Cat bertimbal masih ditemukan pada sejumlah fasilitas RPTRA di Jakarta. Timbal berbahaya bagi kesehatan dan pertumbuhan anak.
Oleh
RIVALDO ARNOLD BELEKUBUN
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah Ruang Publik Terpadu Ramah Anak atau RPTRA di DKI Jakarta masih belum bebas dari cat bertimbal. Hal ini disebabkan kurangnya aturan tegas yang membatasi kandungan timbal dalam cat. Padahal, timbal dapat mengakibatkan masalah kesehatan pada anak, seperti kerusakan gangguan sistem saraf dan menurunkan tingkat kecerdasan atau IQ.
Menurut hasil penelitian Nexus3 tahun 2019, ditemukan 81 fasilitas bermain anak di 20 RPTRA yang dicat dengan cat bertimbal yang melebihi batas kadar. Bahkan, pada beberapa fasilitas yang menggunakan cat berwarna cerah ditemukan kadar timbal yang mencapai 4.170 ppm.
Padahal, standar batas kadar timbal yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 90 bagian per juta (ppm). Adapun batas kadar timbal yang ditetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah 600 ppm.
”Hal ini adalah sebuah ironi karena RPTRA yang seharusnya menjadi ruang ramah anak malah diselimuti dengan timbal yang berbahaya bagi kesehatan anak. Jika dibiarkan, anak yang bermain di RPTRA akan terus terpapar timbal. Maka dari itu, pemerintah perlu mengatur dengan tegas batasan kadar timbal dalam cat dekoratif,” tutur Penasihat Senior Nexus3 Yuyun Ismawati ketika dihubungi Kompas pada Selasa (8/11/2022).
Yuyun mengatakan, pihaknya telah memberikan hasil penelitiannya ke Balai Kota. Pemerintah Provinsi DKI pun menyatakan komitmen untuk melarang penggunaan cat bertimbal pada pembangunan taman dan rehabilitasi RPTRA. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada kebijakan pasti terkait hal itu.
Pada akhir tahun 2021, tim Yuyun memeriksa kembali beberapa RPTRA yang dahulu diteliti. Ditemukan lima RPTRA, yakni RPTRA Penjaringan Indah (Jakarta Utara), RPTRA Jeruk Manis (Jakarta Barat), RTRA Bambu Petung (Jakarta Timur), RPTRA Amir Hamzah (Jakarta Pusat), dan RPTRA Kenanga (Jakarta Pusat), masih memiliki kandungan timbal di atas batas kadar.
Bahkan, salah satu fasilitas bermain di RPTRA Kenanga mengandung timbal 102.000 ppm. Karena tidak mendapatkan balasan setelah melaporkannya ke Pemprov DKI, Yuyun pun memutuskan untuk mengecat sendiri kelima RPTRA tersebut. Sekarang, tiga dari lima RPTRA tersebut, yakni Penjaringan Indah, Bambu Petung, dan Kenanga, telah tersertifikasi sebagai Ruang Bermain Ramah Anak.
”Jumlah RPTRA di Jakarta ada lebih dari 300. Saya yakin ada banyak RPTRA lain yang masih mengecat fasilitas mereka dengan cat bertimbal. Biasanya, karena tidak tahu, tapi bisa juga karena kurang pengawasan dari pemerintah,” ujar Yuyun.
Theresa Shinta, Koordinator Pengelola RPTRA Flamboyan di Jakarta Selatan, saat ditemui pada Senin (7/11/2022), mengatakan, pihaknya tidak mengetahui apakah cat yang dipakai di RPTRA itu mengandung timbal atau tidak.
Shinta mengungkapkan, tidak ada pedoman atau aturan khusus oleh Dinas Pemberdayaan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DPPAPP) terkait pembatasan penggunaan cat bertimbal.
”Sebelumnya memang ada sosialisasi dari pihak dinas terkait timbal, tetapi bukan berupa larangan, sekadar ilmu agar kami mengerti kalau timbal berbahaya. Masalahnya, tidak dibilang jenis cat atau alternatif apa yang harus kami pakai,” ujarnya.
Shinta mengatakan, pengecatan terakhir di RPTRA itu dilakukan pada 2019. Pagar, dinding, ayunan, perosotan, dan jungkat-jungkit dicat dengan warna-warna terang, seperti merah, kuning, biru muda, dan putih. Lapangan basket dan futsal yang berada di RPTRA itu dicat dengan warna merah pekat dengan garis putih. Lalu, beberapa ruang, seperti kelas, ruang baca, dan kantin, juga dicat dengan warna-warna terang.
Ia mengatakan, dalam sehari, pengunjung yang bermain di fasilitas dan ruang-ruang tersebut dapat mencapai 80 anak. Kini, sebagian cat di RPTRA itu telah memudar dan terkelupas.
Menurut Shinta, rehabilitasi RPTRA, seperti pengecatan dan perbaikan fasilitas, dilakukan mandiri oleh pengelola dengan bantuan kelurahan setempat. Cat biasanya dibeli di toko bangunan sekitar tanpa mempertimbangkan kandungan timbalnya. Ia sendiri tidak mengetahui cara membedakan produk cat yang memiliki kandungan timbal dengan yang tidak.
Peredaran cat bertimbal di pasaran tidak dapat diatur oleh peraturan tersebut, melainkan SNI.
Dea, Koordinator Pengelola RPTRA Bahari di Cilandak, Jakarta Selatan, mengatakan, telah mendapatkan edukasi mengenai bahaya cat bertimbal dari organisasi-organisasi swadaya masyarakat. Beberapa kali RPTRA itu juga mendapatkan bantuan pengecatan fasilitas dengan cat tanpa timbal dari organisasi-organisasi tersebut. Ia mengatakan, program itu patutnya menjadi acuan bagi pemerintah untuk menyediakan cat tanpa timbal di ruang-ruang anak.
Kondisi cat di fasilitas RPTRA Bahari terlihat berbeda-beda. Beberapa fasilitas, seperti ruang baca, perosotan, dan lapangan basket, telah dicat baru dengan cat-cat tanpa timbal yang sebelumnya dilakukan oleh organisasi swadaya masyarakat.
Sementara fasilitas lainnya, seperti bangku, jungkat-jungkit, ayunan, tembok, serta pagar, belum dicat baru sehingga masih pudar dan terkelupas. Dea berharap, pemerintah menyediakan anggaran bagi seluruh RPTRA di Jakarta untuk membeli cat tanpa timbal.
Regulasi tentang batasan kandungan timbal dalam cat diatur dalam beberapa standar yang ditetapkan SNI, salah satunya adalah SNI Nomor 8011 Tahun 2014. Standar itu menetapkan batas kadar timbal 600 ppm untuk cat berbasis pelarut organik dekoratif untuk keperluan arsitektur komersial.
Lalu, ada SNI ISO Nomor 8124-1 Tahun 2010 yang mengatur standar penggunaan timbal pada mainan anak dengan mencakup pembatasan timbal lebih dari 90 ppm pada mainan. Ini termasuk peralatan di taman bermain, seperti ayunan, luncuran, dan peralatan bermain lainnya di dalam maupun luar ruangan. Akan tetapi, aturan-aturan SNI ini bersifat sukarela.
Kepala DPPAPP DKI Jakarta Tuty Kusumawati, Selasa (8/11/2022), menjelaskan, aturan mengenai keamanan zat beracun seperti timbal diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 123 Tahun 2017 tentang Pengelolaan dan Kebutuhan Sarana dan Prasarana RPTRA. Aturan itu menyebutkan, fasilitas di RPTRA harus memenuhi aspek keamanan, keselamatan, dan kesehatan, salah satunya tidak boleh mengandung zat berbahaya.
Tuty menjelaskan, secara umum aturan tersebut menjadi pedoman bagi pengelola RPTRA agar tidak menggunakan cat timbal. Namun, peredaran cat bertimbal di pasaran tidak dapat diatur oleh peraturan tersebut, melainkan SNI. Maka dari itu, DPPAPP berusaha melakukan arahan melalui sosialisasi tentang timbal agar pihak pengelola RPTRA cekatan dalam memilih cat.