Dari data Organisasi Kesehatan Dunia, diketahui kalau 9 dari 10 warga Ibu Kota menghirup udara buruk. Situasi ini berdampak pada kesehatan warga dan turunnya produktivitas ekonomi.
Oleh
STEFANUS ATO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Polusi udara berdampak serius bagi warga karena turut mengurangi produktivitas ekonomi dan menimbulkan masalah kesehatan. Penyampaian informasi secara terus-menerus dan desakan ke pemerintah harus dilakukan masif dan berkesinambungan.
”Menjaga agar isu polusi udara di permukaan dan menjadi salah satu topik utama masalah perkotaan itu penting. (Tujuannya) agar bisa ditengok terus oleh pengambilan keputusan,” kata Country Director Yayasan Institut Sumber Daya Dunia Tjokorda Nirarta Samadhi dalam pertemuan daring Bincang Media bertemakan ”CAC dalam COP-27: Urgensi Penanganan Polusi di Ibu Kota”, Jumat (11/11/2022).
Yayasan Institut Sumber Daya Dunia (WRI) saat kegiatan COP-27 di Mesir turut berperan membangun kepercayaan tentang aksi kolektif global dalam memecahkan tantangan terbesar umat manusia, yakni krisis iklim. WRI melalui program Clean Air Catalyst (CAC) menggelar Multilevel Action Panel untuk penanggulangan polusi udara. Dalam kegiatan itu, WRI mengundang perwakilan dari kota-kota percontohan, seperti Indore (India), Nairobi (Kenya), dan Jakarta, demi meningkatkan kesadaran masyarakat secara kolektif dalam menanggulangi polusi udara.
”Kualitas udara ini sangat erat kaitannya dengan iklim karena mengandung partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikrometer (PM 2,5) dan mengandung komponen karbon hitam. Karbon hitam memiliki efektivitas yang sangat tinggi memanaskan area yang ada di sekitar partikel karbon hitam,” kata Tjokorda.
Dari hasil penelitian, partikel karbon hitam memiliki kemampuan 450 kali lipat lebih besar dari partikel lain. Artinya, semakin besar konsentrasi karbon hitam di suatu tempat, maka akan sangat berpengaruh terhadap iklim di suatu tempat.
Dampak kerugian
Di Jakarta, kata Tjokorda, dari data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diketahui 9 dari 10 warga Ibu Kota menghirup udara buruk. Situasi ini berdampak pada kesehatan warga dan turunnya produktivitas ekonomi.
”Studi Bank Dunia terkait pengaruh kualitas udara terhadap produktivitas ekonomi, menunjukkan bahwa kerugian akibat polusi udara itu setara dengan 6,6 persen produk domestik bruto. Pada saat yang bersamaan, menurunkan angka harapan hidup sampai dengan 2,5 tahun,” ucapnya.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga terus melakukan berbagai hal dalam mengurangi polusi di Ibu Kota. Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, misalnya, telah merancang strategi pengendalian pencemaran udara (SPPU) hingga tahun 2030. Salah satu tujuan dari strategi itu, yakni menurunkan persentase polutan paling fatal, yakni polusi partikel halus partikulat mikron atau PM 2,5, hingga 41 persen.
”SPPU ini pelaksanaannya tidak lepas dari alokasi anggaran. Kita juga sedang susun alokasi anggaran 2023 sehingga semakin cepat kita menyelesaikan pergub mudah-mudahan bisa alokasikan anggaran untuk tahun depan,” kata Kepala Dinas Lingkungan Hidu DKI Jakarta Asep Kuswanto (Kompas, 19/9/2022).
Sesuai SPPU, penurunan PM 2,5 di Jakarta ditargetkan mencapai 41 persen sampai tahun 2030. Indeks kualitas udara Jakarta dari tahun ke tahun nilainya 53,50 hingga 78,78.