Curah Hujan Tinggi hingga Februari 2023, Daerah Siaga Hadapi Bencana
BMKG memperkirakan wilayah Indonesia saat ini berada pada kategori curah hujan menengah hingga tinggi. Intensitas bencana alam diperkirakan semakin meningkat.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan potensi curah hujan tertinggi di DKI Jakarta akan berlangsung pada Desember 2022 hingga Februari 2023. Hal itu perlu diwaspadai karena dapat memicu terjadinya bencana alam, seperti banjir dan tanah longsor.
”Terjangan bencana hidrometeorologi basah akibat curah hujan tinggi diprakirakan melebihi rata-rata atau batas normal,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam apel Kesiapsiagaan Nasional Menghadapi Bencana Hidrometeorologi Tahun 2022/2023 di Buperta Cibubur, Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (9/11/2022).
Indonesia merupakan daerah yang rawan bencana. Wilayahnya berada pada pertemuan lempeng tektonik dan terletak di jalur cincin api Pasifik. Bencana alam, seperti gunung meletus, tsunami, tanah longsor, banjir, dan badai, rawan terjadi di berbagai daerah.
Mengutip data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), kejadian bencana alam pada 2021 mengalami peningkatan sebesar 16 persen dibandingkan pada 2020. Begitu pula dengan pengungsi atau masyarakat yang terdampak turut mengalami peningkatan sebesar 12 persen.
Oktober lalu, BNPB juga mencatat frekuensi terjadinya bencana rata-rata 70 kali dalam satu pekan. Bencana hidrometeorologi basah banjir, cuaca ekstrem, dan longsor telah merenggut korban jiwa hingga 50 orang dalam sebulan terakhir.
”Kondisi ini menjadi bahan pemikiran kami bahwa masih diperlukan upaya yang lebih serius dan maksimal, baik di tingkat nasional, daerah, maupun masyarakat,” ujar Muhadjir.
Bencana hidrometeorologi merupakan bencana akibat aktivitas cuaca, seperti siklus hidrologi, curah hujan, temperatur, angin, dan kelembapan. Bentuk bencana hidrometeorologi berupa kekeringan, banjir, badai, kebakaran hutan, longsor, angin puyuh, gelombang dingin, hingga gelombang panas. Penyebab bencana hidrometeorologi adalah perubahan iklim dan cuaca ekstrem.
Dari Januari hingga November 2022, Indonesia sudah mengalami 3.207 kali bencana, dengan 95 persen didominasi hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.
BMKG memperkirakan wilayah Indonesia saat ini berada pada kategori curah hujan menengah hingga tinggi dan intensitas bencana alam akan diperkirakan semakin meningkat. Hal ini terkait dengan akibat perpaduan musim hujan dan La Nina. La Nina sendiri adalah fenomena mendinginnya suhu permukaan laut di Samudra Pasifik bagian tengah dan timur di bawah kondisi normalnya.
”Bencana alam merupakan urusan bersama. Untuk itu, penanggulangan bencana alam bukan hanya tugas pemerintah, melainkan juga memerlukan bantuan dari berbagai pihak, seperti akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan lembaga filantropi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muhadjir meminta agar jajaran BNPB terus membangun kapasitas dan kapabilitas dalam menangani bencana alam. Ia juga meminta untuk mengedepankan pencegahan dengan pemantauan dan seluruh pihak harus selalu siap apabila dibutuhkan sewaktu-waktu.
Kepala BNPB Letnan Jenderal Suharyanto mengatakan, dari Januari hingga November 2022, Indonesia sudah mengalami 3.207 kali bencana, dengan 95 persen didominasi hidrometeorologi basah, seperti banjir dan tanah longsor.
”Banjir sudah terjadi di mana-mana, seperti di Aceh, Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Daerah yang tidak banyak terjadi banjir adalah di Indonesia bagian timur,” kata Suharyanto.
Kolaborasi
Menghadapi ancaman bencana tersebut, BPBD DKI Jakarta mengadakan kegiatan apel kesiapsiagaan menghadapi bencana hidrometeorologi. Kegiatan ini merupakan kolaborasi antara pemerintah provinsi DKI Jakarta, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lembaga pegiat kemanusiaan lainnya.
Apel kesiapsiagaan dan latihan simulasi bencana merupakan elemen penting untuk membangun kesadaran dan kewaspadaan masyarakat dalam menghadapi bencana.
”Apel kesiapsiagaan bencana dapat dijadikan momentum memperkuat kerja sama penanggulangan bencana antarinstitusi, mengkaji kemampuan peralatan, serta meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam melaksanakan standar operasional prosedur,” tutur Muhadjir.
Lebih lanjut, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono memberikan laporan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan berbagai upaya untuk mengantisipasi bencana hirodmeteorologi. Beberapa upaya tersebut antara lain melakukan pengecekan drainase, pengerukan waduk, kesiapan personel dan peralatan penanggulangan bencana, serta memastikan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk TNI, Polri, dan relawan.
Terdapat dua prioritas penanganan bencana di DKI Jakarta, yakni memastikan tidak ada korban jiwa dan mempercepat pemulihan agar kondisi segera kembali normal.