Remaja Silih Berganti Menjadi Pelaku Kejahatan Jalanan
Aksi kejahatan oleh remaja terus berulang sehingga memerlukan evaluasi penanganan agar menyentuh akar masalah. Salah satunya ialah target dan sasaran program pemolisian komunitas yang selama ini berjalan.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
DOKUMENTASI HUMAS POLDA BANTEN
Remaja ditangkap Polres Kota Serang Kota saat hendak tawuran di Kota Serang, Banten. Mereka menggunakan senjata tajam untuk saling serang demi eksistensi diri ataupun kelompoknya.
TANGERANG, KOMPAS — Remaja usia belasan tahun silih ganti bergagah-gagahan di jalanan hingga timbul korban jiwa. Persoalan berulang demi eksistensi diri ataupun kelompok ini membutuhkan evaluasi cara penanganan sembari adanya operasi polisi dan patroli rutin.
Tiga remaja berusia 15 tahun dan 16 tahun di Kecamatan Cikeusal, Kabupaten Serang, Banten, menyerang remaja lain berusia 15 tahun pada Senin (17/10/2022). Pelaku membacok tangan kanan korban dengan pedang hingga terluka dan nyaris melukai punggung kiri korban dengan celurit.
”Mereka (pelaku) ikut-ikutan dan ingin bergagah-gagahan,” kata Kapolres Serang Ajun Komisaris Besar Yudha Satria, Selasa (1/11/2022).
Penyidik masih menelusuri keberadaan pelaku lain dan asal-muasal senjata tajam. Orangtua diminta aktif memantau keberadaan anak-anaknya, khususnya setelah pukul 22.00 hingga dini supaya tak terlibat atau menjadi korban kejahatan jalanan yang marak belakangan ini.
Anak-anak ini masih sangat belia, tetapi dini hari masih berkeliaran di luar mencari lawan untuk tawuran. Mereka mau kelompok mereka eksis. Disegani karena berani dan selalu menang tawuran. Orangtua seharusnya khawatir terhadap anaknya.
Polres Serang turut menangkap tiga pelajar berusia 14 tahun, 15 tahun, dan 16 tahun yang terlibat pengeroyokan bersama 13 temannya di Desa Sindangsari, Kecamatan Petir, Minggu (23/10/2022) dini hari. Mereka melukai tiga pemuda hingga seorang tewas dan dua terluka menggunakan dua celurit, pedang, gergaji, dan batang kayu.
Pemicu kekerasan itu ialah masalah pribadi antarkelompok sehingga saling tantang untuk unjuk gigi. Akan tetapi, para korban kalah jumlah dan menjadi bulan-bulanan para pelaku.
Buntut rentetan kekerasan tersebut, polisi giat berpatroli skala besar. Pada Senin (31/10/2022), Polres Kota Serang Kota menangkap empat pemuda, dua di antaranya berusia 13 tahun dan 15 tahun yang hendak tawuran antargangster.
”Mereka membawa pedang, parang, celurit, dan senjata bergerigi seperti gergaji,” ucap Kanit Resmob Inspektur Dua Arip Budianto.
DOKUMENTASI HUMAS POLDA BANTEN
Senjata tajam kelompok remaja yang menyerang sesama remaja hingga terluka di Kabupaten Serang, Banten.
Aksi remaja ini juga terjadi di Jakarta. Lima pelajar berusia 13 tahun, 14 tahun, 15 tahun, dan 16 tahun hendak tawuran setelah janjian melalui media sosial Instagram.
Polsek Tambora di Jakarta Barat menangkap kelimanya dan mengantar mereka ke rumah masing-masing pada Sabtu (29/10/2022) dini hari. Dalam penggeledahan ditemukan celurit milik salah satu remaja.
”Anak-anak ini masih sangat belia, tetapi dini hari masih berkeliaran di luar mencari lawan untuk tawuran. Mereka mau kelompok mereka eksis. Disegani karena berani dan selalu menang tawuran. Orangtua seharusnya khawatir terhadap anaknya,” tutur Kapolsek Tambora Komisaris Putra Pratama.
Evaluasi
Sosiolog dari Universitas Indonesia, Ricardi Adnan, menilai fenomena kenakalan remaja yang berujung kekerasan terjadi akibat minimnya pengawasan dari keluarga serta buruknya pergaulan di lingkungan tempat tinggal mereka. Media sosial dan tontonan layar kaca yang tak mendidik turut berpengaruh terhadap perilaku remaja yang sedang dalam masa pencarian jati diri (Kompas, 5/10/2022).
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies, Bambang Rukminto, yang dihubungi Selasa sore, menyarankan adanya evaluasi penanganan kenakalan remaja agar menyentuh akar masalah. Salah satunya target dan sasaran program pemolisian komunitas yang selama ini berjalan.
Strategi komunitas untuk pencegahan gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat itu bisa melibatkan komunitas atau kelompok remaja. Upaya preventif tersebut tetap berbarengan dengan operasi polisi dan patroli rutin.
”Harus dievaluasi. Bukan hanya dengan seremoni yang lebih pada mobilisasi, tetapi lebih pada membangun partisipasi masyarakat untuk melakukan mitigasi potensi gangguan keamanan di lingkungannya. Tentunya juga melibatkan sekolah, pemimpin lingkungan, maupun forum orangtua,” katanya.
Di sisi lain, sekolah bisa kembali melakukan razia rutin kepada siswa sebagai pencegahan membawa senjata tajak atau barang berbahaya lainnya. Orangtua mengawasi perilaku anak-anaknya di rumah dan di luar lingkungan sekolah.
”Senjata tajam tentu tak datang tiba-tiba dari langit. Ada yang membikin, ada tempat penyimpanan sebelum digunakan, makanya dibutuhkan partisipasi semua elemen masyarakat untuk melakukan pencegahan pada gangguan keamanan ini,” ucapnya.