Kasus Covid-19 Kembali Naik, Prokes Pengguna Angkutan Umum Melonggar
Kasus positif harian Covid-19 di DKI Jakarta kembali naik. Namun, banyak penumpang angkutan umum yang tidak tertib menerapkan protokol kesehatan.
Oleh
HELENA FRANSISCA NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus harian Covid-19 di DKI Jakarta terus naik. Meski pemerintah masih memberlakukan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, banyak pengguna angkutan umum yang longgar dalam penerapan disiplin protokol kesehatan.
Revi Chandra (30), warga Cakung, Jakarta Timur, yang ditemui di Stasiun Gondangdia, Minggu (20/11/2022), mengatakan, ia masih mengikuti aturan pemerintah yang meminta setiap penumpang memindai barcode atau kode batang di aplikasi Peduli Lindungi saat hendak memasuki stasiun. ”Bisa dibilang saya masih tertib aturan itu,” katanya.
Namun, Ricky (36), warga Pasar Minggu, Jakarta Selatan, yang ditemui di Stasiun Tanah Abang, mengatakan, ia tidak pernah lagi memindai barcode aplikasi Peduli Lindungi. ”Tidak diwajibkan oleh petugas. Juga sudah tidak ada pemeriksaan sama sekali. Paling cuma masker saja yang diwajibkan,” ujarnya.
Untuk pergi bekerja di kawasan Cideng, Jakarta Pusat, Ricky biasa naik kereta komuter dari Stasiun Pasar Minggu menuju Stasiun Tanah Abang. Kemudian, untuk pulang, ia biasa naik bus Transjakarta. ”Kalau bus, naiknya dari Monas. Di Halte Transjakarta saya juga tidak memindai karena tidak disuruh oleh petugas. Saya cuma dicek suhu badan,” ujarnya.
Winda Rahmatia, warga Pondok Gede, Jakarta Timur, yang ditemui di halte Transjakarta Lebak Bulus, Jumat (18/11/2022), juga mengatakan, ia tidak pernah lagi memindai Peduli Lindungi. ”Tidak sempat,” katanya.
Untuk berangkat, ia menggunakan angkot ke Kampung Rambutan. Dari Kampung Rambutan, ia melanjutkan perjalanan dengan bus Transjakarta menuju kantornya di kawasan Lebak Bulus. Untuk pulang, ia naik bus Transjakarta lagi dari Lebak Bulus.
”Busnya yang berpintu masuk rendah, masuk dari kiri. Jadi, tidak pernah memindai barcode. Di Lebak Bulus juga tidak memindai, buru-buru,” kata Winda.
Sementara itu, bagi Revi, ia masih sempat memindai Peduli Lindungi sebelum naik transportasi umum karena jam kerjanya lebih fleksibel. ”Jadi saya tidak merasa terburu-buru untuk melakukan pemindaian barcode,” ucapnya.
Di Stasiun MRT Lebak Bulus, masih ditemui penumpang yang memindai barcode. Namun, di Stasiun Cipete, penumpang langsung masuk saja. ”Kembali ke pribadi masing-masing, sebenarnya. Kalau saya, karena gawai selalu saya pegang, jadi bagi saya simple saja untuk memindai,” ujar Revi.
Terpisah, Vice President Corporate Secretary KAI Commuter Erni Sylviane Purba mengatakan, untuk bisa naik kereta komuter, penumpang masih diwajibkan cek aplikasi Peduli Lindungi. ”Cek barcode di aplikasi Peduli Lindungi masih tetap berlaku dan penumpang wajib memakai masker juga,” katanya.
Aturannya belum dicabut. Jadi, seharusnya penumpang masih tetap check-in aplikasi Peduli Lindungi.
Hal senada juga ditegaskan Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT MRT Jakarta (Perseroda) Rendi Alhial. ”Aturannya belum dicabut. Jadi, seharusnya penumpang masih tetap check-in aplikasi Peduli Lindungi,” ucap Rendi, seraya menambahkan ia akan mengecek dan kembali menguatkan prosedur operasi di lapangan.
Dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2022 tentang PPKM pada kondisi Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali, DKI Jakarta masih berstatus PPKM level 1. Meski sektor angkutan umum sudah boleh mengangkut 100 persen, protokol kesehatan ketat diatur tetap diterapkan.
Catatan dari laman corona.jakarta.go.id menyebutkan, dalam pekan ini, angka kasus positif harian ada di atas 2.500 kasus.
Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman, secara terpisah, menjelaskan, dengan situasi kasus Covid-19 saat ini, pemerintah tidak bisa menyamakan strategi komunikasi risikonya. ”Karena yang kita hadapi saat ini adalah tidak hanya satu, tetapi beberapa subvarian yang sudah relatif sama, dengan potensi kerugian yang tidak bisa hanya dilihat dalam jangka pendek, tetapi dalam jangka panjang,” ungkapnya.
Pemerintah, jelas Dicky, harus melakukan upaya mencegah masyarakat terinfeksi, mencegah reinfeksi, atau mencegah koinfeksi (infeksi Covid yang dialami dengan lebih dari satu subvarian). ”Pemerintah harus tetap melakukan 3T (tracing, testing, treatment), 5M, dan vaksinasi,” ujarnya.
Aplikasi Peduli Lindungi, lanjut Dicky, menjadi salah satu upaya untuk meminimalisasi orang yang bisa berpotensi membawa virus. ”Dengan cara apa? Dari statusnya bahwa dia sudah divaksinasi, bahwa dia tidak sedang dalam kasus kontak, dan bahkan sebetulnya aplikasi Peduli Lindungi itu harusnya memuat yang lagi batuk pilek, demam,” jelas Dicky.
Kalau bicara angkutan umum, Dicky menambahkan, yang perlu diperhatikan setidaknya status vaksin sudah tiga dosis. Lalu, harus dipastikan bahwa yang bersangkutan atau calon penumpang tersebut tidak dalam status merah atau hitam, tidak dalam kasus kontak, dan tidak positif Covid-19, termasuk tidak ada gejala.
Selain itu, operator juga harus memastikan protokol kesehatan diterapkan ketat, seperti pemakaian masker, pengaturan ventilasi, hingga pengaturan kapasitas penumpang. Menurut Dicky, itu semua harus dilakukan bersama-sama, baik operator juga penumpang.
”Apabila tidak dilakukan, kita mesti siap menjadi negara yang sakit-sakitan. Walaupun saat ini dalam jangka pendek belum kita alami. Tetapi ingat, negara ini, kan, akan panjang usianya dan perlu berkompetisi di masa depan,” katanya.