Sebagian Mesin Pembaca Kartu di Bus Transjakarta Tak Berfungsi
Masih ada mesin pembaca kartu di bus Transjakarta rute non-BRT yang tidak berfungsi dengan baik. Sejumlah penumpang mengeluhkan, kendala yang muncul menghambat perjalanan.
Oleh
CHRISTINA MUTIARANI JENIFER SINADIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah penumpang masih mengeluhkan sistem tap in tap out di halte Transjakarta. Masih ada mesin pembaca kartu di bus Transjakarta yang tidak berfungsi dengan baik, seperti di bus Transjakarta Koridor 1M, rute Blok M-Meruya, Sabtu (19/11/2022).
Berdasarkan pantauan dari dalam bus, pada pukul 11.35, ada seorang penumpang yang tidak berhasil melakukan tap in karena mesin pembaca kartu tidak merespons. Dalam perjalanan, empat penumpang lainnya mengalami kendala serupa. Kartu perbankan milik mereka, tidak terbaca saat melakukan tap in.
Pramudi pun mencoba memperbaiki mesin itu saat bus berhenti di tengah jalanan yang macet. Ia menekan beberapa bagian pada sisi belakang mesin. Namun, saat dicoba tap in kembali, mesin tetap tidak merespons. Alhasil, sejumlah penumpang yang tadinya tidak berhasil tap in, diperbolehkan untuk turun tanpa melakukan tap out.
”Kesalahan ada pada sistem di mesinnya, bukan pada penumpang, jadi tidak apa-apa. Sudah saya laporkan ke grup Whatsapp,” ujar Soepardi, pramudi bus tersebut.
Duma Sitompul (34), salah satu penumpang bus bernomor TWS-083 itu, menilai, mesin pembaca kartu yang tidak responsif itu memperlambat perjalanan penumpang.
”Ribet sekali rasanya kalau lagi buru-buru. Mesin tap (pembaca) kartu di bus Transjakarta sering tidak berfungsi sehingga harus menunggu kartunya direset terlebih dahulu,” ucap Duma, yang saat itu membawa tiga anaknya, Mesach (7), Maura (3), dan Mosha (2).
Romy Hutagaol (45), suami Duma, menuturkan, kebijakan tap in tap out itu dinilai menyulitkan, terutama bagi masyarakat menengah ke bawah. ”Keluarga kami ada lima orang jumlahnya, berarti kami harus punya setidaknya tiga kartu perbankan, baru bisa naik bus Transjakarta,” ujar Romy.
Ia juga mengeluhkan potongan biaya administrasi sejumlah Rp 1.500 saat penambahan saldo. Potongan biaya itu dirasa terlalu berat untuk dia yang harus mengisi saldo di tiga kartu sekaligus. Sementara setiap kartu milik Romy berasal dari perbankan yang berbeda-beda sehingga minimal penambahan saldo pun berbeda.
Di lain tempat, Ana (25), penumpang bus Transjakarta yang ditemui di Halte Simprug, Jakarta Selatan, menuturkan, saldo kartu perbankannya pernah terpotong dua kali lipat saat tap in. Hal itu sering dialaminya sejak awal November.
”Waktu itu, saldoku Rp 10.000, terpotong Rp 7.000 saat tap in karena kartu perbankanku enggak terbaca pas mau tap out di hari sebelumnya,” ucap Ana.
Ana merasa tidak nyaman dengan sistem tersebut. Ia pun mempertanyakan tujuan dari kebijakan tap in tap out.
Sistem yang kompleks
Terkait masalah sistem tap in tap out, Direktur Utama JakLingko Indonesia Muhamad Kamaluddin, selaku penyedia layanan, menyatakan, sistem di Transjakarta ialah yang paling kompleks ketimbang di lintas raya terpadu (LRT) dan moda raya terpadu(MRT). Itu karena mesin pembaca kartunya tidak berdiam di satu titik, tetapi diletakkan di dalam bus yang bergerak.
”Sistem daring pada mesin yang diletakkan di dalam bus ini yang sering kali error. Namun, kami langsung melakukan perbaikan apabila ada mesin yang error,” ucap Kamaluddin saat dihubungi Sabtu sore.
Saat proses pengkajian, sistem tersebut sudah diuji. Namun, diakuinya, ada kendala-kendala teknis yang tidak bisa diprediksi saat sistem dijalankan.
”Sebenarnya keluhan terkait sistem itu cenderung berkurang akhir-akhir ini. Namun, kami akan terus berkoordinasi dengan pihak Transjakarta agar sistem ini bisa terus disempurnakan,” jelas Kamaluddin.
Sistem tap in tap out merupakan kebijakan dari pemerintah DKI Jakarta dan PT Transjakarta. Kebijakan itu bertujuan melacak pergerakan masyarakat yang menggunakan moda transportasi Transjakarta.
”Sebelum ada kebijakan itu, yang terdata hanya titik awal penumpang, sementara titik akhirnya tidak tercatat. Kini, pergerakan dari titik mana ke mananya itu sudah bisa dilacak,” ujar Kamaluddin.
Secara terpisah, Ketua Forum Warga Kota (Fakta) Jakarta Azas Tigor Nainggolan menilai, ada masalah sejak awal dicetuskannya kebijakan itu. Ia menilai, Transjakarta belum membutuhkan sistem tap in tap out tersebut.
”Perhitungan tarif di Transjakarta belum menggunakan perhitungan sesuai jarak yang ditempuh penumpang atau masih single tarif. Beda dengan kereta rel listrik (KRL) yang memasang tarif sesuai jarak tempuh,” tutur Azas yang juga merupakan pengamat transportasi.
Azas menceritakan, Fakta sering menerima keluhan dari masyarakat terkait kebijakan tersebut. ”Transjakarta harus membenahi kebijakan itu agar konsumen tidak dirugikan terus-menerus,” lanjut Azas.
Dia menambahkan, PT Transjakarta perlu lebih gencar menyosialisasikan kebijakan sistem tap in tap out kepada publik. Publik perlu mengetahui secara jelas terkait tujuan dari kebijakan tersebut.