Pelaku membobol 10 toko dalam kesempatan berbeda. Dia mencuri barang hingga uang bernilai sampai puluhan juta rupiah dari satu toko.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seorang pencuri yang kerap membobol sejumlah toko di Jakarta Barat ditangkap aparat Kepolisian Sektor Tambora. Pelaku dengan kondisi tunawicara itu nekat menjadi kriminal karena masalah sosial dan ekonomi.
Polisi menetapkan pria berinisial JS (36) itu sebagai tersangka karena melakukan sejumlah aksi pencurian di Pasar Pagi Roa Malaka, Kecamatan Tambora, Jakarta Barat. Aksi itu dilakukan sepanjang Maret 2022 sampai November 2022.
”Penangkapan pelaku berdasarkan laporan dari empat pemilik toko, dari total sepuluh toko yang pernah disatroni pelaku berdasarkan pengakuannya setelah ditangkap polisi,” ungkap Kepala Polsek Tambora Komisaris Putra Pratama, di Jakarta, Selasa (15/11/2022).
Pelaku teridentifikasi berdasarkan rekaman kamera pemantau (CCTV) yang terpasang di beberapa lokasi tempat kejadian perkara. Terungkap bahwa JS masuk ke dalam toko dengan cara menjebol pintu teralis. Ia juga pernah membobol atap toko. Di dalam toko, ia mencuri barang hingga uang. Toko yang menjadi korban bahkan ada yang merugi hingga puluhan juta rupiah.
”Empat korban yang sudah membuat laporan ke polsek adalah Toko Sinar Baru dengan kerugian Rp 20 juta, lalu Toko Rinaldi dengan kerugian Rp 5 juta, Toko Mpek-Mpek dengan kerugian Rp 1 juta, dan Toko Hasil Kertas Sindo dengan kerugian Rp 500.000,” kata Putra.
Dari laporan pemilik toko dan penelusuran berdasarkan hasil identifikasi, JS ditemukan polisi pada Sabtu (12/11/2022) malam di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat. Di Jakarta, JS tinggal tidak tetap, dari satu stasiun ke stasiun lain. Ia diketahui berasal dari Karawang, Jawa Barat. Istri sudah meninggal, sedangkan orangtua, anak, dan keluarga lainnya tidak jelas keberadaannya.
Putra menjelaskan, JS sudah pernah ditangkap karena kasus serupa meski tidak sampai ditahan karena tidak cukup bukti. Dalam keterangannya, pelaku mengaku nekat mencuri karena terdesak kondisi ekonomi.
Kondisi fisiknya diduga sebagai salah satu faktor. JS memiliki kondisi tunawicara yang diduga bawaan lahir. Namun, JS masih bisa mendengar. Polisi pun menangani kasusnya dengan cara khusus.
”Pemeriksaan dilakukan secara tertulis. Tersangka juga tidak mengerti bahasa isyarat yang biasa digunakan tunarungu. Karena pelaku masih bisa mendengar, jadi masih bisa komunikasi,” kata Putra. Polisi kini membawa JS ke Rumah Sakit Polri Kramat Jati untuk pemetaan psikologi.
Dari kasus yang melibatkan orang dengan kebutuhan khusus seperti ini, Bahrul Fuad, anggota Dewan Penasihat Advokasi Inklusi Disabilitas dan Riset Aksi Network Indonesia, mengatakan, hingga saat ini masih banyak teman disabilitas yang memiliki masalah kesejahteraan sosial dan ekonomi.
”Mereka belum memiliki pekerjaan yang layak karena masih kuatnya stigma sosial di masyarakat yang memandang penyandang disabilitas tidak memiliki kemampuan untuk bekerja,” ujarnya saat dihubungi lewat telepon. Kesulitan itu tidak jarang membuat mereka menempuh jalan menjadi kriminal.
Dalam menangani kriminal dengan disabilitas, ia mengingatkan agar polisi bisa memastikan dahulu pelaku memiliki kondisi disabilitas. Kemudian, polisi perlu berkoordinasi dengan organisasi yang menaungi warga berkebutuhan khusus di daerah setempat. ”Fungsinya untuk konsultasi dan mencarikan pendamping yang mengerti bahasa isyarat,” kata Fuad.
Pendampingan dari psikolog juga penting untuk menangani pelaku pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 sampai Pasal 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.