalangannya, Alisah masih bersyukur karena ada warga yang tak terdampak gempa mau menampung sementara keluarga kecilnya.
Melihat masih banyaknya ambulans yang masuk rumah sakit, jumlah korban kemungkinan bertambah.