CFD Belum Pulihkan Omzet Pedagang Kaki Lima di Sekitar Gelora Bung Karno
Meskipun jumlah pedagang bertambah, nyatanya omzet para pedagang di CFD masih belum pulih. Mereka menginginkan pemerintah kembali mengadakan pergelaran di hari Minggu untuk menarik perhatian pengunjung.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah pedagang kaki lima di sekitar Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, saat hari bebas kendaraan bermotor atau HBKB, Minggu (13/11/2022), sudah bertambah dari sekitar 100 gerai sebelum pandemi Covid-19 menjadi 170 gerai. Para pedagang berharap acara-acara, seperti senam dan pertunjukan musik, di kawasan tersebut kembali digelar untuk memulihkan omzet mereka.
Gerai dengan tenda berwarna merah yang berada di trotoar Jalan Pintu I Senayan, di seberang gedung FX Sudirman, menjajakan aneka dagangan saat HBKB atau car free day (CFD), Minggu (13/11) pagi. Area itu diberi nama Bazar Sehat Kopkar GBK yang dikelola Koperasi Karyawan Gelora Bung Karno (Kopkar GBK).
Di barisan paling pojok kanan belakang halte GBK 2, Ria (58), penjual es jeruk dan cilok, sedang menghitung uang hasil penjualannya. Waktu sudah pukul 10.50, tetapi dagangannya masih tersisa.
”Saya sampai membuka dua gerai, satu di dekat FX Sudirman yang dijaga suami dan satu di sini (belakang halte GBK 2),” kata Ria.
Saat ditanya, ia mengaku mendapatkan omzet Rp 500.000 per hari. Padahal, sebelum pandemi Covid-19, ia bisa meraup hingga Rp 1,5 juta per hari.
Hal serupa dialami Isma (50) yang berdagang pecel. Dia mengatakan, omzetnya turun separuh dari semula Rp 2 juta per hari menjadi Rp 1 juta per hari. Namun, ia tetap harus membayar Rp 600.000 setiap bulan untuk biaya sewa gerai ke pengelola.
”Harga sewanya terlalu mahal, kalau sehari tidak ada pembeli bagaimana?” ujarnya.
Pedagang lain, Desy (19), pendapatannya juga belum mencapai Rp 1 juta per hari seperti sebelum pandemi Covid-19. Ia menilai, HBKB masih sepi lantaran belum ada lagi acara seperti pertunjukan musik dengan penyanyi ternama untuk menarik pengunjung datang.
”Sementara pedagang di sini makin banyak. Jadi, kami harus bisa bersaing,” ucap Desy.
Terlihat beberapa minuman sudah ditaruh di wadah plastik siap jual. Jika dagangannya masih tersisa, ia akan membungkusnya lagi untuk dimasukkan ke lemari pendingin.
Berbeda dengan Ike (61) yang menjual bubur dan soto ayam. Dia mengaku omzetnya berangsur normal, seperti sebelum pandemi Covid-19. Ia kini mengantongi omzet Rp 1 juta-Rp 1,5 juta per hari sejak pukul 06.00 hingga 11.00.
”Mungkin karena kami sudah lama berjualan di sini (lima tahun), jadi sudah banyak masyarakat yang tahu. Saya sangat bersyukur,” ucapnya.
Sebelumnya, saat CFD ditiadakan selama dua tahun, ia hanya dapat berjualan pada hari Selasa hingga Sabtu di Pasar Modern Bumi Serpong Damai (BSD), Kota Tangerang Selatan.
Penjual aneka jus, Hendra (42), juga sependapat dengan Ike. Meskipun butuh waktu dua bulan setelah kembali berdagang, sekarang ia sudah mulai merasakan permintaan kembali pulih. Pada hari lainnya, ia berjualan aneka jus jika ada bazar di wilayah Jakarta.
”Bisa juga karena saya jualannya di sini (di samping FX Sudirman), jadi pembelinya lebih ramai. Biasanya pembeli capek kalau jalan kaki ke belokan kiri tersebut (arah Halte GBK 2),” ujar Hendra.
Belum mendapat izin
Ketua Pengurus Kopkar GBK Bangun Didik Susantoro menyampaikan, sebelum pandemi Covid-19, banyak pedagang liar berjualan di trotoar. Hal tersebut membuat pemimpin sebelumnya menyarankan semua gerai pedagang di sekitar Pintu 5 sampai 7 GBK harus dikelola langsung oleh Kopkar GBK.
Menurut dia, para pemilik gerai memang wajib membayar Rp 600.000 per bulan untuk penyewaan wilayah GBK agar saling menguntungkan. Selain itu, hal ini juga dapat menghindari pungutan liar dari preman serta tangkapan satpol PP yang kerap terjadi sebelum pandemi terhadap para pedagang yang bukan binaan Kopkar GBK.
”Kami sudah menyurati Pemerintah Provinsi DKI saat menambah gerai dan diperbolehkan. Memang saat CFD kembali dibuka enam bulan lalu, banyak pedagang yang tertarik berjualan di sana,” kata Bangun.
Terkait permintaan diadakannya acara setiap hari Minggu saat CFD, Bangun mengatakan, pihaknya sudah mencoba izin, tetapi perizinan acara memang masih sulit. Bahkan, perizinan konser di GBK juga masih susah dan banyak yang batal.
”Kami juga mengharapkan ada acara seperti senam di Plaza Sudirman atau Pintu 6 agar makin ramai pengunjung. Namun, untuk saat ini memang belum bisa karena perizinan dari kepolisian masih sulit,” kata Bangun.
Pihak pengelola saat ini juga sudah membatasi jumlah pedagang di lokasi CFD tersebut. Jumlah 170 gerai dirasa sudah lebih dari cukup. Jika ditambahkan lagi, ia takut para pedagang akan protes lantaran banyak saingan yang muncul. Namun, pedagang tetap harus selalu kreatif dan inovatif agar tetap bertahan.
”Kalau mereka tetap ingin bertahan, mereka harus bisa membuat pembeli tertarik, seperti mempercantik pengemasan produk,” kata Bangun.