Air Minum Tercemar Tinja Terindikasi Bersumber dari Air Tanah
Air minum yang tercemar ”E. Coli” dari limbah domestik masyarakat terindikasi bersumber dari air tanah. Masyarakat belum mengelola limbah domestik dengan benar dan banyak tangki septik yang belum memenuhi standar.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Air minum yang tercemar dari limbah domestik masyarakat atau tinja terindikasi bersumber dari air tanah. Air tanah tercemar bakteri Escherichia Coli (E. Coli) lantaran air limbah domestik belum dikelola dengan benar dan masih banyak tangki septik masyarakat belum memenuhi standar.
”Tangki septik yang tidak memenuhi standar tersebut menyebabkan air limbah domestik meresap ke dalam tanah sehingga mencemari tanah dan air tanah,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Sumber Daya Air Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta Nugraharyadi, Senin (14/11/2022), di Jakarta.
E. Coli merupakan bakteri yang hidup di dalam usus manusia untuk menjaga kesehatan sistem pencernaan. Bakteri ini umumnya tidak berbahaya. Namun, ada jenis E. coli yang menghasilkan racun dan menyebabkan diare parah.
Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 2398:2017, tangki septik harus kedap air, memiliki lubang kontrol, ventilasi, pipa keluar masuk, dan dapat dikuras secara reguler. Selanjutnya, tangki septik harus dilengkapi penampungan dan pengolahan air limbah yang memiliki kecepatan aliran lambat.
Berdasarkan analisis, indikasi sumber pencemar terbesar untuk kualitas air tanah DKI Jakarta adalah dari kegiatan limbah domestik dengan dukungan kondisi hidrogeologi dan karakteristik tanah di masing-masing wilayah.
”Selain itu, pencemaran air akibat limbah domestik dapat diidentifikasi juga melalui pendataan akses sanitasi warga,” kata Nugraharyadi.
Akses sanitasi
Adapun akses sanitasi masyarakat DKI Jakarta mencakup 93,5 persen layak, sedangkan sisanya sebanyak 6,5 persen masih tergolong masyarakat yang belum terjangkau akses sanitasi. Jumlah tertinggi tingkat buang air besar sembarangan (BABS) berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur.
Akses sanitasi layak adalah fasilitas sanitasi yang memenuhi syarat kesehatan, antara lain kloset menggunakan leher angsa dan tempat pembuangan akhir tinja menggunakan tangki septik atau sistem pengolahan air limbah (SPAL).
Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Joga menyarankan agar Pemerintah Provinsi DKI dan Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI mempercepat pembangunan jaringan perpipaan air minum ke seluruh wilayah Jakarta, dengan urutan prioritas wilayah Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur bagian Utara, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, dan terakhir Jakarta Selatan.
Selain itu, kawasan yang perlu percepatan perpipaan air minum dimulai dari kawasan industri, gedung perkantoran, perhotelan, pusat perbelanjaan, dan terakhir tingkat rumah tangga.
”Namun, pihak terkait harus berani menjamin air yang disalurkan terjaga kualitas, kuantitas, dan kontinuitasnya. Jika sudah tersambung ke perusahaan air minum (PAM), maka Pemda DKI dapat secara bertahap menerapkan zona larangan pengambilan air tanah sesuai wilayah dan peruntukan,” kata Nirwono.
Menurut dia, DKI juga dapat mengoptimalkan seluruh potensi sumber air baku, mulai dari air sungai, danau, waduk, air hujan, hingga air laut.
Masyarakat dapat mulai membantu dengan menggunakan detergen untuk mencuci dari bahan ramah lingkungan atau herbal agar tidak terlalu mencemari lingkungan.
”Semua produk rumah tangga, termasuk sabun, detergen, dan pasta gigi, sudah seharusnya ramah lingkungan,” kata Nirwono.
Program pengelolaan air
Subkoordinator Urusan Perencanaan Geologi, Konservasi, dan Air Baku Dinas SDA DKI Jakarta Elisabet Tarigan mengatakan, pasokan air bersih di Jakarta baru terlayani jaringan perpipaan masih sekitar 65 persen.
Untuk meningkatkan hal tersebut, dinas SDA akan melakukan penguatan program pengembangan dan pengelolaan air limbah domestik. Kemudian kampanye penggunaan bahan-bahan yang ramah lingkungan, seperti detergen ramah lingkungan, serta larangan membuang sampah ke sungai.
”Selain itu, masyarakat juga harus rutin melakukan pembersihan sumber air serta menanam pohon di lahan yang tersedia,” kata Elisabet.
Pemerintah Provinsi DKI juga senantiasa meningkatkan pelayanan air bersih kepada masyarakat agar dapat memberikan dan menyuplai 100 persen kebutuhan air bersih bagi masyarakat.
”Ke depan, masyarakat tidak akan lagi menggunakan sumber air dari tanah, tetapi menggunakan sistem penyediaan air minum (SPAM) agar sumber air terjamin bersih dan aman,” ujar Elisabet.
Saat ini, Dinas SDA DKI Jakarta berupaya meningkatkan jumlah infrastruktur sistem pengelolaan air limbah domestik (SPALD) dan melengkapi jaringan perpipaan air limbah, baik sistem setempat maupun sistem terpusat.
Program yang dikembangkan oleh Dinas SDA DKI Jakarta lainnya adalah revitalisasi tangki septik yang dilakukan melalui mekanisme subsidi.
”Program yang dilakukan antara lain pembangunan mandi, cuci, kakus (MCK) lengkap dengan tangki septiknya sebagai sarana yang digunakan secara bersama-sama oleh masyarakat. Cakupan pelayanannya untuk minimal 2 sampai 10 rumah tinggal,” ucap Nugraharyadi.