Tanpa Angkutan Massal Perkotaan, Kerugian Rp 100 Triliun Per Tahun
Presiden Joko Widodo menekankan angkutan massal perkotaan menjadi keharusan. Secara kumulatif akan terjadi kerugian setidaknya Rp 100 triliun per tahun apabila tidak ada angkutan massal perkotaan.
Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo menekankan bahwa kini angkutan massal perkotaan menjadi satu keharusan yang diintensifkan. Hal ini menyangkut penyelesaian pekerjaan yang sudah ada maupun perencanaan dan pembangunan angkutan massal selanjutnya.
Pendapat presiden itu disampaikan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada media di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (2/11/2022). ”Dalam catatan (kami), kerugian secara kumulatif apabila angkutan massal itu tidak dilakukan paling tidak Rp 100 triliun dalam masa satu tahun,” kata Budi Karya.
Dalam catatan (kami), kerugian secara kumulatif apabila angkutan massal itu tidak dilakukan paling tidak Rp 100 triliun dalam masa satu tahun.
Oleh karena itu, menurut Menhub, cukup beralasan untuk diidentifikasi angkutan massal di semua kota. Angkutan massal membutuhkan percontohan dan DKI Jakarta adalah satu kota yang dinilai paling representatif untuk digunakan sebagai contoh. Hal ini karena di Jakarta sudah ada MRT, LRT, dan nantinya BRT yang menjadi satu modal bagi Jakarta dan kota-kota yang lain.
Pemerintah melihat manfaat dari pengelolaan perkeretaapian seyogianya dikelola oleh satu kelembagaan sehingga tidak ada tumpang tindih berkaitan dengan kebijakan. ”Nanti akan dibicarakan tentang bersatunya atau mergernya MITJ dengan KCI. Jadi, bukan akusisi, sekali lagi. Valuasi nilai dari apa yang harus dilakukan tentu ada penilaian dari PT KAI, ada kajian hukum yang sudah ada dari kejaksaan,” katanya.
Waktu pelaksanaan merger antara MITJ dan KCI didasarkan pada proses due dilligence, penilaian BPKP, serta hal-hal lain yang bersifat finansial dan hukum. ”Prinsipnya (merger) harus dilakukan tapi kita tidak bisa mengesampingkan berkaitan dengan hal yang sifatnya finansial dan hukum. Due dilligence tentu dikaitkan dengan proses itu. Proses itu enggak bisa dilewatkan begitu saja. Enggak bisa tahu-tahu tanda tangan begitu saja,” ujar Menhub.
Budi Karya menuturkan, satu hal yang menjadi penekanan Presiden Jokowi adalah agar pemerintah daerah memikirkan feeder-feeder (pengumpan) bagi angkutan massal. Sebagai contoh ketika nanti akan ada kegiatan LRT Jabodetabek, maka wajib bagi pemda Bekasi, Bogor, dan DKI Jakarta meneruskan feeder-feeder.
Pengumpan dimaksud adalah bus atau angkutan lain yang berupa first mile dan last mile. ”Tadi sudah disepakati bahwa pemda Jakarta maupun Sumatera Selatan akan mendukung adanya feeder, titik-titik perjumpaan yang namanya stasiun,” ujar Budi Karya.
Budi Karya menuturkan bahwa MRT menjadi satu hal yang penting. Terkait hal tersebut pihaknya pada Rabu pagi melaporkan kepada Presiden Jokowi bahwa MRT tahap 1,2,3, dan 4 sudah direncanakan. ”Tahap 1 sampai ke Kota, tahap 2 dari Kota ke Ancol, tahap 3 yaitu East West, dan tahap 4 itu dari Fatmawati menuju ke Taman Mini,” katanya.
Hal yang menurut Budi Karya membanggakan adalah investornya tidak hanya berasal dari Jepang, tetapi juga Korea dan Inggris yang akan masuk sebagai konsorsium yang akan memberikan pinjaman.
”Dan kami rencanakan pada saat G20 ada signing antara pihak Indonesia, yaitu Kemenhub dan DKI, serta pihak Jepang, Korea, dan Inggris. Sehingga ini membutuhkan payung konkret yang bisa diandalkan,” ujarnya.
Menurut Budi Karya, Presiden Jokowi visioner dalam hal angkutan massal. Tercatat ada beberapa studi yang sedang dilakukan di Bandung dan Medan, di mana Kemenhub bersama Bank Dunia melakukan suatu kajian berkaitan dengan angkutan massal improvement. Demikian pula ada kajian-kajian dengan Jerman yang nantinya akan dapat digunakan untuk meningkatkan angkutan massal di Surabaya. Hal sama juga dilakukan di Bali.
”Jadi, apa yang menjadi visi Pak Presiden mengutamakan angkutan massal perkotaan itu (diwujudkan dengan) Jakarta menjadi contoh dan daerah-daerah lain mulai dengan studi. Tentu waktu pembangunan ini dikaitkan dengan kemampuan finansial pemerintah dan pemerintah daerah,” kata Budi.
Visi Pak Presiden mengutamakan angkutan massal perkotaan itu (diwujudkan dengan) Jakarta menjadi contoh dan daerah-daerah lain mulai dengan studi. Tentu waktu pembangunan ini dikaitkan dengan kemampuan finansial pemerintah dan pemerintah daerah.
Terkait trase LRT di DKI Jakarta dari Velodrome, Menhub Budi menuturkan ada yang ke Manggarai dan ada yang ke Halim. ”Tadi diusulkan oleh Pak Gubernur menuju ke Manggarai. Saya setuju sekali karena Stasiun Manggarai itu menjadi central station. (Kereta) jarak jauh dan semua jarak dekat melalui Manggarai, termasuk ke bandara,” ujarnya.
Budi menuturkan, adanya lintas tambahan dari Velodrome menuju Manggarai dapat meningkatkan jumlah penumpang, baik yang akan naik untuk keluar kota maupun ke bandara.
”Sebaliknya mereka yang dari bandara ke Manggarai bisa ke Kelapa Gading dengan head way yang relatif singkat. Dukuh Atas menjadi tahap ketiga karena sudah ada kereta lain. Dalam waktu dekat ini akan dibuat yang Velodrome ke Manggarai,” katanya.
Sebelumnya, dikutip dari siaran pers Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan, Menhub Budi Karya Sumadi pada Senin (24/10/2022) bertemu dengan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono di Kemenhub Jakarta. Pertemuan ini untuk meningkatkan koordinasi antara Kemenhub dan Pemprov DKI Jakarta dalam mengintegrasikan angkutan massal perkotaan. Selain itu, dibahas pula upaya menciptakan ekosistem kendaraan listrik di DKI Jakarta.
Pada kesempatan tersebut, Heru Budi mengatakan akan menindaklanjuti poin-poin penting yang dibahas dalam pertemuan itu.
”Kami akan segera menindaklanjuti poin pertemuan pengadaan park and ride seperti di Manggarai dan Tanah Abang, menambah charging station yang akan ditempatkan di beberapa gedung perkantoran, kemudian sinkronisasi pembiayaan APBD DKI Jakarta tahun 2023 terkait MRT Jakarta dan LRT Jabodebek,” kata Heru.