Azas Tigor: Pengaturan Jam Kerja Sebatas Imbauan Saja
Perubahan jam kerja memiliki implikasi yang sangat luas. Wacana kebijakan ini juga belum menjawab akar masalah kemacetan di DKI. Sebagian pihak menyarankan hal ini sekadar jadi imbauan saja, bukan aturan hukum ketat.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wacana penerapan pengaturan jam kerja di DKI Jakarta untuk mengurai kemacetan hingga kini terus menuai polemik. Kebijakan tersebut jika diterapkan dinilai akan memicu gesekan banyak kepentingan dan justru belum menyentuh masalah utama penyebab kemacetan.
Ketua Forum Warga Kota Jakarta (Fakta) Azas Tigor Nainggolan menyebutkan bahwa pengaturan jam kerja tidak akan berpengaruh signifikan untuk mengurai kemacetan. Hal itu karena pengaturan jam kerja tidak menyentuh masalah utama penyebab kemacetan.
”Penyebab kemacetan (di Jakarta) sudah jelas, yakni masyarakat masih ketergantungan pada kendaraan pribadi karena mudah dan murah. Oleh karena itu, pengaturan jam kerja tidak perlu diterapkan dalam bentuk kebijakan hukum, tetapi sebatas imbauan saja,” ujarnya, Selasa (1/11/2022).
Senada dengan Tigor, Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DKI Jakarta Nurjaman menyatakan, imbauan pengaturan jam kerja dapat dilakukan pada usaha sektor jasa dan pelayanan publik. Jam kerja sektor manufaktur pakem pada UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga tidak leluasa untuk diubah.
”Kalau ada perubahan hingga mengurangi jam kerja, akan berpengaruh pada upah yang diberikan kepada karyawan,” ucapnya.
Akub Sudarso dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengatakan, jangan sampai pengaturan jam kerja malah menimbulkan masalah baru. Pekerja pusat belanja mulai masuk kerja pada pukul 10.00, tetapi kemacetan kerap terjadi.
Pengaturan jam kerja nantinya, juga akan berdampak pada aparatur sipil negara (ASN) tingkat pemerintah pusat. Menurut Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, pengaturan jam kerja ASN sudah baku.
Untuk dapat mengubahnya, banyak aturan lain terkait yang perlu direvisi pula. Meskipun demikian, ada juga unit kerja ASN yang mendapat pengecualian waktu kerja seperti petugas pelayanan, protokoler, tenaga kesehatan, dan tenaga pendidik. Namun, dalam penerapannya memerlukan izin dari Menteri PANRB.
Oleh karena itu, Wakil Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Chaidir mengatakan, untuk pemberlakuan di tingkat Pemprov DKI Jakarta dapat dilakukan dalam bentuk imbauan. Namun, dalam wilayah DKI Jakarta juga terdapat pemerintahan tingkat pusat, maka akan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
”Untuk swasta, silakan mengatur sendiri jam kerjanya, terutama pada daerah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan,” ucapnya.
Jakarta Selatan dominan kedatangan pekerja dari Depok, Jakarta Timur, dan Tangerang Selatan, sedangkan Jakarta Pusat dari daerah Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. (Yayat Supriyatna)
Penyebab kemacetan
Merujuk data Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya pada Januari-Juni 2022, di Jabodetabek ada 22,23 juta unit roda dua, 4,14 juta unit roda empat, 344,6 ribu unit kendaraan berat, dan 840,6 ribu unit angkutan umum. Berbagai kendaraan tersebut turut serta dalam puncak kemacetan di DKI Jakarta terjadi pada pukul 06.30-10.00 dan sore pukul 15.30-20.30.
Mengutip laman statistik.jakarta.go.id, terdapat 4,7 juta pekerja formal dan informal sampai dengan Agustus 2021. Ini belum termasuk pekerja dari kota-kota satelit di Jakarta yang datang setiap pagi dan membuat 7 juta orang, menurut data kepolisian, memadati jalanan Jakarta (Kompas, 28/10/2022).
Analisis data spasial oleh Yayat Supriatna dari Universits Trisakti, menunjukkan, kemacetan di DKI Jakarta adalah akibat dari pergerakan pekerja dari kota-kota satelit ke Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Jika merujuk pada Pola Ruang Rencana Tata Wilayah 2030, Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan didominasi oleh perkantoran, perdagangan, dan jasa. ”Jakarta Selatan dominan kedatangan pekerja dari Depok, Jakarta Timur, dan Tangerang Selatan, sedangkan Jakarta Pusat dari daerah Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat,” kata Yayat.
Kawasan Bekasi dan Depok, menurut Yayat, merupakan pilihan tempat tinggal terfavorit pengguna komuter karena lebih dekat dan dapat menggunakan sepeda motor. Sekitar 30-40 persen dari total penduduk usia produktif di kedua kota itu bekerja di DKI Jakarta.
Terdapat tujuh titik krusial pergerakan kendaraan yang memicu kemacetan akibat penyempitan jalan. Di antaranya Simpang Cawang, Simpang Pancoran, Simpang Kuningan, Simpang Semanggi, Simpang Slipi, Simpang Tomang, dan Simpang Grogol. Pada daerah itu, fasilitas jalan sudah tidak mampu mengakomodasi seluruh kendaraan yang melintas.
Diskusi
Dalam diskusi penerapan kebijakan pengaturan jam kerja yang diselenggarakan di Kantor Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2022), menunjukkan, masih diperlukan kajian lebih lanjut mengenai pengaturan jam kerja di DKI Jakarta.
Kepala Dishub Syafrin Liputo dalam sambutannya menyebutkan, perubahan jam kerja memiliki implikasi yang sangat luas, terutama bagi sektor swasta. Penerapan kebijakan perlu dilakukan secara hati-hati dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan.