Irjen Teddy Minahasa Cabut Berita Acara Pemeriksaan
Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum Teddy menjelaskan, kliennya menarik semua berita acara pemeriksaan. Pencabutan atas dasar klaim Teddy, yaitu sudah ditemukan bukti baru bahwa sabu masih utuh di Bukittinggi.
Oleh
ERIKA KURNIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polda Metro Jaya hampir menyelesaikan penyidikan kasus peredaran 5 kilogram sabu dengan 11 tersangka, yang di antaranya Inspektur Jenderal Teddy Minahasa. Dalam proses ini, Teddy Minahasa justru mencabut semua berita acara pemeriksaannya karena klaim tidak mengarahkan peredaran barang bukti sabu.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Endra Zulpan, Jumat (18/11/2022), mengatakan, mereka telah secara bertahap menyerahkan berkas penyidikan tahap pertama ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Penyidikan perkara peredaran narkoba yang melibatkan anggota kepolisian ini hampir setelah pertama kali dirilis 14 Oktober 2022 silam.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Ade Sofyansah, dihubungi di Jakarta, mengatakan, berkas tujuh tersangka yang mereka terima dinyatakan belum lengkap atau masih P19, antara lain berkas tersangka eks Kapolsek Kalibaru Kasranto, Ajun Inspektur Polisi Satu Janto, dan M Nasir alias DG.
Lalu, berkas Ajun Komisaris Besar Dody alias D, mantan Kapolres Bukittinggi; Syamsul Ma’arif; dan Linda Pujiastuti alias Anita. Berkas enam tersangka itu diterima 27 Oktober dan sudah dikembalikan ke penyidik. Berkas pemeriksaan eks Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa, yang menyusul kemudian, juga dikembalikan lagi pada 17 November 2022.
”Belum P21 karena hasil penelitian ada beberapa poin, baik formil maupun materiil, yang harus dilengkapi oleh penyidik. Jadi, belum siap untuk pembuktian. Namun, petunjuk tersebut maksimum dikembalikan 30 hari sejak diterbitkan P19,” kata Ade.
Dicabut atas dasar sudah ditemukan bukti baru bahwa barang utuh di Bukittinggi.
Selain berkas ketujuh orang itu, berkas empat tersangka lainnya, yakni Ajun Inspektur Polisi Dua AD dari Polsek Kalibaru serta warga sipil berinisial HE, AR, dan AW, diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Total 11 tersangka ini dipersangkakan dengan Pasal 114 Ayat 2 subsider Pasal 112 Ayat 2 juncto Pasal 132 Ayat 1 juncto Pasal 55 Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Teddy Minahasa pun kembali menjalani pemeriksaan setelah berkas dikembalikan. Hotman Paris Hutapea selaku kuasa hukum menjelaskan, pada kesempatan itu kliennya menarik semua berita acara pemeriksaan (BAP), termasuk BAP sebagai saksi bagi tiga tersangka lain.
”Dicabut atas dasar sudah ditemukan bukti baru bahwa barang utuh di Bukittinggi,” kata Hotman yang ditemui di Polda Metro Jaya.
Hotman menjelaskan, barang bukti 5 kg sabu yang diduga beredar di Jakarta itu masih utuh dan disimpan oleh kejaksaan sebagai bukti dalam persidangan terdakwa yang ada di Bukittinggi, Sumatera Barat. Lima kilogram sabu itu bagian dari total 41,4 kg sabu sebagai barang bukti yang diungkap pada pertengahan 2022 saat tersangka Dody masih menjabat sebagai kapolres.
”Pada awalnya kapolres ini melaporkan ke kapolda ditemukan 41,4 kg itu laporan pertamanya, tetapi setelah ditimbang pada saat rilis tiba-tiba jumlahnya cuma 39,5 kg. Artinya, dari sebelum rilis sudah hilang barbuk ini 1,9. Di situ Teddy mulai curiga sudah ada yang nyolong 1,9 kg dan ini yang diduga beredar di Jakarta,” ujar Hotman.
Pengacara kondang itu pun meyakini 1,9 kg yang hilang diedarkan Dody kepada Linda melalui bantuan tersangka Syamsul Maarif. Ia juga menduga, temuan 2 kg sabu di rumah Dody dan sekitar 3 kg sabu di Jakarta bukan bagian dari barang bukti kasus di Bukittinggi.
Hotman menunjukkan dokumen pemusnahan sekitar 35 kg dari 39,5 kg sabu yang disita. ”Periksa semua pejabat yang menyaksikan pemusnahan yang 35 kg, ada 75 media di situ, semua pejabat, bahkan ketua pengadilan ikut menyaksikan, ada berita acara resminya,” lanjutnya.
Selain itu, ia juga membantah temuan polisi terkait 5 kg sabu yang ditukar dengan tawas. Temuan itu terungkap dari percakapan Teddy dengan Dody di aplikasi pesan. ”Itu biasa begitu pimpinan mengetes (anggotanya) dan ternyata tidak ada satu saksi pun mengatakan bahwa tawas itu diganti dengan narkoba,” pungkasnya.
Berseberangan dengan Teddy, kuasa hukum tiga tersangka, yaitu Dody, Linda, dan Syamsul Maarif, diajukan sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC) ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adriel Viari Purba, Koordinator Tim Penasihat Hukum Dody dan kawan-kawan dalam keterangan resminya, Sabtu (5/11/2022), mengatakan, berkas pengajuan sudah dinyatakan lengkap oleh LPSK.
”Meski pihak LPSK telah menyatakan berkas lengkap, mereka masih akan menelaah dan mendalami lagi sebelum menetapkan keputusan akhir,” ujar Adriel.
Menurut dia, permohonan perlindungan dan pengajuan kerja sama dengan penegak hukum sebagai JC penting bagi kliennya mengingat tersangka Teddy masih berstatus sebagai jenderal aktif. Ini membuat kliennya akan kesulitan mengungkap kebenaran perkara.
Berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, kata Adriel, syarat untuk menjadi JC, di antaranya, bukan menjadi pelaku utama dalam suatu perkara. Keterangan saksi pelaku dinilai penting untuk mengungkap suatu tindak pidana dalam kasus yang sama.
”Kami yakin AKBP Dody dan kawan-kawan memiliki keterangan yang bisa membongkar perkara ini secara terang benderang. Karena itulah kami mengajukan permohonan JC sekaligus perlindungan kepada LPSK.