Masih Banyak Kendala, Sistem Tilang Elektronik Belum Optimal
Arahan Kapolri untuk mengoptimalkan tilang elektronik memang dapat membangun budaya tertib berlalu lintas. Namun, masih perlu perbaikan sistem, penambahan CCTV, dan pengoptimalan sosialisasi kepada masyarakat.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan tilang elektronik (ETLE) di Jakarta belum optimal karena terkendala sejumlah hal. Mulai dari surat tilang tidak sampai kepada orang yang tepat hingga kebingungan pelanggar terkait sistem pembayaran denda.
Salah satu warga Jakarta Pusat, Naufal (27), mengatakan pernah mendapat surat tilang elektronik ke rumah melalui pos akibat menerobos lampu merah pada akhir Oktober 2022. Namun, ia merasa tidak pernah melanggar aturan lalu lintas tersebut.
”Setelah dicek, ternyata yang melanggar adalah orang yang membeli sepeda motor saya beberapa bulan lalu,” katanya, Selasa (8/11/2022).
Langgeng Sutrisno (43) justru merasakan kebalikannya. Saat hendak mengurus perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) mobil miliknya, petugas mengatakan perpanjangan STNK tidak bisa dilakukan karena sudah terblokir.
”Petugas kepolisian mengatakan, STNK saya tidak dapat diperpanjang lantaran terkena tilang elektronik. Namun, anehnya saya tidak pernah mendapatkan surat tilang,” ujar Langgeng.
Warga lainnya yang pernah terkena tilang elektronik adalah Mafazah (33). Ia mendapat surat tilang sebab tidak menggunakan sabuk pengaman saat berkendara. Namun, hingga kini denda dari pelanggaran itu belum dibayar lantaran kurang paham mengenai alur pembayarannya.
”Bulan depan saya harus bayar pajak mobil. Paling besok saat bayar saya didenda,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Latif Usman menyampaikan, surat tilang yang tidak sampai disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya, pemilik kendaraan tersebut berbeda dengan nama pemilik STNK.
”Banyak kendaraan yang belum balik nama saat proses jual beli sehingga nama dan alamat masih di tangan pihak pertama,” ucap Latif.
Ia menambahkan, pelaksanaan tilang elektronik juga dapat mendorong orang lebih disiplin saat menjual kendaraan. Para penjual wajib melapor terkait penjualan agar tidak ada kesalahan alamat dalam penerimaan surat tilang.
Perbaikan sistem
Latif menyatakan, perbaikan sistem terus dilakukan agar tilang elektronik dapat berjalan lebih optimal. ”Kami pastinya akan selalu memperbaiki kualitas layanan, tetapi masyarakat juga harus lebih taat aturan,” katanya.
Mengutip laman ETLE Korlantas, ETLE merupakan program dari Korlantas Polri untuk mencatat berbagai pelanggaran lalu lintas secara elektronik. ETLE terbagi menjadi dua jenis, yakni statis dan mobile. ETLE statis terbatas pada satu titik tertentu dengan pengawasan melalui kamera pemantau (CCTV) yang terpasang di sejumlah titik jalan.
Sementara e-TLE mobile adalah metode baru penerapan disiplin berlalu lintas dengan menggunakan bukti foto kamera ponsel petugas kepolisian. ETLE mobile diprioritaskan untuk area yang tidak terdapat CCTV.
Pihak kepolisian berencana terus mengoptimalkan sistem baru ini dengan menambah jumlah peralatan. ”Saat ini, ETLE statis ada di 57 titik di Jakarta. Kami akan menambah 70 titik lagi pada Februari 2023 karena di Jakarta masih banyak ruas jalan yang perlu diawasi 1 x 24 jam. Jika ruas jalan tidak butuh pengawasan 1 x 24 jam, polisi akan menggunakan E-TLE mobile,” jelas Latif.
Polda Metro Jaya juga sedang menyiapkan 10 unit kamera ETLE mobile yang bisa dibawa ke mana-mana oleh petugas saat berpatroli. Rencana penambahan ini akan dilakukan pada 6 Desember 2022.
Selain menghindari terjadinya pungutan liar, dengan adanya sistem ini, masyarakat diharapkan memiliki kesadaran lebih karena diawasi oleh kamera. ”Tujuan kami mengganti sistem tilang bukan untuk memperbanyak kasus tilang, tetapi kami ingin memberi pesan kepada masyarakat agar selalu taat aturan saat berkendara,” tambah Latif.
Semenjak adanya tilang elektronik, dalam satu hari polisi mendapati 800 hingga 1.000 pelanggaran di Jakarta. ”Kalau kami masih menilang secara manual, kemampuan untuk mengawasi aktivitas masyarakat di jalan raya sangat terbatas. Dengan adanya alat ini, seluruh ruas jalan di Jakarta bisa terawasi,” ujar Latif.
Pembayaran denda pada sistem tilang elektronik, menurut dia, juga cukup mudah. Pelanggar lalu lintas hanya perlu mengonfirmasi surat tilang melalui web yang sudah tersedia. Adapun bagi masyarakat yang memang tidak paham teknologi dapat mendatangi kantor ditlantas untuk konfirmasi permasalahan secara manual.
Pemerhati transportasi dan mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP (Ajun Komisaris Besar Polisi), Budiyanto, berpendapat, arahan Kepala Polri untuk mengoptimalkan tilang elektronik memang dapat membangun budaya tertib berlalu lintas. Namun, masih perlu adanya perbaikan sistem, penambahan CCTV, dan mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat.
Menurut dia, pada masa transisi ini perlu ditingkatkan edukasi kepada warga dengan memberi teguran kepada pelanggar dan juga meningkatkan Giat Preventif Turjawali. Giat Preventif Turjawali merupakan suatu kegiatan preventif yang dilakukan oleh anggota Polri untuk menjaga keamanan, keselamatan atas jiwa dan harta benda serta hak asasi manusia dari satu tempat ke tempat lain.
Selain itu, Budiyanto menyarankan percepatan pengadaan CCTV menjadi prioritas untuk mengatasi problem jumlah CCTV ETLE yang masih sangat kurang.
Di sisi lain, ia juga mengimbau warga agar tidak melakukan kecurangan seperti mengganti, melepas, atau mencopot pelat nomor. Tindakan tersebut melanggar Pasal 280 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pelanggaran terhadap ketentuan itu dapat dipidana dengan kurungan paling lama dua bulan dan denda paling banyak Rp 500.000.