Tiada Palang Pintu Otomatis, Warga Khawatirkan Pelintasan Sebidang Kereta Api
Sejumlah warga khawatir banyak pelintasan sebidang tanpa palang pintu otomatis di Jakarta rawan kecelakaan.
Oleh
Mis Fransiska Dewi
·5 menit baca
MIS FRANSISKA DEWI
Kereta api saat melintas di pelintasan sebidang jalur kereta api Pintu Air Petamburan, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga mengeluhkan pelintasan sebidang kereta api yang tidak memiliki palang pintu otomatis. Mereka khawatir pelintasan tanpa palang pintu otomatis itu rawan kecelakaan kereta api.
Pantauan di pelintasan sebidang jalur kereta api Pintu Air Petamburan, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022), pukul 10.00-11.00, sebanyak 12 kereta api jurusan Tanah Abang-Rangkasbitung ataupun sebaliknya melintas. Pelintasan itu hanya memiliki satu palang pintu manual yang terbuat dari bambu dan dihiasi bendera yang terpasang di antara kedua jalur. Tidak ada sirene di pelintasan tersebut. Pelintasan dijaga warga setempat secara bergantian selama 24 jam.
Deni (27), warga Kebayoran, Jakarta Selatan, yang sering melintasi pelintasan sebidang jalur kereta api Pintu Air Petamburan, mengaku selalu khawatir karena pelintasan sebidang tersebut tanpa penjagaan yang memadai. Ketiadaan sirene saat kereta api melintas membuat warga tidak mengetahui kapan kereta api lewat. Warga hanya diteriaki oleh penjaga untuk berhenti.
Ia menceritakan, kereta yang melintas pernah berjarak 30 sentimeter di depan motornya. Saat itu ia mengira kereta melintas di jalur seberang. Petugas yang menjaga pun hanya berada di tengah.
”Kalau orang yang enggak biasa lewat, tidak akan tahu kereta lewat jalur mana yang akan dilintasi. Saya nyaris ketabrak waktu itu seperti bertaruh nyawa,” katanya saat mengingat kejadian itu.
Kereta api saat melintas di pelintasan sebidang jalur kereta api Pintu Air Petamburan, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022).
Warga lainnya, Intan (30), mengaku pernah tidak menyadari kereta akan melintas sehingga motor bagian depan tertabrak. ”Panik banget. Untung saya cepat turun dari motor dan hanya bagian depannya saja yang kena,” ujarnya.
Saat ini terdapat 10 penjaga secara bergantian setiap dua jam sekali di lintasan sebidang itu. Sering kali mereka bergantian dengan tukang ojek pangkalan untuk menjaga lintasan .
Salah satu penjaga pelintasan sebidang, Yaya (50), mengungkapkan, terkadang klakson kereta api tidak terdengar sehingga warga yang ada di pasar saling bantu dengan berteriak ”ada kereta” untuk mengingatkan kereta yang akan melintas.
”Kami tidak tahu jam berapa saja kereta api lewat. Dari kejauhan kami tahu kalau kereta akan lewat dengan menyalakan klakson,” katanya.
Pelintasan sebidang lainnya, dekat Jalan Rawa Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Selasa (15/11/2022) pukul 12.00-13.00, sebanyak 13 kereta api jurusan Tanah Abang-Rangkasbitung melintas. Pelintasan juga hanya memiliki satu palang manual yang terbuat dari bambu dan dihiasi bendera merah putih. Tidak ada sirene. Tiga warga setempat menjaga palang pintu secara bergantian selama 24 jam.
Kereta api saat melintas di pelintasan sebidang dekat Rawa Simprug, Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Ketika ada kereta akan melintas, salah satu penjaga melihat arah kereta datang dari rambu yang terpasang, satu orang menurunkan palang bambu di salah satu sisi, dan satu penjaga lainnya menuju sisi jalur yang tidak ada palangnya. Salah satu penjaga pelintasan sebidang, Soleh (50), mengungkapkan, kereta melintas setiap 10 menit sekali sejak pukul 05.00 hingga 01.00 sehingga ia tahu kapan kereta api melintas.
”Kami di sini saling koordinasi terlepas dari pelintasan liar atau tidak. Pelintasan ini dibutuhkan oleh warga,” katanya.
Pengemudi ojek daring yang biasa melintasi jalur sebidang tersebut, Erwan (40), mengatakan, pelintasan tersebut berbahaya karena petugas bisa saja lalai dalam menutup palang. Tahun lalu ada mobil yang tertabrak.
”Bahaya ini tidak ada sirene, bisa jadi penjaga lalai. Jadi saya setiap melintas memang harus lihat kanan kiri,” ujarnya.
Pelintasan sebidang
Kepala Humas PT KAI Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta Eva Chairunisa menjelaskan, aturan pelintasan sebidang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam Pasal 94 Ayat 1 disebutkan pelintasan sebidang yang tidak memiliki izin harus ditutup dan Ayat 2 disebutkan penutupan pelintasan tersebut dilakukan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
PT KAI sering melakukan evaluasi mengenai pelintasan sebidang. Untuk keselamatan dan keamanan, pada tahun 2022 Daop 1 Jakarta KAI memprogramkan penutupan pelintasan liar sebanyak 67 titik. Hingga saat ini baru terealisasi 41 titik. Total pelintasan di Daop 1 Jakarta sebanyak 483. Wilayah yang resmi dijaga oleh KAI melalui perizinan dari Kemenhub ada 125 titik.
”Yang dijaga non-KAI baik pemda maupun pihak swasta ada 54. Pelintasan liar ada 272 titik. Dari 483 tersebut 99 di antaranya wilayah DKI Jakarta. Dari 99 tersebut yang dikelola KAI ada 48, non-KAI 3 titik,” ujarnya.
Program penutupan pelintasan sebidang dilakukan bersama pemerintah daerah. Ia mengimbau masyarakat yang tinggal berdekatan dengan jalur rel kereta api tidak membuka pelintasan liar karena sangat membahayakan dan diarahkan untuk menggunakan pelintasan resmi yang telah tersedia.
”Pengendara juga diimbau agar mematuhi rambu lalu lintas saat melalui pelintasan resmi. Jangan memaksakan diri tetap melaju jika sirene telah berbunyi dan palang pintu mulai menutup karena mayoritas kejadian kecelakaan di pelintasan resmi merupakan dampak dari pelanggaran rambu-rambu di pelintasan yang dilakukan oleh pengendara,” katanya.
Warga saat ingin melintas bersamaan dengan kereta api saat melintas di pelintasan sebidang jalur kereta api Pintu Air Petamburan, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2022).
Secara terpisah, aktivis Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, mengungkapkan, pelintasan sebidang rel kereta api yang dibuat oleh masyarakat dengan palang manual umumnya bersifat liar. Pelintasan itu muncul setelah ada jaringan kereta api.
Pengadaan palang pelintasan sebidang tidak dapat sepenuhnya diserahkan kepada PT Kereta Api Indonesia atau Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan. Ini juga menjadi tanggung jawab berbagai pihak, seperti pemerintah daerah, pihak swasta, dan masyarakat yang menciptakan pelintasan sebidang.
Hal ini karena domain PT KAI hanya mengoperasikan kereta dan stasiun. Di luar itu bukan domain PT KAI.
”Secara nasional tidak kurang dari 7.797 pelintasan dan 4.477 tidak dijaga. Kalau itu diserahkan ke PT KAI semua, maka pendapatan KAI akan habis, bahkan minus untuk menjaga pelintasan sebidang,” katanya.
Ia menambahkan, semua pihak yang andil menciptakan pelintasan sebidang wajib berkontribusi menyediakan sarana pelintasan dengan selamat. Jika ada developer yang membangun perumahan, apartemen, dan mal yang mengakibatkan terciptanya pelintasan sebidang baru, maka wajib membangun sarana pelintasan yang selamat dan aman.
”Sama halnya pelintasan yang dibuat oleh warga kampung, maka warga kampung tersebut wajib menjaga pelintasan sebidang. Tidak fair kalau semua dibebankan pada PT KAI sementara yang menciptakan pelintasan sebidang justru tidak dikenai beban apa pun,” ucapnya.