Pertanian di Bantaran Kanal Banjir Timur Semakin Marak
Warga di Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, kian banyak yang bercocok tanam di bantaran Kanal Banjir Timur.
Oleh
Atiek Ishlahiyah Al Hamasy
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pertanian di bantaran Kanal Banjir Timur di Kelurahan Pulogebang, Kecamatan Cakung, Jakarta Timur, semakin marak. Masyarakat menjadikan lahan itu sebagai sumber penghidupan. Kegiatan tersebut juga menjadi solusi pemenuhan pangan di tengah keterbatasan lahan di ibu kota.
Mohammad Ichsan (59), warga Pulogebang, menanam singkong, sawi, dan cabai di lahan berukuran 3 x 100 meter sejak 3 tahun silam. Hal itu dilakukannya setelah terkena pemutusan hubungan kerja.
”Hasil panen biasanya saya jual di pasar. Sebagian untuk dimakan bersama keluarga juga,” ujar Ichsan, Senin (7/11/2022). Ia menjelaskan, laba bersih untuk cabai sekali panen yang diperoleh sekitar Rp 1,2 juta per bulan.
Kanal Banjir Timur (KBT) berfungsi sebagai daerah penampungan dan penyaluran air ke laut, terutama saat musim hujan. Kanal dengan panjang sekitar 23,5 kilometer ini membentang mulai dari Kebon Nanas, Jakarta Timur, hingga Pantai Marunda, Jakarta Utara.
Saat ini, berbagai tumbuhan yang memiliki nilai jual serta sayuran hijau, seperti bayam, sawi, dan kangkung, tertanam di sepanjang bantaran kanal itu, khususnya yang melintasi wilayah Pulogebang.
Faisal (38) dan empat temannya, petugas kebersihan air Dinas Lingkungan Hidup Jakarta, juga menanam singkong dan sawi di bantaran KBT sejak 2 tahun silam. Pada mulanya, ia mengaku hanya sekadar mengisi waktu luang. Namun, seiring berjalannya waktu, ia ketagihan bercocok tanam.
”Meskipun saya tidak menjual hasil pertanian ini, saya cukup mendapatkan manfaat karena hasilnya dapat saya konsumsi bersama keluarga,” katanya. Faisal bisa menghemat hingga Rp 60.000 per bulan karena tidak perlu membeli sayur lagi.
Hastono, anggota staf Kelurahan Pulogebang, mengatakan, warga memiliki inisiatif sendiri dalam bercocok tanam. Menurut dia, sudah saatnya pertanian urban terus didorong sebagai salah satu solusi masalah pangan dan perekonomian warga. ”Hanya saja, tanaman yang dibudidayakan harus yang berumur pendek, kisaran 1 hingga 3 bulan,” ucapnya.
Ia menceritakan, pertanian di bantaran KBT Pulogebang bermula sejak 2010. Awalnya, hanya dua atau tiga orang saja yang bercocok tanam. Namun, saat ini sudah hampir 100 orang yang memanfaatkan lahan kosong di bantaran kanal tersebut.
”Masyarakat mulai ramai menanam saat pandemi 2020. Namun, di sini pemerintah hanya menyediakan lahan dan memberi izin. Jika terjadi sesuatu atau kerusakan kepada tanaman warga, pemerintah tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Sebaiknya warga menanam sesuatu yang agak tinggi, seperti singkong.
Kepala Kesatuan Pelaksana Ketahanan Pangan Kelautan dan Pertanian (KPKP) Kota Jakarta Timur Deden sangat mendukung pertanian ini karena memunculkan dampak positif, yakni dapat mencegah banjir. Sebelumnya, wilayah Pulogebang sering terjadi banjir akibat sungai yang meluap.
Menurut dia, kegiatan warga Pulogebang ini dapat ditiru masyarakat perkotaan lain. Selain menjadi ladang penghasilan, memanfaatkan lahan kosong yang sudah mendapat izin juga dapat membantu penghijauan alam. Kendati demikian, ia tidak menyarankan warga untuk menanam sayur di bantaran KBT.
”Jika tiba-tiba terjadi banjir, tanaman warga akan ikut terbawa arus dan rusak. Sebaiknya warga menanam sesuatu yang agak tinggi, seperti singkong,” kata Deden.
Pemerintah pun memberikan bantuan berupa bibit singkong gratis untuk mendukung pertanian di KBT. Warga dapat mengirimkan surat ke kelurahan terkait pengajuan bibit tersebut yang kemudian dirujuk ke kecamatan.
”Sekitar 50 persen warga sudah mengetahui hal ini dan mengajukan bibit gratis. Namun, sebagian belum mengerti,” ujar Hastono.